Film Sebagai Media Propaganda

kepemimpinannya melalui simbol tertentu, baik simbol gambar maupun simbol gerak. 13 John A. Broadwin dan V.R. Berghahn 1996, dalam bukunya The Triumphof Propaganda, Mengutip pernyataan Fritz Hippler bahwa “Dibandingkan dengan seni lain, film mampu menimbulkan dampak psikologis dan propagandistik yang abadi dan pengaruhnya sangat kuat karena efeknya tidak melekat pada pikiran, tetapi pada emosi dan bersifat visual sehingga bertahan lebih lama daripada pengaruh yang dicapai oleh ajaran gereja atau sekolah, buku, surat kabar, atau radio. 14 Tidak diragukan lagi media massa yang paling berpengaruh pada masa Reich Ketiga adalah film. Film yang bersifat seni merupakan sarana komunikasi yang digunakan Hilter untuk menanamkan pengaruh pada dunia politik dan menimbulkan efek terpenting pada massa. Selain film dengan daya persuasif emosional, radio dan surat kabar juga tidak kalah penting dalam membawa dan menyebarkan pesan ideologi baru. Dalam konteks strategi propaganda Goebbles, alat propaganda tersebut merupakan alat faktor yang sangat diperlukan dalam kampanye indoktrinisasi apa pun, khususnya ditinjau dari fakta bahwa efek film lebih bertahan lama karena tidak mengenal aktualitas seperti radio dan surat kabar. 15 13 Mohammad Soelhi, Propaganda dalam Komunikasi Internasional, Bandung: Simbiosa Reakatama Media, 2012, h. 157 14 Mohammad Soelhi. Propaganda dalam Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012, h. 165 15 Mohammad Soelhi. Propaganda dalam Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012, h. 166 Film merupakan alat yang paling ampuh untuk dijadikan media propaganda. Seperti disalah satu negara yang banyak melakukan propaganda dalam film-filmnya yaitu Amerika adalah negara yang sengaja atau tidak melakukan propaganda melalui film-film kepahlawanan tentara Amerika ditunjukkan dalam perang dengan setting perang “Perang Vietnam”. Untuk menyebut contoh antara lain Coming Home Hal Ashby, 1978, The Deer Hunter Michael Comino, 1978, Rambo Blood Part II Goerge F. Cosmatus, 1985, Platon Oliver Stone, 1986, Full Metal Jacket Stanley Kubrick, 1987, dan Apocalyspe Now Franciz Ford Capollo, 1979. 16 Dalam Film 3, film merupakan media yang digunakan untuk mempengaruhi pikiran manusia. Film menjadi media yang paling ampuh untuk memanipulasi pesan- pesan yang terdapat dalam sebuah film. Film yang bersifat audio-visual sehingga film berbeda dengan media lain yang digunakan sebagai media propaganda lainnya. Dalam film sutradara berusaha menjelaskan bagaimana kalangan pemimpin politik dalam mempengaruhi rakyat melalui pesan-pesan propaganda yang disebarluaskan melalui media massa yang ada di era globalisasi saat ini. Pesan propaganda tidak hanya disampaikan melalui media cetak dan elektronik saja akan tetapi, film juga mampu menjadi media propaganda yang digunakan untuk memanipulasi pesan. Pesan propaganda yang terdapat dalam film 3, saat pemimpin menyebarluaskan pesan yang mengandung kebohongan mengenai suatu peristiwa dimana saat itu pemimpin politik menjadikan Islam sebagai kambing hitam dalam kejadian tersebut. Dengan seperti itu, masyarakat terpengaruh dengan pesan 16 Nurudin, Komunikasi Propaganda. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008, h. 37 propaganda yang disebarluaskan oleh kalangan pemimpin politik. Saat seorang pemimpin politik ingin memperoleh kekuasaan tertinggi di negara mereka akan rela melakukan hal-hal yang negatif demi keinginan yang dituju.

B. Politik Dalam Struktur Kekuasaan

Istilah “politik” politics sering dikaitan dengan bermacam-macam kegiatan dalam sistem politik ataupun negara yang menyangkut proses penentuan tujuan maupun dalam melaksanakan tujuan tersebut. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Biasanya menggunakan cara atau taktik untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Politik dapat didefinisikan sebagai kegiatan dimana individu atau kelompok terlibat sedemikian rupa guna memperoleh dan menggunakan kekuasaan untuk mencapai kepentingannya sendiri. Kendati politik punya kans merusak, politik sesungguhnya tidaklah buruk. Faktanya, kendatipun para manajer dan pekerja kerap menolak bahwa politik mempengaruhi kegiatan organisasi, sebuah riset mengindikasikan bahwa politik kantor muncul dan ia punya dampak terukur dalam perilaku organisasi. Definisi lain politik diajukan oleh Richard L. Daft, yang menurutnya adalah “...penggunaan kekuasaan guna mempengaruhi keputusan dalam rangka memperoleh hasil yang diharapkan. Penggunaan kekuasaan dan pengaruh membawa pada 2 cara mendefinisikan politik. Pertama, selaku perilaku melayani diri sendiri. Kedua, sebagai proses pembuatan keputusan organisasi yang sifatnya alamiah. Politik dapat dipahami melalui dua prespektif, yakni liberal dan seni. Dalam prespektif liberal, substansi politik adalah nilai otoritatif, yakni: bagaimana jabatan, kekayaan, dan pengaruh yang melekat pada diri seseorang atau sekelompok orang didistribusikan kepada yang lain. Sedangkan dalam prespektif seni, politik menyangkut kemampuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Kekuasaan memang selalu menjadi perhatian utama para elit politik. Untuk mendapat kekuasaan, tidak hanya harta benda yang dikorbankan bahkan kehormatan yang layak jualpun terkadang dijual untuk mendapatkan kekuasaan. Betapa besar pengaruh seseorang yang memiliki kekuasaan, contoh paling nyata yang bisa kita lihat adalah Soeharto. Soeharto mendapatkan kekuasaan melalui kudeta,dan ketika berada dan memiliki tahta kekuasaan tertinggi dia melakukan apa- apa yang dia inginkan, bersifat diktator tetapi hal itu adalah benar pada masanya karna dia yang memiliki kekuasaan tertinggi. Dia dapat mengubah dan membuat peraturan sesuai kebutuhannya. Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin juga pengikut gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Karakter kekuasaan, menurut Fairholm adalah: 17 17 Gilbert W. Fairholm, Organizational Power Politics: Tactics in Organizational Leadership, 2 nd Edition Santa Barbara: Praeger, 2009 , p.5. 1. Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar tindakan acak. 2. Kekuasaan adalah alat instrumen, ia adalah alat guna mencapai tujuan. 3. Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi kemunculannya. 4. Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor kebergantungan-ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan. 5. Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki. 6. Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita miliki. 7. Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu hubungan tertentu, bukan seluruh hubungan. 8. Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum mereka bisa menggunakan kekuasaan-nya. Esensi kekuasaan adalah kendali atas perilaku orang lain. Kekuasaan adalah kekuatan yang kita gunakan agar sesuatu hal terjadi dengan cara disengaja, di mana influence pengaruh adalah apa yang kita gunakan saat kita menggunakan kekuasaan.

C. Teori Semiotika