Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa tiket pesawat angkutan udara termasuk sebagai bentuk perjanjian berdasarkan UU Penerbangan, namun demi
hukum mencantumkan klausula baku seperti dalam tiket pesawat adalah dilarang, tetapi berdasarkan asas kebiasaan dan kepatutan, hal demikian itu sudah menjadi hal
yang biasa dan patut. Jadi sah-sah saja perusahaan angkutan udara mencantumkan kluasula baku dalam tiket pesawat, namun dalam pencantuman klausula baku
tersebut tidak boleh mengandung klausula pengalihan tanggung jawab, atau mengurangi tanggung jawab, atau bakan meniadakan tanggung jawab dari pihak
perusahaan.
B. Hak-Hak dan Kewajiban Penumpang Angkutan Udara serta Hak dan
Kewajiban Perusahaan Pesawat Angkutan Udara
Hak-hak penumpang dan hak-hak perusahaan angkutan udara terdapat di dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan UU Penerbangan. Hak-hak
penumpang angkutan udara dapat dilihat dari ketentuan di dalam UU Penerbangan. Hak-hak penumpang angkutan udara antara lain berhak memperoleh rasa nyaman,
aman, dan selamat dari bahaya penerbangan. Oleh sebab itu menjadi kewajiban perusahaan angkutan udara untuk memenuhi standar kelayakan pesawat udara dalam
rangka meminimalisir bahaya kecelakaan pesawat angkutan udara yang dapat membahayakan keselamatan para penumpang.
Penumpang angkutan udara juga berhak untuk memilih maskapi penerbangan yang akan ditumpanginya sehingga tidak ada suatu paksaan untuk menumpang pada
suatu maskapi penerbangan tertentu. Bagi penumpang angkutan udara juga berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
danatau jasa serta pelayanan dari perusahaan angkutan udara tentang segala hal yang berkaitan dengan hak-hak penumpang.
Penumpang angkutan udara berhak untuk didengar pendapatnya dan keluhannya pelayanan jasa angkutan udara yang digunakan, termasuk hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, berhak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif. berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, misalnya dalam hal terjadinya kecelakaan pesawat.
Kewajiban bagi penumpang angkutan udara adalah wajib membaca petunjuk, mengikuti petunjuk dalam Standar Operasional Pelayanan SOP penerbangan yang
berlaku pada perusahaan angkutan udara, sebab SOP yang sudah ada, sudah menjadi standar pelayanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam
rangka demi keamanan dan keselamatan para penumpang. Panumpang angkutan udara wajib membayar kewajibannya yaitu berupa ongkos pesawat yang ditumpangi
sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati di dalam tiket pesawat. Pada satu sisi terdapat kewajiban perusahaan pengangkut udara sesuai Pasal
15 UU Penerbangan yaitu diwajibkan memiliki sertifikat atas pesawat udara, mesin pesawat udara, atau baling-baling pesawat terbang yang digunakan sesuai dengan
rancang bangun. Pada sisi lain dari ketentuan ini mengandung hak bagi para penumpang angkutan udara yaitu hak untuk emperoleh rasa nyaman, aman, dan
perlindungan atas tersertifikasinya pesawat udara yang ditumpangi. Konsekuensi lain
dari tidak terpenuhinya sertifikat pesawat udara, dapat menimbulkan persoalan bagi para penumpang karena pesawat udra tersebut tidak sesuai standar kelaikudaraan.
Pada prinsipnya sertifikat dimaksudkan adalah untuk memenuhi standar kelaikudaraan pesawat pengangkut, baik standar pesawat udaranya, mesin pesawat
udara, dan baling-baling maupun sayap pesawat terbang harus sesuai dengan standar kelaikudaraan. Persyaratan wajib ini dilakukan untuk mengutamakan keselamatan
bagi para penumpang pesawat angkutan udara dari kemungkinan-kemungkinan kecelakaan pesawat angkutan udara.
Kewajiban perusahaan pengangkut udara yang terdapat di dalam Pasal 46 jo Pasal 47 UU Penerbangan menegaskan kepada perusahaan pengangkut udara wajib
melaksanakan perawatan pesawat udara yang digunakan, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang, dan komponennya untuk mempertahankan keandalan
dan kelaikudaraan secara berkelanjutan. Ketentuan ini pada sisi lain mengandung hak bagi para penumpang yaitu dengan perawatan mesin pesawat tersebut secara tidak
langsung dapat memebrikan hak-hak keselamatan dan rasa nyaman bagi penumpang. Pasal 140 UU Penerbangan mengatur tentang tanggung jawab pengangkut
yaitu bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat
danatau naik turun pesawat udara. Norma di balik ketentuan ini mengandung hak bagi para penumpang pesawat angkutan udara yaitu berhak memperoleh ganti
kerugian, termasuk hak bagi ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian
tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Berdasarkan Pasal 142 UU Penerbangan, kewajiban pengangkut menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, tetapi apabila calon penumpang
yang sakit tersebut dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada perusahaan pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan
pesawat udara, maka perusahaan pengangkut wajib mengangkut calon penumpang yang dimaksud. Sehingga di dalam ketentuan ini terdapat hak dan kewajiban bagi
masing-masing perusahaan angkutan udara dan penumpang. Pada Pasal 134 UU Penerbangan terdapat hak-hak bagi para penumpang
khususnya untuk penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, danatau orang sakit. Penyandang cacat, orang lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 dua belas tahun,
danatau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga. Pelayanan berupa perlakuan dan
fasilitas khusus tersebut paling sedikit meliputi: 1.
Pemberian prioritas tambahan tempat duduk; 2.
Penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara; 3.
Penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara; 4.
Sarana bantu bagi orang sakit; 5.
Penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara; 6.
Tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, danatau orang sakit; dan
7. Tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan
bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit.
Sesuai Pasal 134 ayat 3 UU Penerbangan, pemberian perlakuan dan fasilitas khusus untuk penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, danatau orang sakit tidak
dipungut biaya tambahan. Pada kenyataannya hak-hak demikian kadang-kadang lebih sering diabaikan oleh maskapi penerbangan, tetapi pelayanan khusus tersebut
dapat pula dirasakan ketika misalnya perlakuan khusus kepada calon penumpang
yang sakit diberikan kursi roda dan bahkan dipandu sendiri oleh salah seorang dari petugas perusahaan angkutan udara.
Kewajiban penumpang sesuai Pasal 126 UU Penerbangan adalah membayar tarif angkutan udara. Tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri terdiri atas
tarif angkutan penumpang dan tarif angkutan kargo. Tarif angkutan penumpang terdiri atas golongan tarif pelayanan kelas ekonomi dan non-ekonomi. Tarif
penumpang pelayanan kelas ekonomi dihitung berdasarkan komponen: a. tarif jarak; b. pajak; c. iuran wajib asuransi; dan d. biaya tambahan surcharge.
Kewajiban perusahaan pengangkut udara sesuai Pasal 15 UU Penerbangan adalah perusahaan pengangkut diwajibkan memiliki sertifikat atas pesawat udara,
mesin pesawat udara, atau baling-baling pesawat terbang yang digunakan sesuai dengan rancang bangun. Sertifikat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan
kesesuaian terhadap standar kelaikudaraan rancang bangun initial airworthiness dan telah memenuhi uji tipe.
Termasuk setiap pesawat udara, mesin pesawat udara, dan baling-baling pesawat terbang yang dirancang dan diproduksi di luar negeri dan diimpor ke
Indonesia harus mendapat sertifikat validasi tipe. Sertifikasi validasi tipe dilaksanakan berdasarkan perjanjian antar negara di bidang kelaikudaraan dan
diberikan kepada perusahaan pengangkut setelah lulus pemeriksaan dan pengujian. Sertifikat dimaksudkan adalah untuk memenuhi standar kelaikudaraan
pesawat pengangkut, baik standar pesawat udaranya, mesin pesawat udara, dan baling-baling maupun sayap pesawat terbang harus sesuai dengan standar
kelaikudaraan. Persyaratan wajib ini dilakukan untuk mengutamakan keselamatan
bagi para penumpang pesawat angkutan udara dari kemungkinan-kemungkinan kecelakaan pesawat angkutan udara.
Kewajiban memenuhi kelaikudaraan dipertegas di dalam Pasal 34 UU Penerbangan yang menegaskan bagi setiap pesawat udara yang dioperasikan wajib
memenuhi standar kelaikudaraan. Pesawat udara yang telah memenuhi standar kelaikudaraan diberi sertifikat kelaikudaraan dapat berupa a. sertifikat kelaikudaraan
standar; dan b. sertifikat kelaikudaraan khusus. Sertifikat ini diberikan kepada perusahaan pengangkut setelah lulus pemeriksaan dan pengujian kelaikudaraan.
Kewajiban perusahaan pengangkut udara juga terdapat di dalam Pasal 46 jo Pasal 47 UU Penerbangan. Kewajiban tersebut menegaskan kepada perusahaan
pengangkut udara wajib melaksanakan perawatan pesawat udara yang digunakan. Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib merawat pesawat udara,
mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang, dan komponennya untuk mempertahankan keandalan dan kelaikudaraan secara berkelanjutan.
Sesuai Pasal 47 UU Penerbangan, perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang dan komponennya dapat dilakukan oleh:
1. Perusahaan angkutan udara yang telah memiliki sertifikat operator pesawat
udara; 2.
Badan hukum organisasi perawatan pesawat udara yang telah memiliki sertifikat organisasi perawatan pesawat udara approved maintenance
organization; atau 3.
Personel ahli perawatan pesawat udara yang telah memiliki lisensi ahli perawatan pesawat udara aircraft maintenance engineer license.
Perusahaan angkutan udara dalam melaksanakan perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang, dan komponennya harus
membuat program perawatan pesawat udara yang disahkan oleh Menteri Perhubungan. Ketentuan ini mewajibkan bagi perusahaan angkutan udara untuk
melakukan perawatan terhadap pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang, dan komponennya dalam rangka memberikan perlindungan kepada
para penumpang. Perusahaan angkutan udara diwajibkan menerbangkan atau mendarat hanya
di bandar udara yang sudah ditetapkan untuk itu. Kewajiban ini terdapat di dalam Pasal 52 UU Penerbangan, tetapi ketentuan kewajiban ini tidak berlaku untuk
pendaratan darurat. Setiap orang dan atau perusahaan angkutan udara yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan; b.
pembekuan sertifikat; danatau c. pencabutan sertifikat. Apabila pesawat udara yang melanggar bandar udara negara Indonesia
berasal dari negara asing, maka dikenakan sanksi berupa denda administratif. Ketentuan kewajiban mengenai denda bagi perusahaan angkutan udara asing
ditegaskan di dalam Pasal 94 jo Pasal 95 UU Penerbangan. Besaran denda administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
31
31
Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan.
Kewajiban perusahaan angkutan udara terkait masalah izin. Ketentuan izin bagi angkutan udara niaga diatur di dalam Pasal 108, Pasal 109, Pasal 110, Pasal
111, dan Pasal 112 UU Penerbangan. Izin usaha angkutan udara niaga berlaku selama pemegang izin masih menjalankan kegiatan angkutan udara secara nyata
dengan terus menerus mengoperasikan pesawat udara sesuai dengan izin yang diberikan dan izin tersebut harus dievaluasi setiap tahun.
Perusahaan pengangkut juga diwajibkan mendaftarkan pesawat udara yang dioperasikannya pada perusahaan asuransi. Hal ini diatur di dalam Pasal 62 UU
Penerbangan yang mewajibkan bagi perusahaan angkutan udara mengasuransikan: 1.
Pesawat udara yang dioperasikan; 2.
Personel pesawat udara yang dioperasikan; 3.
Tanggung jawab kerugian pihak kedua; 4.
Tanggung jawab kerugian pihak ketiga; dan 5.
Kegiatan investigasi insiden dan kecelakaan pesawat udara. Setiap orang atau perusahaan angkutan udara yang melanggar ketentuan Pasal
62 UU Penerbangan ini akan dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan; b. pembekuan sertifikat; danatau c. pencabutan sertifikat. Ketentuan lebih lanjut
mengenai wajib asuransi dalam pengoperasian pesawat udara dan pemberian sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri Perhubungan.
Pasal 140 UU Penerbangan mengatur tentang tanggung jawab pengangkut. Tanggung jawab berlaku bagi perusahaan pengangkut udara dapat dibuktikan dengan
adanya tiket penumpang atau dokumen muatan. Menurut Pasal 141 UU Penerbangan, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang
meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat danatau naik turun pesawat udara.
Berdasarkan ketentuan ini berarti apabila kerugian itu timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, maka
pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung
jawabnya. Pada satu sisi perusahaan pengangkut udara bertanggung jawab atas
kerugian yang dialami oleh penumpang, sementara di sisi lain terdapat hak bagi para penumpang untuk memperoleh ganti kerugian, termasuk hak bagi ahli waris atau
korban sebagai akibat kejadian angkutan udara dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang
telah ditetapkan. Berdasarkan Pasal 142 UU Penerbangan, pengangkut tidak bertanggung
jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada pengangkut yang menyatakan
bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara. Ketentuan ini merupakan hak bagi perusahaan pengangkut untuk menolak calon penumpang yang
sakit kecuali dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara.
Oleh sebab itu penumpang yang sakit wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan
berlangsung atau setidak-tidaknya ada surat dokter yang menyatakan penumpang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara.
Pemenuhan standar kelaikudaraan adalah kewajiban bagi perusahaan angkutan udara. Apabila kewajiban dalam memenuhi standar kelaikudaraan telah
terpenuhi maka perusahaan penerbangan berhak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa
yang diperdagangkan. Walaupun pihak perusahaan angkutan udara menempati posisi tawar yang
kuat dalam hubungannya dengan penumpang, tetapi perusahaan angkutan udara juga memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi oleh para penumpang, antara lain berhak atas
pembayaran dari penjualan tiket sesuai dengan kesepakatan harga tiket yang berlaku, berhak memperoleh perlindungan hukum dari tindakan penumpang angkutan udara
yang beritikad tidak baik seperti bahaya-bahaya terorisme dan lain-lain. Perusahaan angkutan udara juga berhak untuk melakukan pembelaan diri
sepatunya di dalam penyelesaian hukum sengketa dengan para penumpang. Perusahaan angkutan udara berhak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti
secara hukum bahwa kerugian penumpang tidak diakibatkan dari pelayanan maskapi penerbangan, tetapi disebabkan oleh faktor lain selain daripada kesalahan perusahaan
angkutan udara. Memenuhi kewajibannya berarti perusahaan angkutan udara tersebut
melaksanakan itikad baik dalam memenuhi standar kelayakan armada. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya di bidang penerbangan dapat diaktualisasikan
oleh pihak perusahaan dengan cara memberikan perawatan terhadap pesawat dengan baik, dan memberikan pelayanan kepada para penumpang tanpa membuat spekulasi-
spekulasi dalam memperoleh hak-hak penumpang. Itikad baik menurut Munir Fuady membutuhkan kepercayaan fiduciary,
menghendaki kepedulian care, loyalitas loyality, kejujuran honesty, keterampilan skill dalam derajat atau standar yang tinggi.
32
32
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010, hal. 33-34.
Pada kasus-kasus tertentu sering dipersoalkan dalam gugatan konsumen yaitu masalah itikad tidak baik
dari pelaku usaha. Itikad baik pelaku usaha merupakan suatu kewajiban. Jika pelaku usaha terbukti tidak beritikad baik, maka ia telah melanggar kewajibannya.
Itikad baik menjadi kewajiban bagi perusahaan angkutan udara dalam setiap jasa pelayanan yang diberikan kepada para penumpang harus benar-benar jujur dan
tidak spekulatif demi keuntungan semata. Perusahaan pengangkutan udara wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang danatau jasa serta memberikan penjelasan kepada para penumpang tentang hak-haknya.
Memperlakukan atau melayani penumpang secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Memberi kesempatan yang sama kepada para penumpang dalam
memperoleh hak-haknya. Menjamin mutu pelayanan berdasarkan ketentuan standar mutu pelayanan yang berlaku. Memberikan kompensasi, ganti rugi danatau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan jasa pelayanan angkutan udara kepada para penumpang.
Perlindungan penumpang angkutan udara pada dasarnya membicarakan soal kepentingan hukum. Bagaimana hak-hak dan kewajiban penumpang angkutan udara
maupun pihak perusahaan angkutan udara diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana pula penegakannya dalam praktik. Hukum perlindungan konsumen harus
dimaknai sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban penumpang angkutan udara dan perusahaan angkutan udara
yang timbul dalam usahanya dalam memenuhi kebutuhan masing-masing subjek hukum.
33
33
Janus Sidabalok, Op. cit., hal. 46.
C. Prinsip-Prinsip Perlindungan Terhadap Penumpang Angkutan Udara