Teori Produksi Produksi Susu

2.2.2. Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat persamaan input-input. Setiap produsen dalam teori dianggap mempunyai satu fungsi produksi, yaitu: Q = f x 1 , x 2 , x 3 ,...X n 2.1 X 1 ,x 2 ,x 3 ,...X n = beberapa input yang digunakan 2.2 Fungsi produksi menggambarkan kombinasi persamaan input dan teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan teknologi tertentu, hubungan antara input dan output tercermin pada fungsi produksinya. Suatu fungsi produksi menggambarkan kombinasi input yang dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama dapat digambarkan dengan kurva isokuan isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi yang menghasilkan produksi yang sama Joestan dan Fathoorozi 2003 Fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus, seperti berikut: Q = fK,T,M,L 2.3 dimana K adalah jumlah stok modal, L jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawanan, M adalah kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya Sukirno 2004.

2.2.3. Fungsi Penawaran Susu Sapi

Fungsi penawaran dapat diturunkan dengan memaksimumkan fungsi keuntungan Henderson and Quandt 1980. Dengan menggunakan teknologi tertentu, fungsi produksi susu sapi dapat di formulasikan sebagai berikut: Q = f S, P, O 2.4 dimana: Q = jumlah produksi susu S = jumlah sapi P = jumlah pakan O = faktor produksi lain Jika P S , P P , dan P O masing-masing harga faktor produksi S, P, dan O, maka fungsi biaya dirumuskan sebagai berikut: C = P S S + P P P + P O O + C O 2.5 dimana: C = biaya total C O = biaya tetap Dari persamaan 2.4 dan 2.5 dapat dirumuskan fungsi keuntungan: π = P Q f S, P, O – P S S + P P P + P O O + C O 2.6 dimana: π = keuntungan P Q = harga susu sapi Dengan memaksimumkan persamaan 2.6 didapat: P Q S = P S 2.7 P Q P = P P 2.8 P Q O = P O 2.9 Artinya saat keuntungan maksimum, nilai produk marginal masing-masing faktor produksi sama dengan harga faktor produksi itu sendiri. Dari persamaan 2.7, 2.8, dan 2.9 diketahui bahwa S, P, dan O merupakan peubah endogen, sedangkan PQ, PS, PP, dan PO peubah eksogen. Oleh karena itu fungsi permintaan faktor produksi diformulasikan sebagi berikut: S D = f P Q , P S , P P , P O 2.10 P D = f P Q , P P , P S , P O 2.11 O D = f P Q , P O , P S , P P 2.12 dimana S D , P D dan O D masing-masing merupakan permintaan terhadap sapi perah, pakan ternak dan faktor produksi lain. Dengan mensubtitusi persamaan 2.10, 2.11 dan 2.12 ke dalam persamaan2.4, maka di dapatkan fungsi penawaran susu sapi sebagai berikut: QS = fP Q , P S , P P , P O 2.13 Selain harga pokok dan harga faktor produksi, penawaran juga dipengaruhi oleh teknologi Koutsoyiannis, 1979. Namun karena keterbatasan data, teknologi tidak dimasukkan sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini.

2.3. Struktur Pasar Susu Segar di Indonesia

Saat ini industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku. Apabila kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun sebuah sistem agribisnis berbasis peternakan yang baik, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi Daryanto, 2009. Permasalahan yang dihadapi oleh usaha ternak sapi perah, tidak hanya akibat ketidakmampuan usaha ternak untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Setidaknya menurut Ilham dan Swatika 2001 konsumsi susu segar masyarakat masih sangat terbatas sehingga pemasaran susu segar tergantung pada IPS. Diperkirakan sekitar 88 sampai 91 persen produksi susu usaha ternak sapi perah rakyat dipasarkan ke IPS. Harga jual tersebut ditentukan berdasarkan syarat teknis atau kualitas susu yang dicerminkan oleh kandungan total solid susu 11- 12,5 persen. Fakta di lapangan menyebutkan hal tersebut dilakukan dengan mengukur Berat Jenis BJ, kandungan lemak susu, dan kandungan bakteri dibawah satu juta. Mekanisme penentuan harga dilakukan secar sepihak oleh IPS. Peternak hanya menerima yang telah ditentukan oleh IPS, berdasarkan kriteria yang disebutkan di atas, bahkan koperasi primer maupun GKSI tidak mempunyai kekuatan dalam menentukan harga susu, karena keberadaannya hanya bersifat sebagai perantara yang memperoleh fee untuk setiap liter susu yang dipasarkan ke IPS. Saat ini IPS hanya akan membeli bila harga SSDN lebih murah dari bahan baku impor. Bila terjadi sebaliknya, dengan dicabutnya sistem rasio, diduga IPS akan lebih memilih untuk menggunakan bahan baku asal impor. Hingga saat ini belum ada upaya IPS menjalin kemitraan agar produksi SSDN dapat bersaing dengan produk impor. Hal ini disebabkan masih ada keterkaitan antara IPS sebagai usaha multinasional dengan industri persusuan di masing- masing negara investorprodusen Ilham dan Swastika 2001