Garuda Indonesia menggabungkan keramahtamahan dan suasana khas Indonesia, yang berakar pada budaya bangsa.
107
Visi Perusahaan: Menjadi perusahaan penerbangan yang handal dengan menawarkan layanan yang berkualitas kepada masyarakat dunia menggunakan
keramahan Indonesia. Misi Perusahaan: Sebagai perusahan penerbangan pembawa bendera bangsa Indonesia yang mempromosikan Indonesia kepada dunia guna
menunjang pembangunan ekonomi nasional dengan memberikan pelayanan yang profesional.
Logo yang digunakan Garuda Indonesia sekaligus menunjukkan identitas bangsa Indonesia dalam dunia penerbangan. Sehingga logo yang digunanakn Garuda
Indonesia saat ini adalah seperti yang tertera pada lampiran gambar 5.
108
B. Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Dalam Penerbangan
Domestik
Perlindungan hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengordinasikan berbagai kepentingan di dalam masyarakat, dengan cara membatasi kepentingan itu.
Harus diakui bahwa pada prinsipnya dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan pihak tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara
membatasi kepentingan di lain pihak.
109
Pembatasan hak di satu pihak untuk memberikan hak di lain pihak semata- mata bertujuan untuk menjaga semua kepentingan dapat berinteraksi antara satu
107
Aditya A. Aditama, dkk., Op. cit., hal. 10.
108
https:www.garuda-indonesia.comididcorporate-partnerscompany-profilecompany- vision-missionindex.page?, diakses tanggal 10 Januari 2015, artikel yang dipublikasikan di website
resmi PT. Garuda Indonesia Airlines berjudul “Visi dan Misi Perusahaan”.
109
Muhammad Syaifuddin, Menggagas Hukum Humanistis-Komersial: Upaya Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Kurang dan Tidak Mampu atas Pelayanan Kesehatan di Rumah sakit Swasta
berbadan Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Bayu Media Publishing, 2009, hal. 16.
sama lain dengan baik dan produktif,
110
itulah sebabnya instrumen hukum sangat diperlukan dalam rangka untuk menjaga agar suatu golongan dalam masyarakat tidak
selalu dikalahkan oleh orang lain.
111
Melaksanakan perlindungan hukum berarti harus ada kepentingan pihak lain dibatasi untuk melaksanakan kepentingan di lain pihak. Perlindungan hukum
menghadirkan keharusan pada diri sejumlah subjek hukum untuk segera memperoleh sejumlah sumber daya, guna kelangsungan eksistensi subjek hukum yang dijamin
dan dilindungi oleh hukum.
112
Beberapa konsep perlindungan hukum yang disebutkan di dalam regulasi penerbangan antara lain, di dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
UU Penerbangan. Pada Pasal 1 angka 49 UU Penerbangan menegaskan bahwa keamanan penerbangan adalah suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada
penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas, dan prosedur. Ketentuan ini menegaskan bahwa
perlindungan hukum diperlukan dari tindakan yang melawan hukum terhadap siapa saja yang mengganggu kegiatan penerbangan.
Konsep perlindungan hukum terhadap para penumpang angkutan udara untuk semua maskapai penerbangan adalah sama yaitu tetap berbedoman pada regulasi di
bidang penerbangan, termasuk PT. Garuda Indonesia Airlines, Tbk. Bagaimana regulasi mengatur perlindungan hukum terhadap para penumpang demi kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan para penumpang angkutan udara sesungguhnya sudah diatur sedemikian rupa di dalam perundang-undangan.
110
Satjipto Tahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, hal. 14.
111
Ibid., hal. 15.
112
Ibid., hal. 16-17.
Beberapa aspek perlindungan hukum bagi para penumpang angkutan udara secara umum antara lain adalah:
1. Aspek perlindungan keselamatan penerbangan
Tujuan utama kegiatan penerbangan komersil adalah keselamatan penerbangan. Aspek ini berkaitan erat dengan perlindungan konsumen terhadap
pengguna jasa transportasi udara. Dalam konteks ini semua perusahaan penerbangan wajib untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat mengancam
keselamatan penumpangnya, oleh karena itu setiap perusahaan penerbangan komersil dituntut untuk menyediakan armada pesawatnya yang handal dan selalu dalam
keadaan laik terbang. Persyaratan keandalan operasional pesawat udara menurut Pasal 4 ayat 2 PP
Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, meliputi persyaratan yang berkaitan dengan: standar kelaikan udara; rancang bangun pesawat
udara; pembuatan pesawat udara; perawatan pesawat udara; pengoperasian pesawat udara; standar kebisingan pesawat udara; ambang batas gas buang pesawat udara;
dan personil pesawat udara. Penetapan persyaratan keandalan operasional pesawat menurut ketentuan di
atas harus pula dilakukan dengan memperhatikan: keamanan dan keselamatan penerbangan; perkembangan teknologi; sumber daya manusia yang profesional;
ketentuan-ketentuan internasional; efektivitas dan efisiensi; dan pencegahan pencemaran lingkungan.
Penetapan standar kelaikan udara untuk pesawat udara, danatau mesin pesawat udara, danatau baling-baling pesawat terbang yang didaftarkan di
Indonesia, menurut Pasal 8 PP Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan, menentukan pula kewajiban bagi perusahaan angkutan udara agar memperhatikan sekurang-kurangnya: rancang bangun dan konstruksi;
komponen utama; instalasi tenaga penggerak; stabilitas dan kemampuan; kelelahan struktur; perlengkapan; batasan pengoperasian; sistem perawatan; dan pencegahan
pencemaran lingkungan. Keselamatan penerbangan berkaitan erat dengan fisik pesawat terbang serta
aspek pemeliharaan maintence sehingga terpenuhi persyaratan teknik penerbangan, selain itu aspek keselamatan penerbangan juga berkenaan erat dengan faktor sumber
daya manusia profesionalitas dan mutu yang terlibat dalam kegiatan penerbangan. Keselamatan penerbangan merupakan hasil keseluruhan dari kombinasi berbagai
faktor, yaitu faktor pesawat udara, personil, sarana dan prasarana penerbangan, operasinal penerbangan dan badan-badan otoritas pengatur penerbangan.
113
2. Aspek perlindungan dari keamanan penerbangan
Secara fisik aspek keamanan merupakan suatu aspek yang paling terasa oleh konsumen pengguna jasa angkutan udara di samping aspek kecelakaan pesawat
udara.
114
3. Aspek perlindungan kenyamanan selama penerbangan
Keamanan penerbangan maksudnya adalah aman dari berbagai gangguan, baik secara teknis maupun gangguan dari perampokan, perampasan dan serangan
teroris. Dalam aspek keamanan ini perusahaan penerbangan wajib menjamin keamanan selama melakukan penerbangan.
Dalam aspek perlindungan terhadap kenyamanan penumpang angkutan udara dalam penerbangan, terkandung makna bahwa perusahaan penerbangan komersil
113
E. Suherman, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara, Bandung: Alumni, 1984 hal. 169.
114
E. Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan Himpunan Makalah 1961-1995, Bandung: Mandar Madju, 2000, hal. 120.
wajib memberikan kenyamanan kepada penumpangnya. Aspek kenyamanan penerbangan berkaitan erat dengan kelangkapan pesawat udara seperti tempat duduk,
kelengkapan fasilitas, pengatur suhu udara, fasilitas Bandar udara. Hal ini berkaitan dengan sarana dan parasarana yang difasilitasi kepada para
penumpang selama dalam penerbangan. Apa saja sarana dan prasarana yang sangat penting untuk diperlukan bagi para penumpang angkutan udara. Beberapa sarana dan
prasarana yang diwajibkan harus ada dan disediakan di dalam pesawat terbang bagi para penumpang angkutan udara dalam penerbangan, antara lain: tempat duduk,
sabuk pengaman, tali pengaman punggung, sistem penahan anak, pintu darurat, pelampung, dan oksigen.
Sarana dan prasarana tersebut merupakan bagian utama yang wajib ada di dalam pesawat angkutan udara. Ketentuan mengenai persyaratan tempat duduk,
sabuk pengaman, tali pengaman punggung, sistem penahan anak pintu darurat, pelampung, dan oksigen merupakan syarat wajib yang telah diatur di dalam Sub
Bagian K Seksi 121.311 Permenhub Nomor: PM 28 Tahun 2013. Berdasarkan ketentuan ini tidak seorangpun dapat mengoperasikan pesawat kecuali selama lepas
landas, terbang jelajah, dan mendarat terdapat tempat duduk atau tempat tidur bagi tiap orang dalam pesawat dan sabuk keselamatan secara terpisah oleh tiap orang
dalam pesawat yang telah mencapai usia dua tahun.
115
115
Permenhub Nomor: PM 28 Tahun 2013 Tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 121 Civil Aviation Safety Regulation Part 121 Tentang Persyaratan-Persyaratan
Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan Angkutan Udara Yang Melakukan Penerbangan Dalam Negeri, Internasional dan Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal Certification and Operating
Requirements: Domestic, Flag, and Supplemental Air Carriers.
4. Aspek pelayanan
Bisnis angkutan udara merupakan salah satu bentuk perdagangan jasa, sehingga orientasi pelayanannya merupakan salah satu indikator yang sering
dijadikan pilihan para calon konsumen, sehubungan dengan hal tersebut aspek pelayanan dalam transportasi udara berkaitan erat dengan prosedur pembelian tiket
pesawat dan prosedur penentuan tempat duduk boarding pass, hingga prosedur pelayanan di dalam pesawat selama penerbangan.
Dalam konteks ini perusahaan penerbangan harus mengatur dengan baik masalah penentuan tempat duduk bagi penumpang sehingga tidak terjadi tempat
duduk yang ganda yang tentunya sangat merugikan penumpang. Bisnis angkutan udara sifatnya kompetitor, siapa yang memberikan pelayanannya terbaik dan
memuaskan kepada para penumpang, tentunya akan memiliki konsekuensi tersendiri. Hal tersebut, sejalan dengan pernyataan Ketua Dewan Direksi Ford Motor,
William Clay Ford, Jr., menyatakan bahwa: Terdapat perbedaan antara perusahaan yang baik good dengan perusahaan
sangat baikbesar great. Perusahaan yang baik menawarkan produk dan layanan yang memuaskan excellent. Sedangkan perusahaan besar tidak
hanya menawarkan produk dan layanan yang excellent, akan tetapi juga turut berusaha menciptakan dunia yang lebih baik.
116
Perusahaan-perusahaan harus menggeser paradigma sempit yang orientasi seluruh kegiatan perusahaan hanyalah mencari keuntungan profit, dimana aktivitas
apapun harus ditakar dari sudut menambah keuntungan financial secara langsung atau tidak langsung mengalami perkembangan yang lebih luas yakni memperhatikan
peningkatan pada aspek pelayanan dan berbagai elemen-elemen pemangku
116
Philip Kotler dan Nancy Lee, Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, New Jersey, John Wiley and Sons, Inc, Hoboken, 2005, hal. 6.
kepentingan. Dalam konteks ini perusahaan penerbangan harus mengubah paradigmanya bukan saja mengejar untung semata tetapi bagaimana menciptakan
pelayanan yang terbaik agar bisnis tersebut tetap eksis dan berkelanjutan. 5.
Aspek penentuan tarif atau ongkos penerbangan Secara sempit tarif merupakan kombinasi dari macam-macam komponen
biaya dalam penyelenggaraan pengangkutan udara. Dalam sistem penyelenggaraan transportasi udara terdapat beberapa faktor yang sangat berperan dalam penentuan
tarif angkutan, yaitu sistem angkutan udara, kompetisi dan tarif wajar.
117
Dalam menetapkan tarif tersebut, Kementerian Perhubungan harus mempertimbangan perlindungan konsumen sebagaimana yang sudah diatur di dalam
UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen UUPK dan juga sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Sistem angkutan udara sistem yang berdasarkan pada kebijakan pokok mengenai angkutan
udara, yang kemudian menjabarkan kebijakan tersebut dalam bentuk pengaturan mengenai airline system di Indonesia, struktur rute-rute penerbangan dan pembinaan
industri angkutan udara. Masalah tarif perlu diatur agar para pelaku usaha tidak semaunya menentukan
tarif atau ongkos pesawat angkutan udara dan tidak membebankan para penumpang.Mengenai tarif berdasarkan Pasal 127 ayat 2 UU Penerbangan juga
diatur mengenai tarif. Tarif batas atas tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri domestik, wajib ditetapkan oleh
Menteri dengan mempertimbangkan aspek perlindungan konsumen dan badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dari persaingan tidak sehat.
117
E. Suherman, Wilayah Udara…Op. cit., hal. 195.
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Para pelaku usaha di bidang penerbangan dilarang menentukan harga tiket dan segala bentuk cara-cara yang
bernuansa melakukan praktik monopoli usaha.
118
Praktik monopoli itu sendiri dapat mematikan pesaingnya dengan mengorbankan keuntungan bertujuan untuk mengurangi persaingan dan sesudahnya
berusaha untuk mendapatkan keuntungan monopoli dengan menetapkan harga di atas harga pesaingnya monopoly price untuk suatu jangka waktu tertentu sesudah
pesaing tersingkir dari pasar.
119
Perlu diketahui bahwa konsep perlindungan konsumen yang dibenarkan di dalam UU Penerbangan adalah tanpa harus mengorbankan kelangsungan hidup
penyedia jasa transportasi serta memberi kesempatan yang lebih luas kepada daerah untuk mengembangkan usaha-usaha tertentu di bandar udara yang tidak terkait
langsung dengan keselamatan penerbangan.
120
6. Aspek perjanjian angkutan udara
Ini berarti sekalipun perlindungan hukum dilaksanakan terhadap penumpang angkutan udara, tetapi harus pula
diperhatikan kelangsungan hidup dunia penerbangan atau maskapai penerbangan tertentu yang sedang mengalami sengketa dengan penumpangnya.
Salah satu unsur terpenting dalam rangka memberikan perlindungan konsumen pengguna jasa transportasi udara adalah menyangkut aspek perjanjian
pengangkutan. Dalam konteks ini perusahaan penerbangan berkewajiban untuk
118
Fritz Partogi P. Hutapea, Eksistensi Low Cost Carrier Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha, Medan: Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010, hal.
5-6.
119
Ningrum Natasya Sirait, Loc. cit.
120
Paragraf ke-8 Penjelasan Umum UU Penerbangan.
memberikan tiket penumpang sebagai bukti perjanjian pengangkutan udara antara konsumen dan pihak perusahaan angkutan udara.
121
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
Dalam praktiknya tiket atau dokumen perjanjian pengangkutan udara telah disiapkan oleh perusahaan dalam bentuk yang telah baku atau biasa dikenal dengan
perjanjian standar. Berkenaan dengan telah adanya ketentuan baku tentang dokumen pengangkutan tersebut maka harus adanya jaminan bahwa adanya prinsip
keseimbangan hak dan kewajiban di antara para pihak, baik pengangkut maupun penumpang.
Aspek perjanjian angkutan udara di dalam tiket pesawat harus diperhatikan oleh pihak perusahaan ketentuan Pasal 18 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen UUPK, yang menentukan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian apabila:
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen; c.
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f.
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
121
Ahmad Zazili, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional Program Magister Ilmu Hukum, Semarang: Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro, 2008, hal. 65.
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Ketentuan tersebut melarang bagi pelaku usaha mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti. Hal-hal inilah yang harus diperhatikan oleh perusahaan penerbangan dalam rangka perlindungan terhadap para penumpang.
Bahkan menurut ketentuan ini setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan di atas dinyatakan
batal demi hukum. Ketentuan itu merupakan ketentuan wajib bagi pelaku usaha. 7.
Aspek pengajuan klaim Dalam kegiatan penerbangan sering kali terjadi risiko kecelakaan yang
menimbulkan kerugian bagi penumpang, sehubungan dengan hal tersebut diperlukan perlindungan hukum bagi penumpang, yaitu adanya prosedur penyelesaian atau
pengajuan klaim yang mudah, cepat dan memuaskan. Prosedur yang mudah berarti bahwa penumpang atau ahli warisnya yang sudah jelas haknya, tidak perlu
menempuh prosedur yang berbelit dan rumit dalam memperoleh hak-haknya.
122
Sedangkan prosedur yang murah berarti para penumpang atau ahli waris yang mengalami kecelakaan tidak perlu mengeluarkan biaya-biaya yang mahal untuk
menempuh proses menyelesaikan tuntutan ganti rugi tersebut. Penyelesaian sengketa yang cepat mengandung makna bahwa prosedurnya tidak memakan waktu yang
lama, dalam kaitan ini dapat menggunakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan,
122
Ibid., hal. 66.
sebab bila ditempuh penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan memakan waktu yang lama.
123
8. Aspek perlindungan melalui asuransi
Pada umumnya perusahaan penerbangan mengasuransikan perusahaannya terhadap risiko-risiko yang kemungkinan akan timbul dalam penyelenggaraan
kegiatan penerbangannya, antara lain mengasuransikan risiko tanggung jawab terhadap para penumpang. Selain itu asuransi yang ditutup oleh perusahaan
penerbangan tersebut, di Indonesia dikenal juga asuransi wajib jasa raharja. Dalam asuransi ini yang membayar adalah penumpang sendiri, sedangkan perusahaan
penerbangan hanyalah bertindak sebagai pemungut saja.
124
C. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang PT. Garuda