Konsep Semiotika Roland Barthes
mendenotasikan sesuatu hal, tetapi juga menciptkan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda.
22
Tatanan Pertama Tatanan Kedua
Realitas Tanda
Kultur bentuk
isi
Signifikasi Dua Tahap
Melalui gambar diatas, Barthes, seperti dikutip Friske, menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah
tanda terhadap realitas eksternal. Denotasi adalah hubungan yang digunakan didalam tingkat pertama pada
sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting dalam ujaran. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda,
dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah pertanda.
23
Barthes menyebutnya sebagai denotasi.
Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan
22
Jonathan Bignell, Media Semiotic: An Introduction, Manchester and New York: Menchester University Press, 1997, h. 16
23
Marcel Danesi, Semiotika Komunikasi, h. 125.
Denotasi
Konotasi
Mitos
Penanda Petanda
pasti. Denotasi juga merupakan makna yang objektif dan tetap. Makna denotasi adalah makna awal utama dari sebuah tanda, teks, dan sebagainya.
24
makna ini tidak bisa dipastikan dengan tepat, karena makna denotasi merupakan generalisasi. Dalam
terminologi Barthes, denotasi adalah sistem signifikansi tahap pertama. Sedangkan makna konotatif salah satu jenis makna di mana stimulus dan
respon mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif terjadi karena sebagian makna pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju-tidak setuju, senang-tidak
senang, dan sebagainya pada pihak pendengar.
25
Dalam makna konotatif, orang yang tersenyum bisa berarti sebagai kesenangan dan kebahagian atau sebaliknya bisa saja
ekspresi senyum itu diartikan sebagai sindiran atau penghinaan terhadap orang lain. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang
disebut dengan „mitos’, yang berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
26
Jadi, mitos memiliki tugasnya untuk memberikan justifikasi ilmiah kepada kehendak sejarah, dan membuat kemungkinan tampak abadi.
27
Dapat dikatakan bahwa makna denotatif adalah makna yang digunakan untuk menunjukkan secara jelas tentang sesuatu yang memiliki arti sebenarnya dari sebuah
tanda. Sedangkan makna konotatif adalah makna yang memiliki arti tambahan dari makna denotatif yang merupakan hasil dari pikiran yang mengacu pada tradisi,
24
Marcel Danesi, Semiotika Komunikasi, h. 274
25
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004, h. 266.
26
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi.,h. 71
27
Roland Barthes, Mitologi, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009, h. 208
emosional maupun nilai rasa pada seseorang terhadap sesuatu, baik berupa kata ataupun benda.
Mitos menurut Barthes, disebut sebagai tipe wicara. Ia juga menegaskan bahwa mitos merupakan sistem komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Hal ini
memungkinkan kita untuk berpandangan bahwa mitos tak bisa menjadi sebuah objek, konsep, atau ide; mitos adalah cara penandaan signification, sebuah bentuk. Segala
sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana.
28
Dalam mitos sekali lagi kita mendapati tiga pola dimensi yang disebut Barthes sebagai: penanda,
petanda, dan tanda. Ini bisa dilihat dari peta tanda Barthes yang dikutip dari buku Semiotika Komunikasi, karya Alex Sobur sebagai berikut;
Sumber: Paul Cobley Litza Jansz. 1999. Introducing Semiotics. NY: Totem Books, hlm. 51.
28
Ibid., h. 151-152
Dari peta Barthes di atas terlihat bahawa tanda denotative 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah
juga penanda konotatif 4. Mitos menurut Barthes memaparkan fakta. Mitos adalah murni sistem
ideografis. Mitos pun dapat sangat bervariasi dan lahir di lingkup kebudayaan massa. Mitos merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang menetap pada suatu
komunitas berakhir menjadi mitos. Pemaknaan tersebut terbentuk oleh kekuatan mayoritas yang memberi konotasi tertentu kepada suatu hal secara tetap sehingga
lama kelamaan menjadi mitos: makna yang membudaya. Mitos ini menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap suatu hal yang dinyatakan dalam mitos.
29
Barthes membuktikannya
dengan melakukan
pembongkaran demontage
semiologique. Mitos juga merupakan suatu bentuk pesan atau tuturan yang diyakini kebenarannya tetapi tidak dapat dibuktikan.
Barthes juga mengupas 28 teks dari berbagai bidang dalam konteks kehidupan sehari-hari: pertunjukan, novel, buku petunjuk, iklan, keadaan, ma- kanan, boneka,
foto, mobil, bahan baku -plastik-, film, dan otak manusia Einstein disebut Mythologies.
Adapun ciri-ciri mitos menurut Roland Barthes,
30
yaitu: 1.
Detormatif. Barthes menerapkan unsur-unsur Saussure menjadi form signifier, concept signified. Ia menambahkan signification yang merupakan
29
Indriawan Seto Wahyu Wibowo, Semiotik: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Tangerang: Wisma Tiga Dara Perum Cimone Permai, 2009, h.
20.
30
Roland Barthes, Mythologies, Paris: Seuil, 1957, h. 122-130.
hasil dari hubungan kedua unsur tadi. Signification inilah yang menjadi mitos yang mendistorsi makna sehingga tidak lagi mengacu pada realita yang
sebenarnya. 2.
International. Mitos merupakan salah satu jenis wacana yang dinyatakan secara internasional. Mitos berakar dari konsep historis. Pembacalah yang
harus menemukan mitos tersebut. 3.
Motivasi. Bahasa bersifat arbiter, tetapi kearibiteran itu mempunyai batas, misalnya melalui afikasi, terbentuklah kata-kata turunan: baca-membaca-
dibaca-terbaca-pembaca. Sebaliknya, makna mitos tidak arbiter, selalu ada motivasi dan analogi. Mitos bermain atas analogi antara makna dan bentuk.
Analogi ini bukan sesuatu yang Alami, tetapi bersifat historis. Salah satu contoh mitosnya. Seperti; minuman anggur di Prancis: denotasi
dari anggur adalah minuman beralkohol yang bisa memabukkan. Barthes mengamatinya lebih dalam. Orang sangat menikmati anggur yang diminumnya bukan
sekadar untuk bermabuk-mabukan. Hal tersebut ditunjukkan pula oleh adanya pelabelan tahun bagi minuman tersebut. Anggur dengan merek tertentu dengan usia
yang semakin tua semakin mahal harganya. Di dalam menu makan, anggur mengambil bagian sintagmatik, yaitu anggur putih menyertai makanan dengan ikan,
anggur merah dengan daging, dsb. Dengan demikian, konotasi anggur, yaitu kenikmatan, tertanam di dalam praktik kehidupan sehari-hari, memegang peranan
dalam menu dan pada akhirnya menjadi mitos.
Contoh yang terdapat dalam Film 3 Alif, Lam, Mim berusaha menjelaskan penanda, pertanda, dan mitos yang terdapat dalam beberapa adegan yang ada dalam
Film 3 Alif, Lam, Mim yang menjelaskan mengenai penanda seorang teroris yang digambarkan oleh pemerintah terhadap agama Islam, sedangkan pertandanya agama
Islam dikaitkan dengan kekerasan dan pengeboman. Kemudian adanya mitos yang mengidentikan agama Islam dengan teroris, mitos itu muncul karena pengaruh yang
disebarkan oleh budaya Barat dalam menggambarkan agama Islam. Sehingga masyarakat percaya dengan mitos yang disebarluaskan oleh kalangan politik.