Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi daya saing susu domestik melalui pendekatan Porter’s Diamond menghasilkan implikasi
penelitian bahwa kelemahan mendasar daya saing susu domestik terletak pada kondisi faktor. Skala usaha yang tidak ekonomis dengan bentuk usaha
perseorangan dan rata-rata kepemilikan sapi perah sebanyak tiga sampai empat ekor, komposisi ketenagakerjaan yang didominasi pekerja harian dengan tingkat
pendidikan rendah, dan teknologi yang bersifat konvensional berkontribusi terhadap rendahnya kapasitas produksi susu domestik. Sebaliknya, faktor yang
diduga berkontribusi besar terhadap kondisi daya saing adalah kondisi permintaan. Permintaan akan susu domestik sebagai permintaan turunan atas
produk susu olahan distimulasi oleh peningkatan pendapatan perkapita masyarakat, peningkatan populasi dari urbanisasi, peningkatan awareness akan
manfaat susu, dan peningkatan persaingan antar IPS untuk menghasilkan produk susu olahan yang terdiferensiasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
konsumen. Industri pendukung dan terkait melibatkan peranan koperasi primer
peternak dihadapkan pada permasalahan mismanajemen dan pemborosan akibat diversifikasi usaha yang tidak relevan dan menjadi biaya yang besar bagi
koperasi. Kondisi strategi, struktur, dan persaingan antar susu domestik dan impor belum kondusif untuk meningkatkan daya saing susu domestik. Hal ini
dikarenakan harga susu impor lebih kompetitif dengan spesifikasi kualitas yang lebih unggul. Ketergantungan pemasaran susu kepada IPS membuat bargaining
position GKSI sebagai representasi peternak sapi perah menjadi lemah dalam
menetapkan harga susu domestik. Intervensi pemerintah melalui penghapusan kebijakan rasio impor
memberikan pengaruh yang beragam bagi setiap determinan. Implikaasi yang menarik dalam penelitian ini adalah peningkatan persaingan menyebabkan
keluarnya usaha yang tidak mampu bersaing meningkatkan efisiensi agregat usaha peternakan sapi perah. Determinan kesempatan dengan indikator pergerakan nilai
tukar riil rupiah mempengaruhi daya saing susu domestik. Impor susu Indonesia dari sisi permintaan impor demand dalam jangka
panjang dipengaruhi secara signifikan oleh harga riil susu impor, harga riil susu
domestik, nilai tukar riil rupiah, dan pendapatan perkapita. Produksi susu domestik tidak mempengaruhi impor susu pada jangka panjang. Hal ini diduga
karena terdapat variabel antara yang tidak mampu dijelaskan oleh model persamaan yang dibangun. Impor susu dalam jangka pendek dipengaruhi secara
signifikan oleh produksi susu domestik, harga riil susu impor lag pertama, pendapatan perkapita saat ini dan lag ketiga, nilai tukar riil rupiah pada lag kedua
serta dummy penghapusan kebijakan rasio impor. Penghapusan kebijakan rasio diterapkan pada waktu yang relatif bersamaan dengan krisis ekonomi 1997, oleh
karena itu efek netto peningkatan impor susu yang terjadi relatif kecil dalam jangka pendek. Harga riil susu domestik tidak berpengaruh terhadap impor susu
karena bargaining position GKSI masih lemah dalam negosiasi penetapan harga dengan IPS.
Feryanto 2010 menganalisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas susu sapi lokal di Jawa Barat. Tujuan penelitian
ini adalah untuk: 1 menganalisis tingkat efisiensi finansial dan ekonomi usaha ternak yang memproduksi susu sapi segar di daerah sentra sapi perah Jawa Barat,
2 menganalisis dam mengukur keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas susu sapi di daerah sentra sapi perah Jawa Barat, 3 Menganalisis dampak
kebijakan pemerintah terhadap daya saing peternakan sapi perah di sentra sapi perah Jawa Barat, dan 4 menganalisis sensitivitas perubahan harga output dan
input terhadap daya saing peternakan sapi perah di daerah sentra sapi perah Jawa Barat. Harga bayangan susu impor didasarkan pada harga satu kilogram full
Cream Milk Powder FCMP setara dengan delapan susu segar dalam negeri
berdasarkan harga bordernya cif di pelabuhan impor Tanjung Priuk. Sedangkan, harga susu privat disesuaikan dengan harga aktual yang riil diterima
peternak. Berdasarkan analisis PAM secara keseluruhan, peternak di ketiga lokasi penelitian Kecamatan Lembang, Kecamatan Pengalengan dan Kecamatan
Cikajang memiliki keuntungan privat dan ekonomi, hal ini ditunjukkan keuntungan privat dan ekonomi yang lebih besar dari nol untuk ketiga lokasi.
Berdasarkan nilai private cost ratio PCR dan Domestic Resource Cost Ratio DRC yang diperoleh, ketiga lokasi memiliki keunggulan kompetitif PCR1,
yang menunjukkan masing-masing peternak hanya mengeluarkan tambahan
kurang dari satu untuk dapat bersaing dengan produk sejenis. Nilai indikator keunggulan komparatif dapat dilihat dari nilai DRC1. Indikator DRC ini
menunjukkan bahwa produk susu sapi segar akan lebih menguntungkan diproduksi di sentra produksi susu Provinsi Jawa Barat daripada harus
mengimpornya. Analisis dampak kebijakan dalam tabel PAM ditunjukkan oleh hasil
pengusahaan susu sapi perah di ketiga lokasi penelitian yakni nilai trasfer output OT bernilai negatif atau mengalami kerugian. Hal ini menunjukkan harga
domestik susu lebih rendah dari harga internasionalnya, yang mengidikasikan adanya desintensif terhadap output susu. Hasil trasfer input IT usahaternak sapi
perah menunjukkan nilai yang positif, dan nilai koefisien proteksi input nominal NPCI untuk ketiga lokasi yang lebih besar dari satu, hal ini mengkondisikan
bahwa peternak yang menggunakan input tersebut mengalami kerugian, karena menanggung biaya input yang lebih mahal. Hasil analisis dampak kebijakan
pemerintah terhadap input-output menunjukkan nilai trasfer bersih TB, yang negatif untuk ketiga lokasi penelitian yang berbeda. Indikator ini memberikan
informasi kebijakan yang diterapkan pemerintah memberikan kerugian bagi pengusahaan susu sapi perah. Sedangkan dilihat dari nilai koefisien proteksi
efektif EPC sebesar 0,80 Kecamatan Lembang dan Kecamatan Pengalengan, dan sebesar 0,74 Kecamatan Cikajang menunjukkan bahwa kebijakan
pemerintah tidak berdampak positif dan tidak memberikan insentif kepada peternak sapi perah, karena nilai tambah keuntungan peternak menjadi lebih
rendah dari yang seharusnya. Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan, asumsi sekenario yang
digunakan yakni perubahan harga susu akibat penurunan tarif impor dan kenaikan harga pakan ternak secara umum pengusahaan susu sapi perah ternyata akan
menurunkan daya saing pengusahaan sapi perah di provinsi Jawa Barat. Sehingga untuk tetap memberikan keuntungan dan insentif bagi peternak, sebaiknya
pemerintah mengambil kebijakan untuk menetapkan tarif impor susu lebih besar dari lima persen kondisi sekarang, yakni 15 persen.