Prosedur Penelitian The Nutrients and shelf life of Traditional food Enbal from Kei Islands adding with Contained Round Scad Fish Flour

Penelitian Tahap I Penelitian tahap I diawali dengan pembuatan tepung ikan yang mengacu pada modifikasi metode penelitian Dullah et al. 1985. Pembuatan tepung ikan diawali dengan proses penimbangan ikan untuk mengetahui berat awal ikan yang akan digunakan untuk menghitung rendemen fillet. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian dengan air dingin untuk membuang kotoran, lendir dan benda-benda asing yang melekat pada tubuh ikan. Ikan dibuat fillet kemudian dilumatkan dengan alat meat separator. Langkah selanjutnya adalah daging ikan layang lumat dikukus dengan air yang mendidih selama 30 menit kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50 ⁰ C. Daging lumat yang telah kering tersebut digiling dan diayak menggunakan ayakan ukuran 100 mesh hingga dihasilkan tepung ikan layang. Tepung ikan yang dihasilkan dianalisa kadar protein, air, lemak dan abu. Diagram alir tahapan pembuatan tepung ikan dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Tahapan pembuatan tepung ikan. modifikasi Dullah et al. 1985. Sortasi Penyiangan Pencucian Pelumatan Pengukusan 30 menitsetelah air mendidih Pengeringan Penggilingan kering Ikan layang Tepung ikan layang Pembuatan tepung enbal dilakukan menggunakan prosedur yang sering dilakukan oleh masyarakat setempat yang biasanya mengolah tepung enbal. Pada tahap awal, dilakukan pengupasan singkong dan pemarutan. Langkah selanjutnya, dilakukan pengepresan dengan papan penjepit kemudian dilakukan pengeringan selama 4 jam di bawah sinar matahari. Enbal yang telah dijemur kemudian diayak dengan ayakan ukuran 70 mesh. Tahapan pembuatan tepung enbal dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Tahapan pembuatan tepung enbal cara tradisional. Komunikasi pribadi. Penelitian Tahap II Pada penelitian tahap II, dilakukan pembuatan enbal ikan dengan berbagai tingkat penambahan tepung ikan pada tepung enbal, yaitu 0 tipe A, 5 tipe B, 10 tipe C, 15 tipe D dan 20 tipe E kemudian dicampur sampai homogen dan diletakan dalam cetakan yang terbuat dari alumunium. Cetakan yang telah berisi adonan tepung enbal dengan tepung ikan kemudian dibakar di atas tungku perapian selama 15 menit dengan cetakan yang tertutup agar proses pembakaran berjalan sempurna dan adonan matang secara merata. Tahapan pembuatan enbal ikan layang pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6. Pemarutan tangan Pengepresan dengan papan penjepit Pengayakan Singkong segar Tepung enbal Pengeringan Pada produk enbal yang dihasilkan dengan masing – masing tipe tersebut, dilakukan uji proksimat dan serat kasar serta organoleptik meliputi warna, rasa, kerenyahan, aroma dan tekstur. Penentuan perlakuan terbaik pada tahap ke-2 dilakukan dengan metode Buyes dan hasilnya digunakan sebagai formula pada pembuatan enbal ikan di tahap III. Gambar 6 Skema metode penelitian pembuatan enbal dengan penambahan tepung ikan layang. Enbal ikan terpilih dilakukan pendugaan umur simpan dengan model Arrhenius pada suhu 30 ⁰C, 35 ⁰C dan 45 ⁰C. Analisis Proksimat, serat kasar dan uji organoleptik. formulasi enbal ikan terpilih dengan metode Bayes dilakukan analisis kimia, fisik dan mikrobiologis meliputi analisis karbohidrat, HCN, total energi, karakteristik asam amino, karakteristik asam lemak, TBA, kerenyahan, TPC dan kapang Pencampuran Pengeringan oven dengan suhu sedang + 35-60 C hingga produk benar-benar kering rr kering Pencetakan Pemanggangan selama 15 menit Tepung enbal Tepung ikan Tepung ikan di campurkan dengan enbal dengan perbandingan tertentu sesuai perlakuan 0, 5, 10, 15, 20 Produk Enbal Ikan Enbal tipe B Enbal tipe A Enbal tipe C Enbal tipe D Enbal tipe E Penelitian Tahap III Pada konsentrasi penambahan tepung ikan terbaik yang diperoleh pada tahap ke II dilakukan pengujian berupa analisis kimia, fisik dan mikrobiologis yang meliputi analisis karbohidrat, total energi, karakteristik asam amino, karakteristik asam lemak, TBA, kerenyahan, TPC, kapang dan pendugaan umur simpan produk dengan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing ASLT dengan model Arrhenius. Penentuan faktor kritis merupakan tahap pendahaluan yang dilakukan untuk mengetahui parameter yang sangat berpengaruh terhadap kualitas produk enbal ikan layang selama penyimpanan suhu ekstrim. Suhu yang digunakan pada penentuan faktor kritis yaitu suhu ruangan. Parameter yang digunakan adalah parameter kimia meliputi kadar air, TPC, dan organoleptik. Setiap parameter diamati dan diuji setiap 3 hari. Parameter yang paling cepat melebihi standar untuk TPC dan kadar air atau yang paling cepat ditolak oleh panelis skor sensori = 3 atau tidak suka akan menjadi faktor kritis yang akan digunakan untuk pendugaan umur simpan. Parameter kritis yang diperoleh kemudian digunakan untuk menentukan daya simpan enbal ikan layang yang dikemas pada kemasan polyethylene dengan menggunakan 3 perlakuan suhu ekstrim, yaitu 30 ⁰ C, 35 ⁰ C dan 45 ⁰ C. Pengamatan terhadap nilai TPC, kadar air dan organoleptik dilakukan setiap 7 hari dari hari ke-0 sampai hari ke-30. Data kemudian diplotkan dan kurva yang terbentuk dimasukkan dalam persamaan Arrhenius untuk menduga umur simpan enbal kontrol dan enbal ikan layang. Diagram alir keseluruhan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Tahap penelitian. Tahap I Karakterisasi bahan baku singkong Karakterisasi bahan baku ikan layang Preparasi singkong Analisis proksimat dan HCN Tahap II Penentuan formulasi enbal ikan Pencampuran formulasi enbal ikan Pencetakan, pembakaran dan pengeringan Pencucian dan pemarutan Enbal gepementah Ikan layang segar analisis proksimat Pencucian dan penghalusan dengan menggunakan grinder Pengukusan dan pengeringan Tepung ikan layang Perlakuan 0, 5, 10, 15 dan 20 tepung ikan terhadap enbal Uji organoleptik, proksimat, serat kasar Tahap III Pendugaan umur simpan Formulasi terbaik tahap II Analisis karbohidrat, HCN, jumlah energi, TBA, asam amino, asam lemak, kerenyahan , TPC dan kapang Pendugaan umur simpan dengan model Arrhenius pada suhu 30, 35, dan 45 °C. Analisis proksimat, TPC

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Analisis kadar air AOAC 2005 Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator kurang lebih 15 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 o C selama 5 jam. Setelah selesai proses, cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air: Kehilangan berat g = berat sampel awal g – berat setelah dikeringkan g Kadar air berat basah = 3.4.2 Analisis kadar abu AOAC 2005 Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu, cawan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan pada suhu 400 o C selama 1 jam kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus: Berat abu g = berat sampel dan cawan akhir g – cawan kosong g Kadar abu = 3.4.3 Analisis kadar protein AOAC 2005 Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan ke kehilangan berat g X 100 berat sampel awal g berat abu g X 100 berat contoh g dalam labu Kjeldahl 50 mL lalu ditambahkan 7 g K 2 SO 4, kjeltab 0,005 g jenis HgO, 15 mL H 2 SO 4 pekat dan 10 mL H 2 O 2 ditambahkan secara perlahan ke dalam labu dan didiamkan selama 10 menit di ruang asam. Contoh didestruksi pada suhu 410 ⁰ C selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening. Labu kjeldahl dicuci dengan akuades 50 hingga 75 mL kemudian air tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 mL yang berisi 25 mL asam borat H 3 BO 3 4 yang mengandung indikator bromcherosol green 0,1 dan methyl red 0,1 dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 mL larutan NaOH-Na 2 S 2 O 3 ke dalam alat destilasi hingga tertampung 100-150 mL destilat di dalam erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau. Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N sampai terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : N = Hitungan: Protein = N x faktor konversi FK = 6,25 3.4.4 Kadar lemak AOAC 2005 Contoh seberat 5 gram W 1 dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak kemudian sampel yang telah dibungkus, dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya W 2 dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak benzena kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi, pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor dan dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ⁰ C dan setelah itu, labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W 3 . mL HCl-mL blanko x N HCl x 14,007 x 100 Mg contoh g