Tabel 4.16 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat relatif berimbang antara wilayah perdesaan dan perkotaan, sementara di
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur kemiskinan lebih terkonsentrasi di wilayah perdesaan. Fenomena tersebut memperlihatkan bahwa kemiskinan di Pulau Jawa
tidak hanya memusat di wilayah perdesaan tetapi juga makin banyak dijumpai di wilayah perkotaan. Kondisi demikian mengindikasikan dua hal yaitu: 1
pertumbuhan ekonomi dan banyaknya pendatang telah memarjinalkan penduduk lokal kawasan perkotaan danatau 2 terjadi pergerakan kaum miskin ke wilayah-
wilayah perkotaan sebagai akibat minimnya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di wilayah perdesaan.
Berdasarkan data persentase penduduk di bawah garis kemiskinan
2
pada masing-masing provinsi di Pulau Jawa tahun 2005-2008, dapat diketahui bahwa
tiga peringkat teratas berturut-turut ditempati oleh Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY Tabel 4.17.
Tabel 4.17. Persentase Penduduk Miskin Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 dalam
Persentase Penduduk Miskin Provinsi
2005 2006
2007 2008
DKI Jakarta 3.61
4.57 4.61
4.29 Jawa Barat
13.06 14.49
13.55 13.01
Jawa Tengah 20.49
22.19 20.43
19.23 D.I.Yogyakarta
18.95 19.15
18.99 18.32
Jawa Timur 19.95
21.09 19.98
18.51 Banten
8.86 9.79
9.07 8.15
Jawa 14.15
15.21 14.44
13.59 Indonesia
16.69 17.75
16.58 15.42
Sumber: Statistik Indonesia, BPS 2008. Diolah dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas.
Sementara itu berdasarkan data jumlah rumah tangga penerima Bantuan Langsung Tunai BLT tahun 2005, dapat diketahui bahwa persentase jumlah
penduduk Pulau Jawa yang menerima BLT terhadap jumlah penerima BLT nasional sekitar 54.71. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Jawa merupakan
wilayah kantong kemiskinan yang relatif dominan di Indonesia. Artinya dengan
2
Konsep garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2100 kalori per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan
dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi serta kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasar lainnya. Besarnya nilai pengeluaran dalam rupiah untuk memenuhi kebutuhan
dasar minimum makanan dan non makanan tersebut disebut garis kemiskinan. Yang disebut penduduk miskin adalah penduduk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum.
menyelesaikan permasalahan kemiskinan di Pulau Jawa, maka tingkat kemiskinan di level nasional akan menurun lebih dari setengahnya. Selanjutnya dari data yang
disajikan pada Tabel 4.18, dapat diketahui bahwa konsentrasi penerima BLT baik dalam kategori sangat miskin, miskin maupun potensial miskin terkonsentrasi di
tiga provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tabel 4.18.
Jumlah Rumah Tangga Penerima BLT Menurut Klasifikasi Kemiskinan Per Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2005
Sangat Miskin Miskin
Potensial Miskin Provinsi
KK KK
KK
DKI Jakarta 23,651
1.06 70,316
3.16 66,513
2.99 Jawa Barat
615,875 6.29
1,065,439 10.89
1,223,903 12.50
Jawa Tengah 348,893
4.38 1,544,513
19.38 1,277,795
16.04 D.I.Yogyakarta
39,439 4.69
130,079 15.46
105,592 12.55
Jawa Timur 518,468
5.68 1,763,373
19.33 955,039
10.47 Banten
108,106 4.77
219,497 9.68
374,446 16.51
Jawa 1,654,432
5.14 4,793,217
14.88 4,003,288
12.43
Indonesia 3,894,314
7.23 8,236,989
15.28 6,969,602
12.93
Sumber: BPS 2007.
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kantong-kantong kemiskinan di Pulau Jawa terdapat di tiga provinsi yang notabene memiliki wilayah yang cukup
luas, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun, khusus untuk Provinsi DIY, jumlah penduduk di bawah garis kemiskinannya tinggi
karena garis kemiskinannya menempati peringkat kedua setelah Provinsi DKI Jakarta, sementara kondisi masyarakatnya tidak terlalu berbeda dengan Provinsi
Jawa Tengah. Nilai garis kemiskinan pada masing-masing provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 4.19 berikut ini.
Tabel 4.19. Garis Kemiskinan Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun
2006-2007 Rpkapitabulan
Garis Kemiskinan Rpkapitabulan
Provinsi 2006
2007
DKI Jakarta 295,267
266,874 Jawa Barat
185,702 165,734
Jawa Tengah 176,859
154,111 D.I.Yogyakarta
190,693 184,965
Jawa Timur 172,060
153,145 Banten
185,866 169,485
Sumber: Statistik Indonesia, BPS 2008. Diolah dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas.
Dari data yang disajikan pada Tabel 4.19 di atas, dapat diamati bahwa garis kemiskinan pada seluruh provinsi di Pulau Jawa mengalami penurunan dari
tahun 2006 hingga 2007. Namun, urutan provinsi dengan garis kemiskinan tertinggi sampai yang terendah tidak berubah, yaitu berturut-turut adalah Provinsi
DKI Jakarta, DIY, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Penggunaan Lahan Luas Lahan Sawah
Lahan-lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan terutama sawah banyak terdapat di Pulau Jawa.
Sebagai daerah yang subur, Pulau Jawa memegang peranan yang sangat penting, yaitu sebagai sentra produksi padi sawah nasional. Berdasarkan data BPS 2008,
luas sawah di Pulau Jawa tahun 2006 sebesar 3.2 juta hektar atau sekitar 41 dari total luas lahan sawah di Indonesia. Tabel 4.20 berikut ini menyajikan data
luas lahan sawah di masing-masing provinsi di Pulau Jawa tahun 2006 yang dirinci berdasarkan jenis pengairannya.
Tabel 4.20. Luas Lahan Sawah di Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa
Menurut Jenis Pengairannya Tahun 2006 ha
Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairannya Tahun 2006 ha Provinsi
Irigasi Teknis
Irigasi 12 Teknis
Irigasi Sederhana
Tadah Hujan
Pasang Surut
Lainnya Jumlah
DKI Jakarta 510
782 582
370 -
- 2,244
Jawa Barat 376,718
119,407 250,525
168,998 13
2,064 917,725
Jawa Tengah 382,569
120,113 188,227
274,325 638
1,936 967,808
DI Yogyakarta 18,493
22,630 6,742
9,305 -
18 57,188
Jawa Timur 641,001
110,435 109,866
232,397 8
2,370 1,096,077 Banten
51,908 18,217
46,030 78,237
- 112
194,504
Jawa 1,471,199
391,584 601,972
763,632 659
6,500 3,235,546 Luar Jawa
714,683 598,861
974,262 1,324,990 656,887 380,649 4,650,332 Indonesia
2,185,882 990,445 1,576,234 2,088,622 657,546 387,149 7,885,878
Sumber: Statistik Indonesia 2008. Keterangan: Diolah dari Hasil Survei Pertanian Tanaman Pangan dan Ubinan.
Luas Kawasan Hutan
Ditinjau dari kondisi fisik wilayah dan geografisnya, Jawa merupakan pulau yang juga dianugerahi potensi dan kekayaan sumberdaya hutan. Meskipun
potensi kehutanan terbesar banyak disumbangkan oleh wilayah-wilayah yang berada di luar Jawa luas hutan terbesar didominasi oleh Pulau Kalimantan,
Papua, Sumatera, dan Sulawesi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kehutanan 2008, luas kawasan hutan di Indonesia tahun 2006
adalah 137 juta ha, dimana dari luasan tersebut kawasan hutan yang ada di Pulau Jawa hanya seluas 3.3 juta ha. Tabel 4.21 berikut ini menyajikan data luas
kawasan hutan di masing-masing provinsi di Pulau Jawa tahun 2006 yang dirinci berdasarkan jenisnya.
Tabel 4.21. Luas Kawasan Hutan di Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2006 ribu ha
Luas Kawasan Hutan dan Perairan Tahun 2006 ribu ha
Kawasan Lindung Kawasan Budidaya
Provinsi
Hutan Lindung
Suaka Alam
Hutan Produksi
Terbatas
Hutan Produksi
Tetap Hutan
Buru Hutan
Produksi yang dapat
dikonversi Total
DKI Jakarta -
108 -
- -
- 108
Jawa Barat 291
120 190 203
12 -
816 Jawa Tengah
84 127
184 362 -
- 757
DI Yogyakarta 2
1 -
14 -
- 17
Jawa Timur 316
230 - 811
- -
1,357 Banten
12 164
49 27
- -
252
Jawa 705
750 423 1,417
12 -
3,307 Indonesia
31,603 23,304 22,501 36,648
233 22,796
137,085
Sumber: Statistik Indonesia 2008 berdasarkan data Departemen Kehutanan.
Tabel 4.22 berikut menyajikan data laju deforestasi rata-rata per tahun periode 2005-2009 pada masing-masing provinsi di Pulau Jawa. Dari Tabel 4.22
dapat diketahui bahwa laju deforestasi terbesar di Pulau Jawa terdapat di Provinsi Jawa Timur, dengan besar laju rata-rata adalah 389,527 hatahun. Sedangkan dua
urutan berikutnya ditempati oleh Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, masing- masing sebesar 175,202 hatahun dan 159,927 hatahun.
Tabel 4.22. Laju Deforestasi Rata-rata Periode Tahun 2005-2009 hatahun
Laju Deforestasi Rata-rata hatahun Provinsi
KPAKSA HL
HP HPT
HPK APL
Total
DKI Jakarta 22.5 20.0 2.5
- - 22.5 67.5 Jawa Barat
24,657.5 41,167.5 25,222.5 21,495.0 - 47,385.0 159,927.5 Jawa Tengah
672.5 11,775.0 82,760.0 17,062.5 - 62,932.5 175,202.5 DI Yogyakarta
82.5 310.0 2,195.0 - - 6,350.0 8,937.5
Jawa Timur 47,842.5 75,065.0 161,862.5
- - 104,757.5 389,527.5 Banten
15,410.0 4,552.5 2,597.5 7,822.5 - 8,867.5 39,250.0
Sumber: Departemen Kehutanan 2009.
Luas Lahan Kritis
Tingginya tekanan kependudukan dan aktivitas pemanfaatan ruang di Pulau Jawa yang cenderung dilakukan secara tidak berkelanjutan telah
menyebabkan berbagai bentuk degradasi lahan dan meluasnya lahan kritis. Dari data Departemen Kehutanan yang berhasil dihimpun oleh BPS 2008 dapat
diketahui bahwa luas lahan kritis di Indonesia sampai dengan tahun 2006 mencapai 77 juta ha, sedangkan di Pulau Jawa luasnya sekitar 3 juta ha atau
sekitar 23 dari total luas wilayahnya Tabel 4.23. Di antara seluruh provinsi di Pulau Jawa, Jawa Timur merupakan provinsi yang mempunyai luasan lahan kritis
yang paling besar, yaitu sekitar 1.8 juta ha.
Tabel 4.23. Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Masing-masing Provinsi
di Pulau Jawa sampai dengan Tahun 2006 ribu ha
Luas dan Penyebaran Lahan Kritis ribu ha Provinsi
Sangat Kritis
Kritis Agak
Kritis Jumlah
DKI Jakarta -
- -
- Jawa Barat
248 141
19 408
Jawa Tengah 686
233 28
947 DI Yogyakarta
94 44
1 139
Jawa Timur 1,009
534 247
1,790 Banten
67 52
90 209
Jawa 2,104
1,004 385
3,493 Indonesia
47,613 23,306
6,888 77,807
Sumber: Statistik Indonesia, BPS 2008, berdasarkan data Departemen Kehutanan.
Bencana
Jawa merupakan salah satu pulau utama di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidro-
meteorologisklimatologis dan biologis yang secara alamiah rentan terhadap kejadian bencana. Selain kejadian gempa bumi, isu bencana terpenting yang
seringkali terjadi di Pulau Jawa adalah bencana-bencana anthropogenik bencana yang terutama disebabkan oleh faktor manusia, seperti misalnya bencana banjir
dan tanah longsor. Dari Gambar 4.2 a dan b berikut dapat diketahui bahwa persentase
kejadian bencana di Pulau Jawa mengalami trend yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
a b
Gambar 4.2. a Persentase Kejadian Bencana Banjir per Pulau 2000 dan
2006, dan b Persentase Kejadian Bencana Tanah Longsor per Pulau 2000 dan 2006
Sumber: Kajian Tata Lingkungan Pulau Jawa 2007
. Gambar 4.3.
Peta Sebaran Spasial Desa-desa di Pulau Jawa yang Mengalami Kejadian Bencana Banjir Tahun 2005-2006
Gambar 4.3 di atas menyajikan secara spasial desa-desa di Pulau Jawa yang mengalami kejadian bencana banjir. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa
hampir sebagian besar desa di Pulau Jawa mengalami kejadian banjir di tahun 2005-2006 dengan pola yang menyebar. Sedangkan kejadian bencana tanah
longsor yang juga menjadi isu strategis dalam penurunan daya dukung lingkungan Pulau Jawa juga mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga 2006. Hal ini
dapat dilihat dari besarnya persentase jumlah desa yang mengalami bencana tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 4.24.
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
100.00
P e
rs e
n
S U
M A
T E
R A
J A
W A
-B A
L I
K A
L IM
A N
T A
N S
U L
A W
E S
I N
U S
A T
E N
G G
A R
A M
A L
U K
U P
A P
U A
N A
S IO
N A
L
2000 2006
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
40.00
P e
rs e
n
S U
M A
T E
R A
J A
W A
-B A
L I
K A
L IM
A N
T A
N S
U L
A W
E S
I N
U S
A T
E N
G G
A R
A M
A L
U K
U P
A P
U A
N A
S IO
N A
L 2000
2006
Tabel 4.24. Desa yang Mengalami Bencana Tanah Longsor per Provinsi di Pulau
Jawa Tahun 2000 dan 2006
Jumlah desa total desa yang
mengalami Provinsi
2000 2006
2000 2006
DKI Jakarta 265
267 Jawa Barat
7,222 5,808
21.4 69.2
Jawa Tengah 8,543
8,564 18.4
52.4 D.I.Yogyakarta
438 438
39.4 52.4
Jawa Timur 8,457
8,477 8.6
34.1 Banten
- 1,482
- 19.3
JAWA 24,925
25,036 16.1
47.6
Sumber: Data Podes 2000 dan 2006.
Tabel 4.24 menunjukkan bahwa persentase desa yang mengalami kejadian bencana tanah longsor pada seluruh provinsi di Pulau Jawa memiliki
kecenderungan semakin meningkat dari tahun 2000-2006, dimana persentase tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat, yaitu meningkat dari 21.4 tahun 2000
menjadi 69.2 tahun 2006. Sebaran desa yang mengalami kejadian bencana tanah longsor di Pulau Jawa tahun 2005-2006 disajikan pada Gambar 4.4.
Sumber: Kajian Tata Lingkungan Pulau Jawa 2007
.
Gambar 4.4. Peta Sebaran Spasial Desa-desa di Pulau Jawa yang Mengalami
Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2005-2006 Dari Gambar 4.4 dapat diamati bahwa secara spasial desa-desa yang
mengalami kejadian bencana tanah longsor pada tahun 2005-2006 sebagian besar terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika Pertumbuhan Penduduk dan Ekonomi Pulau Jawa serta Share-nya dalam Konteks Nasional dari Waktu ke Waktu
Dinamika Pertumbuhan Penduduk Pulau Jawa
Pertumbuhan penduduk dianggap sebagai faktor yang berperan penting dalam proses pembangunan. Dari data yang berhasil dihimpun oleh Biro Pusat
Statistik BPS dapat diketahui bahwa penduduk yang menghuni Pulau Jawa terus meningkat dari waktu ke waktu. Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari tahun 1930
hingga kini, jumlah penduduk di Pulau Jawa terus bertambah, yaitu berjumlah sekitar 41.7 juta jiwa tahun 1930 menjadi 134.4 juta jiwa tahun 2008. Dari
angka tersebut, dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu kurang dari delapan dekade, jumlah penduduk di Pulau Jawa meningkat lebih dari tiga kali lipat.
Dari Tabel 5.1 juga dapat dilihat bahwa lebih dari separuh jumlah penduduk nasional mendiami Pulau Jawa, meskipun besarnya persentase jumlah
penduduk Pulau Jawa terhadap total penduduk nasional dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 5.1, dapat
diketahui bahwa besarnya proporsi jumlah penduduk Pulau Jawa tahun 2008 mencapai sekitar 58.8 penduduk nasional. Besarnya persentase tersebut
menunjukkan betapa kuatnya daya tarik Pulau Jawa sehingga sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah yang luasnya tidak lebih dari 7 luas
daratan nusantara tersebut. Adapun dinamika pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa, luar Jawa dan nasional dari tahun 1930 hingga 2008 serta proporsinya
secara grafis disajikan pada Gambar 5.1 a dan b.
Tabel 5.1.
Jumlah Penduduk di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun
1930- 2008 juta jiwa
Jumlah Penduduk juta jiwa Pulau
1930 1961
1971 1980
1990 1995
2000 2005
2008
Jawa+Madura 41.7
63.0 76.1
91.3 107.6
114.7 121.3
128.5 134.4
Luar Jawa 19.2
34.0 43.1
56.2 71.8
80.0 83.8
90.4 94.1
Nasional 60.9
97.0 119.2
147.5 179.4
194.7 205.1
218.9 228.5
Penduduk Jawa thd Nasional
68.5 64.9
63.8 61.9
60.0 58.9
59.1 58.7
58.8 Penduduk Luar
Jawa thd Nasional 31.5
35.1 36.2
38.1 40.0
41.1 40.9
41.3 41.2
Sumber: Sensus Penduduk SP dan Supas Survei Penduduk Antar Sensus, BPS.
a b
Gambar 5.1. a Dinamika Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Pulau Jawa,
Luar Jawa dan Nasional Tahun 1930-2008 juta jiwa; b
Proporsi Jumlah Penduduk di Pulau Jawa dan Luar Jawa
terhadap Nasional Tahun 1930-2008.
Pulau Jawa mengalami peningkatan laju pertumbuhan penduduk hingga tahun 1980 sebagaimana disajikan pada Tabel 5.2 di bawah ini. Dari tahun
1980-an hingga tahun 2000 besarnya laju pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa terus mengalami penurunan. Fenomena menurunnya laju pertumbuhan penduduk
dalam periode waktu tersebut ternyata bukan hanya dialami oleh Pulau Jawa, tetapi terjadi juga di luar Jawa. Namun sejak tahun 2000 laju pertumbuhan
penduduk baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa mengalami peningkatan kembali, dimana besarnya laju pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa cenderung
mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan penduduk di luar Jawa maupun laju pertumbuhan penduduk nasional. Data trend
laju pertumbuhan penduduk di Jawa, luar Jawa dan nasional disajikan secara grafis pada Gambar 5.2.
Tabel 5.2.
Laju Pertumbuhan Penduduk di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 1930-2008
Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Juta Jiwa Pulau
1930- 1961
1961- 1971
1971- 1980
1980- 1990
1990- 1995
1995- 2000
2000- 2005
2005- 2008
Jawa+Madura 1.76
2.08 2.22
1.79 1.32
1.15 1.19
1.52 Luar Jawa
2.66 2.68
3.38 2.78
2.28 0.95
1.58 1.38
Nasional 2.04
2.29 2.64
2.16 1.71
1.07 1.35
1.46
Sumber: Sensus Penduduk SP dan Supas Survei Penduduk Antar Sensus, BPS diolah.
50 100
150 200
250
1920 1930
1940 1950
1960 1970
1980 1990
2000 2010
2020
Tahun P
o p
u la
s i
P e
n d
u d
u k
ju ta
j iw
a
Jaw a+Madura Luar Jaw a
Nasional
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
1930 1961 1971 1980 1990 1995 2000 2005 2008 Tahun P
ro p
o rs
i
Luar Jaw a Jaw a
Gambar 5.2. Dinamika Laju Pertumbuhan Penduduk di Pulau Jawa,
Luar Jawa dan Nasional Tahun 1930-2008.
Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan per Kapita di Pulau Jawa
Kuatnya daya tarik Pulau Jawa ternyata juga dibuktikan dari peranannya yang sangat signifikan terutama dilihat dari besarnya kontribusi PDRB yang
disumbangkan terhadap total PDRB nasional. Dari grafik yang ditampilkan pada Gambar 5.3, dapat diketahui bahwa pada tahun 2000 hingga 2007, Pulau Jawa
secara konsisten menyumbangkan sekitar 60 dari total PDRB nasional, sedangkan sisanya sekitar 40 merupakan kontribusi PDRB dari luar Jawa
yang luas wilayahnya meliputi 93 luas daratan nusantara.
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
Tahun P
e rs
e n
ta s
e
Jaw a Luar Jaw a
Gambar 5.3. Persentase PDRB Pulau Jawa dan Luar Jawa terhadap
PDRB Nasional Tahun 2000-2007 dalam . Pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah secara sederhana dapat dilihat dari
laju pertambahan nilai Gross Domestic Products GDP atau di Indonesia sering dikenal dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Berdasarkan
data BPS yang ditampilkan secara grafis pada Gambar 5.4, dapat dilihat bahwa besarnya PDRB di Pulau Jawa terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
dimana nilainya selalu lebih besar daripada PDRB di luar Jawa.
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00
1930-1961 1961-1971
1971-1980 1980-1990
1990-1995 1995-2000 2000-2005 2005-2008
Tahun L
a ju
P e
rt u
m b
u h
a n
P e
n d
u d
u k
p e
r T
a h
u n
Jaw a+Madura Luar Jaw a
Nasional
0.00E+00 2.00E+08
4.00E+08 6.00E+08
8.00E+08 1.00E+09
1.20E+09 1.40E+09
1.60E+09 1.80E+09
2.00E+09
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
Tahun P
D R
B T
a n
p a
M ig
a s
H a
rg a
K o
n s
ta n
2
j u
ta R
p
Jaw a Luar Jaw a
Nasional
Gambar 5.4. Dinamika Pertumbuhan PDRB di Pulau Jawa, Luar Jawa
dan Nasional Tahun 2000-2007 juta rupiah.
- 1,000,000
2,000,000 3,000,000
4,000,000 5,000,000
6,000,000 7,000,000
8,000,000 9,000,000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun P
D R
B p
e r
K a
p it
a T
a n
p a
M ig
a s
H a
rg a
K o
n s
ta n
2 R
u p
ia h
k a
p it
a
Jaw a Luar Jaw a
Nasional
Gambar 5.5. Dinamika Peningkatan PDRB per Kapita di Pulau Jawa,
Luar Jawa dan Nasional Tahun 2000-2007. Ditinjau dari besarnya nilai PDRB per kapita seperti yang ditampilkan
secara grafis pada Gambar 5.5, dapat diketahui bahwa PDRB per kapita di Pulau Jawa lebih tinggi dari PDRB per kapita di luar Jawa maupun nasional. Dari fakta
tersebut dapat dilihat bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di Pulau Jawa relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di luar
Jawa yang notabene PDRB per kapita-nya masih lebih rendah dari rata-rata PDRB per kapita nasional.
Dari semua uraian di atas dapat diketahui bahwa Pulau Jawa memegang peranan yang sangat signifikan dalam konstelasi pembangunan nasional. Kuatnya
magnet Pulau Jawa yang tercermin dari kondisi geobiofisik wilayahnya yang sangat subur, kondisi sosial-budaya yang relatif berkembang, tingkat
perekonomian dan iklim usaha yang kondusif, membuat pulau ini berkembang dengan munculnya pusat-pusat pertumbuhan. Hal ini senada dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Anwar 2004 yang menyatakan bahwa pendekatan
pembangunan nasional cenderung bersifat “Bias Jawa” Java Bias dan “Bias Perkotaan” Urban Bias.
Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Masing-masing KabupatenKota di Pulau Jawa dari Waktu ke Waktu
Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan pembangunan. Beberapa alasan pentingnya aspek tersebut dalam
pembangunan antara lain adalah untuk memacu perkembangan sosial-ekonomi dan mengurangi segala bentuk disparitas pembangunan antar wilayah dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui tingkat perkembangan suatu wilayah, dapat dilakukan dengan melihat pencapaian hasil
pembangunan melalui indikator-indikator kinerja di bidang sosial-ekonomi maupun bidang-bidang lain dengan menggunakan berbagai metode analisis.
Dalam penelitian ini, tingkat perkembangan wilayah dianalisis dengan dua metode, yaitu indeks diversitas entropy untuk melihat perkembangan atau
keberagaman sektor-sektor perekonomiannya, serta tipologi Klassen untuk mengelompokkan wilayah berdasarkan tingkat perkembangan ekonominya,
khususnya dilihat dari kriteria rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya pendapatan per kapita di masing-masing wilayah.
Perkembangan Aktivitas Perekonomian Wilayah di Masing-masing KabupatenKota di Pulau Jawa
Perkembangan aktivitas perekonomian di suatu wilayah dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversitasnya menggunakan konsep entropy. Adapun
prinsip dari indeks diversitas entropy ini adalah semakin beragam aktivitas atau semakin luas jangkauan spasial suatu aktivitas, maka semakin tinggi nilai entropy
suatu wilayah, yang berarti bahwa wilayah tersebut semakin berkembang. Aktivitas suatu wilayah dapat dicerminkan dari perkembangan sektor-sektor
perekonomian dalam PDRB. Semakin besar nilai indeks entropy-nya, maka dapat diperkirakan bahwa sektor-sektor perekonomian dalam wilayah tersebut semakin
berkembang beragam
dengan komposisi
yang semakin
berimbang proporsional. Sebaliknya, semakin kecil nilai indeks entropy di suatu wilayah
mencerminkan bahwa sektor perekonomian di wilayah tersebut tidak beragam. Biasanya pada wilayah tersebut hanya ada satu atau beberapa sektor
perekonomian yang dominan, sedangkan sektor-sektor lainnya kurang
berkembang dengan baik. Dalam penelitian ini, indeks diversitas entropy dipakai untuk menganalisis tingkat perkembangan aktivitas ekonomi di masing-masing
kabupatenkota di Pulau Jawa dengan menggunakan data PDRB 9 sektor dari tahun 2000-2006. Ringkasan hasil analisis indeks diversitas entropy
perkembangan aktivitas perekonomian wilayah kabupatenkota di Pulau Jawa berdasarkan data PDRB 9 sektor tahun 2000 hingga 2006 disajikan pada Tabel
5.3, sedangkan hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 5.3. Ringkasan Hasil Analisis Indeks Diversitas Entropy IDE dan
Koefisien Variasi CV Sektor-sektor Ekonomi Wilayah KabupatenKota di Pulau Jawa Tahun 2000-2006
Provinsi 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
DKI Jakarta
Rata-rata IDE 0.2089
0.2096 0.2106
0.2119 0.2132
0.2186 0.2196
CV 48.5728
48.4895 48.4954
48.9896 49.0707
49.3152 49.3900
Jawa Barat
Rata-rata IDE 0.0549
0.0552 0.0554
0.0553 0.0552
0.0537 0.0536
CV 73.1985
72.4420 72.3384
72.3168 72.1625
72.7449 73.4618
Jawa Tengah
Rata-rata IDE 0.0264
0.0263 0.0264
0.0262 0.0261
0.0267 0.0264
CV 79.4896
79.8578 81.7062
82.6552 83.5780
78.5983 79.0271
DI Yogyakarta
Rata-rata IDE 0.0256
0.0256 0.0256
0.0256 0.0256
0.0259 0.0255
CV 36.0553
36.3708 36.6461
36.9761 37.2901
37.4177 37.7070
Jawa Timur
Rata-rata IDE 0.0394
0.0393 0.0390
0.0388 0.0388
0.0387 0.0388
CV 118.1339
118.8278 119.1348
119.2852 119.8538
117.9080 118.1092
Banten
Rata-rata IDE 0.0578
0.0582 0.0586
0.0594 0.0598
0.0611 0.0614
CV 56.1044
55.4007 55.5750
56.6090 56.8319
58.6190 59.6341
Total IDE Jawa 5.5218
5.5285 5.5327
5.5318 5.5313
5.5544 5.5521
Rata2 IDE kabkota di Jawa
0.0480 0.0481
0.0481 0.0481
0.0481 0.0483
0.0483 CV jawa
118.5831 118.7555
119.1608 119.9015
120.6008 121.3484
122.1118
Sumber: Hasil Analisis. Keterangan:
Khusus Provinsi DKI terdiri dari 5 kotamadya dan 1 kabupaten administratif. Rumus: ; dan CV= standar deviasirata-rata x 100.
Dari hasil analisis entropy sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa nilai entropy total Pulau Jawa mengalami peningkatan
dalam kurun waktu dari tahun 2000 hingga 2006 meskipun besarnya peningkatan nilai indeks tersebut tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 5.5218 di tahun 2000
menjadi 5.5521 di tahun 2006. Namun, hal tersebut mencerminkan bahwa sektor
i n
i n
i i
P P
IDE
∑ ∑
= =
− =
1 1
ln
perekonomian di Pulau Jawa mengalami perkembangan, khususnya dilihat dari keberagaman jenis aktivitasnya.
Sementara itu, dilihat dari besarnya nilai indeks diversitas entropy masing- masing kabupatenkota di tiap provinsi di Pulau Jawa, dapat diketahui bahwa
kabupatenkota di Provinsi DKI Jakarta memiliki rata-rata nilai indeks diversitas entropy yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelima provinsi lainnya.
Sedangkan dari besarnya nilai coefficient of variation CV pada tiap-tiap provinsi tahun 2000-2006, dapat dilihat bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki nilai CV
yang paling besar lebih dari 100, yang kemudian disusul oleh Provinsi Jawa Tengah sekitar 80 dan Jawa Barat sekitar 72 lihat Gambar 5.6.a dan b.
a b
Gambar 5.6. a Besarnya Rata-rata Indeks Diversitas Entropy IDE dan
b Nilai Coefficient of Variation CV IDE Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2000-2006.
Hal ini menunjukkan bahwa kabupatenkota di Provinsi Jawa Timur memiliki tingkat perkembangan wilayah dengan keragaman yang sangat tinggi.
Artinya, ada beberapa wilayah kabupatenkota yang sektor perekonomiannya sangat berkembang, namun masih banyak juga wilayah lain dalam provinsi
tersebut yang relatif kurang berkembang. Kondisi serupa juga dialami oleh Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, meskipun dengan tingkat keragaman yang
masih lebih rendah dibandingkan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan bila ditinjau dari besarnya CV nilai rata-rata indeks diversitas entropy kabupatenkota di Pulau
Jawa Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa nilainya secara konsisten mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Fakta ini memperlihatkan adanya suatu bentuk
disparitas pembangunan antar wilayah di Pulau Jawa, khususnya ditinjau dari struktur perekonomian dan sektor-sektor pembentuknya.
0.0000 0.0500
0.1000 0.1500
0.2000 0.2500
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 Tahun R
a ta
-r a
ta I
D E
DKI Jakarta Jawa B arat
Jawa Tengah DI Yogyakarta
Jawa Timur B anten
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 100.00
120.00 140.00
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006
Tahun C
o e
ff ic
ie n
t o
f v
a ri
a ti
o n
C V
Tipologi Klassen KabupatenKota di Pulau Jawa
Tipologi Klassen merupakan salah satu metode analisis ekonomi regional yang dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau mengelompokkan wilayah berdasarkan struktur pertumbuhan ekonominya. Pada penelitian ini, pengelompokan wilayah
kabupatenkota di Pulau Jawa dengan tipologi Klassen dilakukan berdasarkan indikator besarnya laju pertumbuhan ekonomi Lampiran 2 dan besarnya PDRB
per kapita di tiap kabupatenkota Lampiran 3 yang dibandingkan dengan rata- rata laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita di Pulau Jawa.
Dengan menggunakan matriks Klassen, seluruh kabupatenkota di Pulau Jawa dapat dikelompokkan ke dalam 4 kuadran berdasarkan dua indikator
tersebut, yaitu: wilayah maju kuadran I, wilayah maju tapi tertekan kuadran II, wilayah relatif terbelakang kuadran III, dan wilayah berkembang cepat kuadran
IV. Pengelompokan ini bersifat dinamis, karena sangat tergantung pada perkembangan kegiatan pembangunan di masing-masing kabupatenkota. Artinya,
dari waktu ke waktu pengelompokan akan dapat berubah sesuai dengan perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya PDRB per kapita di
kabupatenkota yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, pengelompokan wilayah dengan tipologi Klassen dilakukan pada dua periode
waktu yang berbeda, yaitu sebelum masa Otonomi Daerah dan setelah masa Otonomi Daerah. Hal tersebut bertujuan untuk membandingkan tingkat
perkembangan wilayah pada masa sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah. Dengan cara tersebut, maka dapat dilihat bagaimana
pengaruhdampak diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah terhadap kemandirian dan tingkat perkembangan di masing-masing wilayah, khususnya
ditinjau dari perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya PDRB per kapita penduduk di wilayah tersebut.
A. Sebelum Masa Otonomi Daerah
Analisis tipologi Klassen pada masa sebelum diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah dilakukan dengan membandingkan rata-rata laju pertumbuhan
ekonomi dan besarnya PDRB per kapita di masing-masing kabupatenkota dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan besarnya PDRB per kapita di Pulau Jawa.
Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data PDRB tiap kabupatenkota dan PDRB total di Pulau Jawa tahun 1986 s.d 1999 untuk menghitung rata-rata
laju pertumbuhan ekonomi serta data PDRB per kapita tahun 1999, baik di tiap kabupatenkota maupun PDRB per kapita di Pulau Jawa. Gambar 5.7 berikut
menyajikan hasil scatterplot tipologi Klassen kabupatenkota di Pulau Jawa dalam empat kuadran berdasarkan kriteria rata-rata laju pertumbuhan ekonomi LPE
dan besarnya PDRB per kapita pada masa sebelum diberlakukannya kebijakan
Otonomi Daerah.
Gambar 5.7. Scatterplot KabupatenKota di Pulau Jawa Berdasarkan Kriteria
Besarnya Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per Kapita Sebelum Masa Otonomi Daerah Periode 1986-1999
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita di Pulau Jawa pada masa sebelum kebijakan
Otonomi Daerah masing-masing adalah sebesar 6.04 dan Rp. 5,348,565,-tahun, Berdasarkan kriteria nilai tersebut, maka sesuai hasil scatterplot Gambar 5.7,
dapat diketahui bahwa sebagian besar kabupatenkota di Pulau Jawa masuk dalam kategori kuadran 3. Untuk mempermudah mengetahui nama-nama kabupatenkota
yang masuk ke dalam masing-masing kategori, berikut disajikan hasil tipologi Klassen dalam empat kuadran Gambar 5.8.
Tipologi Klassen KabKota di Pulau Jawa Berdasarkan Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Th.1986-1999
dan PDRB per Kapita Tahun 1999
GROBOGAN SAMPANG
TEGAL KEBUMEN
BANYUMAS WONOSOBO PURBALINGGAPEMALANG
WONOGIRI BLORA
PACITAN BREBES
TRENGGALEK PAMEKASAN
MAGELANG DEMAK
SRAGEN PONOROGO
BANJARNEGARA NGAWI
REMBANG BONDOWOSO
PURWOREJO MAJALENGKA
KUNINGAN KLATEN
PATI SUKABUMI
CIREBON LEBAK
PANDEGLANG BANGKALAN
BATANG TEMANGGUNG
LAMONGAN PEKALONGAN
BOJONEGOROJEPARA JEMBER
MADIUNCIANJUR KEDIRI
TASIKMALAYA KOTA TEGAL
TUBAN BOYOLALI
INDRAMAYU NGANJUK
PASURUAN BANTUL
CIAMIS BLITAR
KOTA BLITAR LUMAJANG
GUNUNG KIDUL MAGETAN
MALANG JOMBANG
GARUT KULON PROGO
SUKOHARJO SITUBONDO
MOJOKERTO SUMENEP
KOTA BOGOR SUMEDANG
SUBANG SERANG SEMARANG
BANYUWANGI KOTA MADIUN
KARANGANYAR PROBOLINGGO
KENDAL KOTA SALATIGA
KOTA SUKABUMI SLEMAN
TANGERANG BANDUNG
KOTA PASURUAN KARAWANG
KOTA PEKALONGAN KOTA MOJOKERTO
KOTA BEKASI BOGOR
CILACAP TULUNGAGUNG
KOTA SURAKARTA PURWAKARTA
KOTA MAGELANG KOTA PROBOLINGGO
KOTA BANDUNG KOTA YOGYAKARTA
SIDOARJO KOTA SEMARANG
GRESIK KUDUS
KOTA TANGERANG KOTA JAKARTA BARAT
KOTA JAKARTA TIMUR KOTA MALANG
KOTA CIREBON KOTA SURABAYA
BEKASI KOTA JAKARTA SELATAN
KOTA JAKARTA UTARA KOTA JAKARTA PUSAT
KOTA KEDIRI
-6.0 -4.0
-2.0 0.0
2.0 4.0
6.0 8.0
10.0 12.0
14.0 16.0
18.0 20.0
Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi LPE Th.1986-1999
-10,000,000 10,000,000
20,000,000 30,000,000
40,000,000 50,000,000
60,000,000 70,000,000
P D
R B
p e
r K
a p
it a
T h
.1 9
9 9
R p
j iw
a
GROBOGAN SAMPANG
TEGAL KEBUMEN
BANYUMAS WONOSOBO PURBALINGGAPEMALANG
WONOGIRI BLORA
PACITAN BREBES
TRENGGALEK PAMEKASAN
MAGELANG DEMAK
SRAGEN PONOROGO
BANJARNEGARA NGAWI
REMBANG BONDOWOSO
PURWOREJO MAJALENGKA
KUNINGAN KLATEN
PATI SUKABUMI
CIREBON LEBAK
PANDEGLANG BANGKALAN
BATANG TEMANGGUNG
LAMONGAN PEKALONGAN
BOJONEGOROJEPARA JEMBER
MADIUNCIANJUR KEDIRI
TASIKMALAYA KOTA TEGAL
TUBAN BOYOLALI
INDRAMAYU NGANJUK
PASURUAN BANTUL
CIAMIS BLITAR
KOTA BLITAR LUMAJANG
GUNUNG KIDUL MAGETAN
MALANG JOMBANG
GARUT KULON PROGO
SUKOHARJO SITUBONDO
MOJOKERTO SUMENEP
KOTA BOGOR SUMEDANG
SUBANG SERANG SEMARANG
BANYUWANGI KOTA MADIUN
KARANGANYAR PROBOLINGGO
KENDAL KOTA SALATIGA
KOTA SUKABUMI SLEMAN
TANGERANG BANDUNG
KOTA PASURUAN KARAWANG
KOTA PEKALONGAN KOTA MOJOKERTO
KOTA BEKASI BOGOR
CILACAP TULUNGAGUNG
KOTA SURAKARTA PURWAKARTA
KOTA MAGELANG KOTA PROBOLINGGO
KOTA BANDUNG KOTA YOGYAKARTA
SIDOARJO KOTA SEMARANG
GRESIK KUDUS
KOTA TANGERANG KOTA JAKARTA BARAT
KOTA JAKARTA TIMUR KOTA MALANG
KOTA CIREBON KOTA SURABAYA
BEKASI KOTA JAKARTA SELATAN
KOTA JAKARTA UTARA KOTA JAKARTA PUSAT
KOTA KEDIRI
Kuadran II Kuadran I
Kuadran III Kuadran IV
Gambar 5.8.
Tipologi Klassen KabupatenKota di Pulau Jawa Berdasarkan Kriteria Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi LPE dan Besarnya
PDRB per Kapita pada Masa Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1986-1999
Hasil klasifikasi tipologi Klassen sebagaimana disajikan pada Tabel 5.4 menunjukkan perbandingan relatif kabupatenkota di Pulau Jawa berdasarkan
kriteria rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita. Dari hasil tipologi Klassen tersebut dapat diketahui bahwa sebanyak 62.96 dari total
Kuadran I
Kuadran II Kuadran IV
Kuadran III
14.81
3.70 18.52