Sarana dan Prasarana Bagi Penumpang dan Perusahaan Angkutan Udara

BAB III PERSYARATAN PESAWAT ANGKUTAN UDARA UNTUK MEMBERI

PERLINDUNGAN TERHADAP PENUMPANG

A. Sarana dan Prasarana Bagi Penumpang dan Perusahaan Angkutan Udara

Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat media untuk mencapai maksud dan tujuan dari suatu proses produksi 72 , misalnya untuk membangun sebuah gedung diperlukan sarana berupa modal, pekerja, traktor atau alat-alat berat, batu, tanah, pasir, semen, dan lain-lain. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai penunjang utama terselenggaranya suatu proses produksi, misalnya jalan dan angkutan merupakan prasarana penting dalam pembangunan suatu daerah. 73 Makna penumpang, kargo, danatau pos, baik di dalam UU Penerbangan, PP Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, PP Nomor 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan, Kepmenhub Nomor KM 11 Tahun 2010 Regulasi di bidang penerbangan tidak menyebutkan pengertian tentang penumpang, tetapi bila diperhatikan makna dari pasal-pasal misalnya Pasal 1 angka 13 UU Penerbangan menggunakan redaksional “…penumpang, kargo, danatau pos…”, Pasal 1 angka 9 PP Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan menggunakan redaksional “…naik turun penumpang, danatau bongkar muat kargo danatau pos…”, sehingga dari redaksinoal tersebut dapat diterjemahkan bahwa pengertian penumpang adalah menyatakan orang atau manusia, sedangkan kargo danatau pos dimaksud adalah barang selain orang. 72 http:kbbi.web.idsarana, diakses tanggal 8 Januari 2015, pengertian sarana yang dipublikasikan pada website Kamus Besar Basaha Indonesia KBBI versi online. 73 http:kbbi.web.idprasarana, Ibid. Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, Kepmenhub Nomor KM 48 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Bandar Udara, juga mengatakan bahwa makna penumpang menunjukkan kepada orang atau manusia sebagai penumpang pesawat angkutan udara terutama penumpang untuk pesawat udara sipil atau pesawat udara komersil. Sarana dan prasarana bagi penumpang dan perusahaan angkutan udara berarti segala sesuatu alat media yang digunakan dan termasuk segala sesuatu yang digunakan sebagai penunjang, baik yang digunakan oleh para penumpang maupun yang digunakan oleh perusahaan angkutan udara dalam rangka penyelenggaraan penerbangan yang efisien dan efektif serta memberikan rasa aman, nyaman, dan keselamatan dalam penerbangan. Kombinasi antara sarana dan prasarana yang diperlukan oleh para penumpang maupun perusahaan angkutan udara lebih tepatnya dikatakan sebagai kebandarudaraan, sebab menurut regulasi di bidang penerbangan istilah kebandarudaraan diartikan sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan penerbangan. Pengertian kebandarudaraan dapat dijumpai pada Pasal 1 angka 31 UU Penerbangan, Pasal 1 angka 2 PP Nomor 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan, Pasal 1 angka 2 Kepmenhub Nomor: KM 11 Tahun 2010 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, dan Pasal 1 angka 2 Kepmenhub Nomor KM 48 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Bandar Udara. Pengertian kebandarudaraan dalam regulasi tersebut adalah: Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo danatau pos, tempat perpindahan intra danatau antarmoda serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. Dari pengertian kebandarudaraan tersebut di atas tersimpul suatu makna saran dan prasarana yang berkaitan dengan penyelenggaraan penerbangan, namun dalam sub bab ini yang akan dibahas adalah hanya sarana dan prasarana yang diperlukan para penumpang dan perusahaan angkutan udara, sebagai faktor utama dan penunjang penyelenggaraan kegiatan penerbangan guna memberikan rasa aman, nyaman, dan keselamatan bagi para penumpang angkutan udara. Apa saja sarana dan prasarana yang sangat penting untuk diperlukan bagi para penumpang angkutan udara, menjadi topik dalam kajian ini. Beberapa sarana dan prasarana yang diwajibkan harus ada dan disediakan di dalam pesawat terbang bagi para penumpang angkutan udara dalam penerbangan, antara lain: tempat duduk, sabuk pengaman, tali pengaman punggung, sistem penahan anak, pintu darurat, pelampung, dan oksigen. Ketentuan mengenai persyaratan tempat duduk, sabuk pengaman, tali pengaman punggung, sistem penahan anak pintu darurat, pelampung, dan oksigen merupakan syarat wajib yang telah diatur di dalam Permenhub Nomor: PM 28 Tahun 2013 yaitu pada Sub Bagian K Seksi 121.311 Permenhub ini. Berdasarkan ketentuan ini tidak seorangpun dapat mengoperasikan pesawat kecuali selama lepas landas, terbang jelajah, dan mendarat terdapat: 74 1. Tempat duduk yang disetujui atau tempat tidur bagi tiap orang dalam pesawat yang telah mencapai usia dua tahun; dan 74 Sub Bagian K Seksi 121.311 huruf a Permenhub Nomor: PM 28 Tahun 2013 Tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 121 Civil Aviation Safety Regulation Part 121 Tentang Persyaratan-Persyaratan Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan Angkutan Udara Yang Melakukan Penerbangan Dalam Negeri, Internasional dan Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal Certification and Operating Requirements: Domestic, Flag, and Supplemental Air Carriers. 2. Sabuk keselamatan yang disetujui untuk penggunaan terpisah oleh tiap orang dalam pesawat yang telah mencapai usia dua tahun, kecuali dua orang yang menempati tempat tidur dapat menggunakan satu sabuk keselamatan bersama dan dua orang yang menempati kursi panjang atau tempat duduk divan dapat menggunakan satu sabuk keselamatan bersama-sama hanya pada terbang jelajah. Setiap orang dalam pesawat yang dioperasikan harus menggunakan tempat duduk atau tempat tidur yang diizinkan dengan sabuk keselamatan terpisah yang terpasang dengan tepat disekitarnya selama pergerakan pada permukaan, untuk lepas landas dan untuk mendarat. Sabuk keselamatan yang diberikan untuk tempat duduk penumpang tidak boleh digunakan oleh lebih dari satu orang yang telah mencapai usia dua tahun. 75 Pesawat angkutan udara juga diwajibkan menggunakan sistim penahan anak. Sistem penahan tersebut harus diamankan dengan tepat pada tempat duduk atau tempat tidur yang menghadap ke depan dan anak tersebut harus diamankan dengan tepat dalam sistem penahan tersebut dan tidak boleh melebihi batas bobot yang ditentukan bagi sistem penahan tersebut. 76 Setiap pemakai tempat duduk yang dilengkapi dengan tali pengaman punggung atau dengan kombinasi sabuk keselamatan dan pengaman punggung harus diamankan dengan tepat di sekitar pemakai tersebut selama lepas landas dan mendarat, kecuali tali pengaman punggung tersebut tidak digabungkan dengan sabuk keselamatan dapat tidak dikencangkan jika pemakai tersebut tidak dapat melakukan tugas-tugas yang dipersyaratkan dengan tali pengaman punggung terpasang. 77 Pada setiap tempat duduk yang tidak ditempati sabuk keselamatan dan tali pengaman punggung, jika dipasang, harus diamankan sehingga tidak mengganggu 75 Ibid., huruf b. 76 Ibid. 77 Ibid., huruf h. awak pesawat dalam melaksanakan tugas-tugas mereka atau dapat mengganggu jalan keluar penumpang dalam kondisi darurat. 78 Berdasarkan ketentuan Sub Bagian K Seksi 121.311 Permenhub ini sangat jelas diatur mengenai kewajiban pesawat angkutan udara untuk memenuhi persyaratan fasilitas tempat duduk, sabuk pengaman, tali pengaman punggung, sistem penahan anak, pintu darurat bagi panumpang. Sarana dan prasarana ini menjadi bagian inti di dalam kenyamanan, keamanan, dan keselamatan para penumpang angkutan udara. 79 Mengenai persyaratan wajb bagi memiliki pelampung di dalam pesawat angkutan udara diatur di dalam Seksi 121.291 huruf b Permenhub Nomor: PM 28 Tahun 2013 merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan angkutan udara untuk menyediakan pelampung di dalam pesawat bil terjadi pendaratan darurat pesawat di air atau di laut. Kemudian pada Seksi 121.327 huruf a Permenhub Nomor: PM 28 Tahun 2013 menentukan tidak seorangpun dapat mengoperasikan pesawat kecuali Fasilitas selanjutnya adalah pintu darurat. Menurut Seksi 121.313 Permenhub Nomor: PM 28 Tahun 2013 mewajibkan pintu darurat di dalam pesawat, tidak seorangpun bisa menerbangkan pesawat tanpa ada memiliki pintu darurat. Pada Seksi 121.310 Permenhub ini, setiap pintu darurat penumpang, peralatan untuk aksesnya, dan peralatan pembukanya harus diberikan tanda dengan jelas. Identitas dan lokasi tiap pintu darurat penumpang harus dikenali dari kejauhan yang setara dengan lebar kabin. Lokasi setiap pintu darurat penumpang harus diindikasikan dengan tanda yang terlihat oleh penumpang yang mendekati di sepanjang lorong penumpang utama. 78 Ibid., huruf i. 79 http:ilmuterbang.comartikel-mainmenu-29teori-penerbangan-mainmenu-68628- memahami-demo-keselamatan-di-dalam-kabin-pesawat-udara, diakses tanggal 9 Januari 2015, artikel yang ditulis oleh Tilim Tjuatja berjudul “Memahami Demo Keselamatan di Dalam Kabin Pesawat”, dipublikasikan di website ilmuterbang.com, pada tanggal 6 Mei 2012. dilengkapi tambahan oksigen yang tersedia di dalam pesawat. Jumlah oksigen tambahan yang dipersyaratkan untuk operasi pesawat ditentukan atas dasar ketinggian terbang dan lama terbang. Beberapa catatan yang menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang antara lain: 80 1. Faktor pertama yang disebut dengan last defense failure yaitu metode kerja atau sistim peralatan yang telah disusun demikian rupa guna mencegah terjadinya kecelakaan pesawat tidak dijalankan secara disiplin. 2. Faktor kedua adalah front line failures, pelatihan yang berkesinambungan akan mampu mengendalikan peralatan kerja pesawat dalam situasi rutin atau kondisi darurat secara handal. Kelalaian menjalankan tugas secara baik dan benar dapat dimasukkan pada kategori ini. Hal yang sama berlaku untuk para petugas lapangan yang lain, misalnya awak kabin, petugas lalu lintas udara, petugas check in counter, petugas muatan, petugas pemberangkatan pesawat, dan lain-lain. 3. Faktor ketiga adalah predetermine contributing factors, yaitu situasi atau kondisi yang kurang menguntungkan dalam rangka pengoperasian pesawat terbang secara aman. Misalnya prosedur yang kurang lengkap, cuaca buruk, informasi cuaca yang kurang akurat, fasilitas bandar udara, kerusakan salah satu sistim atau peralatan pesawat terbang, mengantuk, tekanan mental, masalah rumah tangga, kurang pengalaman, narkotika, dan lain-lain. 4. Faktor keempat adalah supervisory failures, yaitu kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh manajemen atau para atasan langsung. Hal mana berlaku pula untuk para atasan pada setiap elemen sistim keselamatan dan keamanan penerbangan. Misalnya lemahnya fungsi control, memberikan perintah yang melanggar ketentuan penerbangan, pelatihan yang kurang memenuhi persyaratan, kurang kompeten pada bidang kerjanya, dan lain-lain. 5. Faktor kelima adalah top management failures, yaitu kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh top management atau para atasan tertinggi dalam tiap elemen sistim keselamatan dan keamanan penerbangan dalam menentukan kebijakan tertinggi. Misalnya jika menyangkut otoritas penerbangan sipil maka faktor ini dapat dikelompokkan dari para kepala bidang, direktorat, direktur jenderal, menteri bahkan Presiden. Jika di dalam elemen maskapai maka termasuk CEO, direktur, kepala dinas, dan lain-lain. Kelalaian yang umumnya terjadi adalah ketidaksesuaian pada lokasi anggaran kerja, kebijakan awal, pemotongan biaya perawatan, pemotongan biaya pelatihan, bahkan rendahnya komitmen terhadap aspek keselamatan dan keamanan 80 http:www.academia.edu8430152Sistim_Keselamatan_dan_Keamanan_Transportasi_Ud ara, diakses tanggal 9 Januari 2015, artikel yang ditulis oleh Fathur Rahmawati berjudul “Sistem Keselamatan dan Keamanan Transportasi Udara”, dipublikiasikan di website academia.edu, pada tanggal 27 Oktober 2013. secara umum sebagai kurangnya pengetahuan atau wujud kekurangnya kepedulian, dan lain-lain. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka sedikit banyaknya sarana dan parasarana yang seharusnya disediakan oleh perusahaan maskapi penerbangan bagi para penumpang juga turut sebagai faktor mengakibatkan ketidaknyamanan para penumpang. Bagi para penumpang yang paling penting baginya dalam penggunaan angkutan udara dari semua sarana dan prasarana yang ada adalah bahwa dari fasilitas itu harus memberikan rasa aman dan nyaman dalam penerbangan. Memang harus diakui tidak ada satu orang pun, baik dari penumpang maupun dari perusahaan maskapi penerbangan yang menghendaki kecelakaan pesawat yang ditumpangi, tetapi dengan adanya sarana dan parasarana dimaksudkan dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan pesawat udara. Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat suatu motif yang berbeda walaupun tidak persis berbeda, antara maksud dan tujuan penumpang angkutan udara dengan maksud dan tujuan perusahaan angkutan udara. Perbedaan itu mudah untuk dicermati walaupun sulit untuk dibuktikan faktanya, kecuali melalui identifikasi yang mendalam. Satu asumsi tentang perbedaan itu bagi para penumpang yang penting adalah sampai dan selamat di tujuan, sedangkan bagi perusahaan angkutan udara selain menghendaki keselamatan bagi para penumpangnya juga memiliki maksud dan tujuan untuk mengejar profit keuntungan, namanya juga perusahaan angkutan udara, sudah pasti tujuannya adalah mencari untung yang besar. Kalau perusahaan maskapi penerbangan berupaya ingin mencari untung dari bisnis penerbangannya, lalu permasalahannya adalah bagaimana dengan sarana dan prasarana pelayanan yang seharusnya diberikan kepada para penumpang, tentu menjadi tugas dan tanggung jawab besar bagi perusahaan penerbangan. Ketika seseorang penumpang menggunakan pesawat angkutan udara untuk bepergian seolah sudah pasrah dengan semua kondisi elemen pesawat, termasuk cuaca sekitarnya, penumpang tidak tahu apakah mesin dan lemen-elemen pesawat yang ditumpanginya terawat dengan baik dan cuaca cukup mengizinkan. Seharusnya ada keseimbangan antara kepentingan perusahaan mengejar untung dengan kewajiban perusahaan melakukan perawatan terhadap kondisi mesin dan elemen-elemen pesawat terbang serta tingkat kepatuhan perusahaan tersebut terhadap regulasi penerbangan. Dalam kondisi demikian, pihak perusahaan sesungguhnya lebih mengetahui kondisi kemampuan pesawatnya termasuk kemampuan profesionalitas para pilotnya dan kondisi cuaca yang menizinkan. Ketentuan standar kelayakan pesawat angkutan udara yang diwajibkan di dalam regulasi di bidang penerbangan harus dipatuhi secara sungguh-sungguh dengan tanggung jawab moral yang tinggi. Rute-rute penerbangan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah bersama Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika BMKG juga harus dipedomani, karena bila ada perusahaan angkutan udara yang melakukan penerbangan dengan rute illegal, maka motifnya tidak lagi mengutamakan keselamatan penumpang tetapi lebih kepada mengejar keuntungan finansial semata.

B. Kelaikudaraan Pesawat Angkutan Udara Sebagai Bentuk Perlindungan