Reliability Centered Maintenance RCM

3.2. Reliability Centered Maintenance RCM

7 Reliability Centered Maintenance RCM didefinisikan sebagai suatu proses yang digunakan untuk menentukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menjamin setiap asset fisik atau suatu sistem dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsi yang diinginkan oleh penggunanya. Penelitian tentang RCM pada dasarnya berusaha menjawab 7 pertanyaan utama tentang asset atau peralatan yang diteliti. Ketujuh pertanyaan mendasar tersebut antara lain : 1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standard dari asset dalam konteks operational pada saat ini system functions? 2. Bagaimana asset tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya fungsional failure? 3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut failure modes? 4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan failure effect? 5. Bagaimana masing – masing kerusakan tersebut terjadi failure consequence? 6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah masing – masing kerusakan tersebut proactive task and task interval? 7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak ditemukan default action? Prinsip – prinsip RCM : 8 7 Indriawati, Katherin , dkk. 2010. Penerapan Reliability Centered Maintenance pada Sistem Gas Buang Boiler di PT. IPMOMI Paiton. 8 Tahril, Mohammad Azis, dkk.2009. Penerapan Metode Reliability Centered Maintenance RCM Berbasis Web pada Sistem Pendingin Primer di Reaktor Serba Guna GA. SIWABESSY. Universitas Sumatera Utara 1. RCM memelihara fungsional sistem, bukan sekedar memelihara suatu sistemalat agar beroperasi tetapi memelihara agar fungsi sistem alat tersebut sesuai dengan harapan. 2. RCM lebih fokus kepada fungsi sistem daripada suatu komponen tunggal. 3. RCM berbasiskan pada kehandalan yaitu kemampuan suatu sistem peralatan untuk terus beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan. 4. RCM bertujuan menjaga agar kehandalan fungsi sistem tetap sesuai dengan kemampuan yang didesain untuk sistem tersebut. 5. RCM mendefinisikan kegagalan failure sebagai kondisi yang tidak memuaskan unsatisfactory atau tidak memenuhi harapan. 6. RCM harus memberikan hasil – hasil nyata jelas, tugas yang dikerjakan harus dapat menurunkan jumlah kegagalan failure atau paling tidak menurunkan tingkat kerusakan akibat kegagalan. Karena RCM sangat menitikberatkan pada penggunaan predictive maintenance maka keuntungan dan kerugiannya juga hampir sama. Adapun keuntungan RCM adalah sebagai berikut: 1. Dapat menjadi program perawatan yang paling efisien. 2. Biaya yang lebih rendah dengan mengeliminasi kegiatan perawatan yang tidak diperlukan. 3. Minimisasi frekuensi overhaul. 4. Minimisasi peluang kegagalan peralatan secara mendadak. 5. Dapat memfokuskan kegiatan perawatan pada komponen-komponen kritis. 6. Meningkatkan reliability komponen. Universitas Sumatera Utara 7. Menggabungkan root cause analysis. Adapun kerugian RCM adalah sebagai berikut: 1. Dapat menimbulkan biaya awal yang tinggin untuk training, peralatan dan sebagainya. Adapun langkah-langkah dalam menganalisa sistem berdasarkan RCM: 1. Seleksi sistem dan pengumpulan informasi. Pada saat keputusan untuk melaksanakan program RCM pada mesin atau fasilitas, maka muncul dua pertanyaan: 1. Pada level perakitan komponen, sistem proses analisis harus dilakukan? 2. Apakah keseluruhan fasilitasmesin mendapat proses, jika tidak, pemilihan yang bagaimana yang harus dibuat? Untuk melaksanakan seleksi sistem, prosedur apa yang harus dilakukan untuk mengetahui potensial terbesar untuk dilakukan proses analisis. Cara yang langsung dan terpercaya yang dapat menyelesaikan pertanyaan ini adalah aturan 80-20. Untuk menerapkan aturan 80-20 sebagai dasar dalam pemilihan sistem, kita harus mengumpulkan data yang berhubungan dengan downtime dan menggambarkannya dalam diagram pareto. Dalam pengumpulan informasi, waktu dan usaha dapat dipersingkat jika terdapat dokumen mengenai sistem dan informasi yang berhubungan. Daftar dokumen dan informasi yang berhubungan dengan setiap sistem untuk analisa RCM adalah: a. Sistem skematik atau blok diagram. Universitas Sumatera Utara b. Buku manual untuk sistem yang mungkin memiliki informasi penting dari disain dan operasi sistem. c. Data historis peralatan. d. Sistem operasi manual, yang memiliki detail bagaimana sistem tersebut berfungsi. e. Spesifikasi sistem disain. 2. Definisikan batasan sistem. Ada dua alasan mengapa definisi batasan sistem diperlukan dalam analisa proses RCM: a. Pasti terdapat pengetahuan dari apa yang telah dan belum dimasukkan dalam sistem sehingga daftar komponen yang akurat dapat dianalisa. b. Batasan-batasan yang akan menentukan faktor dalam menentukan apa yang masuk dan keluar dari sistem. Hal ini diperlukan pemahaman mengenai apa yang termasuk dalam sistem dan yang tidak. 3. Deksripsi sistem dan blok diagram fungsi. Setelah seleksi sistem selesai dan batasan sistem juga selesai, maka dilanjutkan pada langkah ketiga untuk identifikasi dan mendokumentasikan detail- detail penting dari sistem. Lima item yang dikembangkan pada langkah ini adalah: a. Deskripsi Sistem b. Functional Block Diagram c. Sistem InOut Universitas Sumatera Utara d. Struktur Sistem Breakdown 4. Fungsi sistem dan kegagalan fungsi. Pada bagian ini, proses analisis difokuskan pada kegagalan fungsi, bukan kegagalan peralatan. Biasanya kegagalan fungsi memiliki dua atau lebih kondisi yang menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun mayor pada sistem. 5. Failure Mode and Effects Analysis FMEA 9 Failure Mode and Effects Analysis FMEA merupakan proses yang sistematis untuk mengidentifikasi potensi kegagalan yang akan timbul dalam proses dengan tujuan untuk mengeliminasi atau meminimalkan resiko kegagalan produksi yang akan timbul. Penggunaan FMEA diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1920. Namun pendokumentasian pertama dilakukan sejak tahun 1960 oleh National Aeronautics Space Agency NASA. Tujuannya untuk memperbaiki reliabilitas peralatan militer. Tujuan utama dari FMEA adalah untuk menemukan dan memperbaiki permasalahan utama yang terjadi pada setiap tahapan dari desain dan proses produksi untuk mencegah produk yang tidak baik sampai ke tangan pelanggan, yang dapat membahayakan reputasi dari perusahaan. Konsep FMEA adalah sebagai alat perencanaan kualitas untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi potensi kegagalan atau kerusakan. FMEA juga mengidentifikasi kegagalan kemungkinan, mekanisme, pengaruh, mode 9 Dyadem Engineering Corporation. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Universitas Sumatera Utara deteksi, kemungkinan pencegahan. Hasil dari FMEA berupa rencana tindakan untuk eliminasi atau penyelidikan kegagalan. Arti FMEA secara harafiah adalah : a. Failure yaitu prediksi kemungkinan kegagalan atau cacat b. Mode yaitu penentuan mode kegagalan c. Effect yaitu identifikasi pengaruh tiap komponen terhadap kegagalan d. Analysis yaitu tindakan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap penyebab FMEA berusaha mengidentifikasikan kemungkinan failure mode, failure mechanism proses yang menyebabkan kegagalan, dan failure effect akibat yang ditimbulkan oleh kegagalan yang ditimbulkan failure mode deskripsi fisik kegagalan pada kinerja. FMEA mengidentifikasikan metode mendeteksi failure mode dan kemungkinan pencegahannya. FMEA juga merupakan suatu pendekatan sistematis yang mengidentifikasikan failure mode yang potensial terjadi di dalam suatu sistem, produk, atau pabrikasioperasi perakitan, yang disebabkan baik oleh desain atau kekurangan dalam pabrikasiproses perakitan manufacturing assembly process deficiencies. Hal utama dalam FMEA adalah Risk Priority Number RPN. RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effect severity, kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effect occurrence, dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi detection. RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut : RPN = Severity Occurrence Detection Universitas Sumatera Utara Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah: 1. Severity Severity adalah peringkat yang menunjukkan tingkat keseriusan efek dari suatu mode kegagalan. Severity berupa angka 1 hingga 10, di mana 1 menunjukkan keseriusan terendah resiko kecil dan 10 menunjukkan tingkat keseriusan tertinggi sangat beresiko. Kriteria severity dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Penentuan Nilai Severity Rating Criteria of Severity Effect 10 Tidak berfungsi sama sekali 9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan 8 Kehilangan fungsi utama 7 Pengurangan fungsi utama 6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan 5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan 4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah 3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah 2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah 1 Tidak ada efek Universitas Sumatera Utara 2. Occurance Occurrence adalah ukuran seberapa sering penyebab potensial terjadi. Nilai occurrence berupa angka 1 sampai 10, di mana 1 menunjukkan tingkat kejadian rendah atau tidak sering dan 10 menunjukkan tingkat kejadian sering. Kriteria Occurrence dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Penentuan Nilai Occurance Rating Probability of Occurance 10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan 9 35-50 per 7200 jam penggunaan 8 31-35 per 7200 jam penggunaan 7 26-30 per 7200 jam penggunaan 6 21-25 per 7200 jam penggunaan 5 15-20 per 7200 jam penggunaan 4 11-15 per 7200 jam penggunaan 3 5-10 per 7200 jam penggunaan 2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan 1 Tidak pernah sama sekali 3. Detection Detection adalah peringkat seberapa telitinya alat deteksi yang digunakan. Detection berupa angka dari 1 hingga 10, di mana 1 menunjukkan sistem deteksi dengan kemampuan tinggi atau hampir dipastikan suatu mode kegagalan dapat terdeteksi. Sedangkan 10 menunjukkan sistem deteksi dengan kemampuan rendah yaitu sistem deteksi tidak efektif atau tidak dapat mendeteksi sama sekali. Kriteria penilaian detection dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Penentuan Nilai Detection Universitas Sumatera Utara Rating Detection Design Control 10 Tidak dapat dideteksi 9 Kemungkinan besar tidak dapat dideteksi 8 Diperlukan inspeksi danatau pembongkaran yang kompleks 7 Diperlukan inspeksi danatau pembongkaran 6 Memerlukan bantuan danatau pembongkaran sederhana 5 Inspeksi yang sangat hati-hati dengan indera manusia 4 Inspeksi yang hati-hati dengan menggunakan indera manusia 3 Memerlukan inspeksi 2 Jelas bagi indera manusia 1 Selalu jelas, sangat mudah untuk diketahui 6. Grey Theory Grey theory diusulkan oleh Julong Deng tahun 1982, berkaitan dengan keputusan ditandai oleh informasi yang tidak lengkap, dan mengeksplorasi perilaku sistem menggunakan relasional analisis dan konstruksi model. Teori grey menyediakan ukuran untuk menganalisis hubungan antara diskrit kuantitatif dan kualitatif seri, dan semua komponen dalam seri harus memenuhi karakteristik berikut: a. Existent ada. b. Countable dapat dihitung. c. Extensible dapat diperluas. d. Independent mandiri. Karena faktor-faktor dari FMEA memiliki semua sifat ini, oleh karena itu, FMEA cocok untuk penerapan Grey Theory. Keuntungan utama dari penerapan Grey Theory untuk FMEA adalah kemampuan menentukan bobot yang berbeda untuk masing-masing faktor dan tidak memerlukan fungsi utilitas bentuk apapun. Langkah-langkahnya pengerjaannya adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Membangun seri perbandingan Pada tahap ini adalah memasukan nilai severity, occurrence, dan detection pada masing-masing tipe kegagalan. Tampilannya adalah sebagai berikut : x = � x 1 X 2 X n � = ⎣ ⎢ ⎢ ⎡ X 1 1 X 1 2 … . X 1 k X 2 1 X 2 2 … . X 2 k X n 1 X n 2 … . X n k ⎦ ⎥ ⎥ ⎤ 2. Menetapkan seri standar Untuk mengurangi resiko yang potensial, nilai-nilai semua faktor keputusan akan menjadi sekecil mungkin dengan begitu, standard yang ditetapkan adalah sebagai berikut : X = [X 1X 2X 3] 3. Mencari perbedaan antara seri standar dan seri perbandingan Pada tahap ini mengurangi nilai dari seri perbandingan dengan seri standar. Maka hasilnya adalah sebagai berikut : D ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ ∆ 01 1 ∆ 01 2 ∆ 01 3 … . ∆ 01 k ∆ 02 1 ∆ 02 2 ∆ 02 3 … . ∆ 02 k ∆ 0m 1 ∆ 0m 2 ∆ 0m 3 … . ∆ 0j k ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ Dimana ∆ oj k = �� � − � � �� 4. Menghitung koefisien relasional grey Universitas Sumatera Utara Langkah-langkah untuk perhitungan pada langkah keempat ini adalah sebagai berikut : a. Carilah nilai maximum dan minimum pada langkah ketiga. ∆ min dan ∆ max b. � adalah berupa identifikasi, hanya mempengaruhi nilai relatif dari resiko tanpa mengubah prioritas. Nilai � yang biasanya digunakan adalah 0.5. 10 γ� k, � � k � = ∆ min + �∆��� ∆ 0� � + �∆��� γ 0i k= ∆ min + ζ∆max ∆ 0j k+ ζ∆max Dimana, j = 1,…..,m k = 1,….,n 5. Menentukan derajat hubungan Γ� � , � � = 1 n � γ n k=1 � � k, � � k � Γ 0i � = 1 3 � γ 0i 3 k=1 k 6. Mengurutkan tingkat resiko berdasarkan prioritas. Pada langkah ini mengurutkan tingkat resiko dengan mengurutkan nilai dari terbesar hingga terkecil. 7. Analisa Pohon Logika LTA 10 Ching-Liang Chang. 2001. Failure Mode and Effect Analysis Using Grey Theory. Journal of Manufacturing technology Management. Universitas Sumatera Utara Penyusunan Logic Tree Analysis LTA memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan dan fungsi, kegagalan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan dalam LTA ini. Pada bagian kolom tabel LTA mengandung informasi mengenai nomor dan nama kegagalan fungsi, nomor dan mode kerusakan, analisis kekritisan dan keterangan tambahan yang dibutuhkan. Analisis kekritisan menempatkan setiap mode kerusakan ke dalam satu dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam analisis kekritisan yaitu sebagai berikut: a. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah terjadi ganguan dalam sistem? b. Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan? c. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau sebagian mesin terhenti? d. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan. Pada bagian ini komponen terbagi dalam 4 kategori, yakni: 1. Kategori A Safety problem 2. Kategori B Outage problem 3. Kategori C Economic problem 4. Kategori D Hidden failure Universitas Sumatera Utara Pada Gambar 3.1. dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic Tree Analysis LTA. Pada kondisi normal, apakah operator mengetahui sesuatu telah terjadi? Evident Apakah mode kegagalan dapat menyebabkan masalah keselamatan? Safety Safety Problem Apakah mode kegagalan menyebabkan sebagian seluruh sistem berhenti? Outage Outage Problem Kecil kemungkinan economic problem Hidden Failure A B C Ya Tidak Ya Tidak Ya D Apakah mode kegagalan dapat menyebabkan masalah keselamatan? Safety Problem Apakah mode kegagalan menyebabkan sebagian seluruh sistem berhenti? Outage Problem Kecil kemungkinan economic problem DA DB DC Tidak Ya Ya Tidak Tidak Gambar 3.1. Struktur Pertanyaan LTA 11 8. Pemilihan Kegiatan Tugas yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat berikut: a. Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi. b. Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling efektif diantara kandidat lainnya. 11 Smith, Anthony M, Glenn R. Hinchcliffe. 2003. RCM- Gateway to World Class Maintenance. New York : Elseiver. Universitas Sumatera Utara Apakah hubungan kerusakan dengan umur reliabilitas diketahui? Apakah tindakan TD bisa digunakan? Tentukan tindakan CD Apakah tindakan CD dapat digunakan? Apakah termasuk mode kerusakan D? Tentukan tindakan TD Apakah tindakan FF yang dapat digunakan? Tentukan tindakan FF Apakah tindakan yang dipilih efektif? Dapatkah modifikasi menghilangkan mode kerusakan? Lakukan modifikasi Terima resiko kerusakan Tentukan tindakan TDCD Ya Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ya 6 1 2 3 4 5 7 Gambar 3.2. Road Map Pemilihan Tindakan 12 12 John Moubray. 1992. Reliability Centered Maintenance Second Edition. Industrial Press. Universitas Sumatera Utara Pada Gambar 3.2. berikut dapat dilihat Road map pemilihan tindakan dengan pendekatan Reliability Centered Maintenance RCM. Tindakan perawatan terbagi menjadi 3 jenis yaitu: 1. Condition Directed C.D, tindakan yang diambil yang bertujuan untuk mendeteksi kerusakan dengan cara visual inspection, memeriksa alat, serta memonitoring sejumlah data yang ada. Apabila ada pendeteksian ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau penggantian komponen. 2. Time Directed T.D, tindakan yang bertujuan untuk melakukan pencegahan langsung terhadap sumber kerusakan yang didasarkan pada waktu atau umur komponen. 3. Finding Failure F.F, tindakan yang diambil dengan tujuan untuk menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan berkala.

3.3. Keandalan

Dokumen yang terkait

Pengembangan Sistem Pemeliharaan Mesin Dengan Pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM) dan Failure And Mode Effect Analysis (FMEA) Pada Pabrik Kertas Rokok PT. Pusaka Prima Mandiri

11 150 124

Pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM) Untuk Merencanakan Kegiatan Perawatan Mesin Di PT. SMART, TBK

18 107 121

Perancangan Preventive Maintenance Berdasarkan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) pada PT. Sinar Sosro

47 151 150

Perencanaan Pemeliharaan Paper Machine dengan Basis RCM (Reliability Centered Maintenance) Di PT.PDM Indonesia

13 90 170

Perencanaan Perawatan Mesin dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) pada PT. Sumatera Timberindo Industry

7 103 57

PERANCANGAN MAINTENANCE YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) PADA MESIN KILN

5 20 1

Perancangan Preventive Maintenance Dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) dan Fault Tree Analysis (FTA) Pada PT. Pusaka Prima Mandiri

4 9 20

Perancangan Preventive Maintenance Dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) dan Fault Tree Analysis (FTA) Pada PT. Pusaka Prima Mandiri

0 0 1

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Perancangan Preventive Maintenance dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) dengan Mengaplikasikan Grey FMEA pada PT. Kharisma Abadi Sejati

0 2 23

Perancangan Preventive Maintenance dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) dengan Mengaplikasikan Grey FMEA pada PT. Kharisma Abadi Sejati

0 2 14