Latar Belakang The Nutrients and shelf life of Traditional food Enbal from Kei Islands adding with Contained Round Scad Fish Flour

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai salah satu provinsi kepulauan, 90 wilayah provinsi Maluku adalah lautan yang memiliki potensi besar dalam bidang perikanan khususnya potensi ikan layang yang produksinya meningkat dari tahun ke tahun. Produksi ikan layang per tahunnya cukup besar, yaitu 290.609 ton atau 6,59 dari total produksi perikanan laut di Indonesia DKP 2007. Data BPS provinsi Maluku 2011 menunjukkan bahwa dari beberapa jenis ikan pelagis yang ditangkap, ikan layang menduduki tingkat tertinggi, yaitu pada tahun 2010 sebesar 27.798,2 ton dan meningkat pada tahun 2011 sebesar 36.7137,7 ton BPS Maluku 2011. Selain dikonsumsi oleh masyarakat, ikan layang juga digunakan sebagai umpan hidup pada alat penangkapan tuna long line di Samudera Indonesia oleh beberapa kapal penangkap tuna DKP 2002. Ikan layang kebanyakan masih dijual dalam bentuk segar, dingindiawetkan serta dalam bentuk olahan ikan asap dan abon. Pengembangan diversifikasi industri pengolahan ikan harus dilakukan agar dapat memperkaya keragaman produk olahan dari ikan layang. Sebagai sumber protein, ikan layang juga memiliki salah satu potensi yang besar dalam membantu pemerintah untuk meningkatkan konsumsi protein hewani secara nasional. Mengingat produk perikanan merupakan produk yang mudah rusak dan busuk perishable maka diperlukan tindakan yang cepat untuk dapat menyelamatkan mutunya. Beragam cara pengolahan pasca panen dihasilkan produk diversifikasi olahan untuk mengetahui gizi Haryati et al. 2006. Chairita 2008 pada penelitiannya menunjukkan bahwa ikan layang memiliki nilai gizi yang cukup baik dengan kadar protein yang tinggi yakni sebesar 18,13, lemak 1,90, air 78,58, dan abu 1,03. Pangan dan gizi merupakan faktor penting dalam membentuk kualitas sumber daya manusia dan tingkat kehidupan masyarakat. Indonesia memiliki beragam sumberdaya pangan yang berasal dari makanan tradisional. Berkaitan dengan makanan tradisional, pemerintah telah mencanangkan kampanye “Aku Cinta Makanan Indonesia” ACMI untuk meningkatkan kecintaan terhadap makanan Indonesia Suhardjo 1993; Partini dan Sidik 1994. Salah satu program untuk mendukung produk tersebut adalah melalui diversifikasi produk, khususnya produk lokal. “Enbal” merupakan salah satu jenis makanan tradisional dari Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual yang terbuat dari singkong dan menjadi makanan yang telah dikenal sejak lama secara turun temurun, diolah dengan cara dan peralatan yang sederhana serta jarang atau tidak ditemui di luar daerah Kepulauan Kei. Enbal ini awalnya diproduksi hanya untuk dijadikan makanan sewaktu paceklik namun sekarang sudah dijual bebas untuk dikonsumsi sehari-hari dan dapat dijumpai di rumah makan dan toko-toko souvenir setempat dengan beraneka ragam rasa dan aroma, seperti coklat, keju, dan kacang. Enbal merupakan produk yang mengandung karbohidrat tinggi, namun nilai gizi lainnya sangat rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan kandungan gizi enbal, yaitu dengan cara mencampur atau menambahkan tepung ikan ke dalam pembuatan enbal yang selanjutnya disebut “enbal ikan”. Ikan layang yang merupakan hasil tangkapan terbanyak di Maluku dapat digunakan untuk pembuatan enbal ikan. Enbal ikan layang belum pernah dilakukan dan diteliti oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian antara lain formulasi enbal ikan layang, nilai gizinya serta masa simpannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah produk diversifikasi berbahan baku ikan dan dapat memberikan nilai tambah pada produk enbal di Maluku.

1.2 Perumusan Masalah