V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Analisis Daya saing Susu Domestik Pendekatan Porter’s Diamond
Pendekata n Porter’s Diamond digunakan untuk mengidentifikasi kondisi
faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing susu domestik sebagai bahan baku produk susu olahan bahan baku susu domestik.
5.1.1. Kondisi Faktor 5.1.1.1. Sumberdaya Alam
Kondisi sumberdaya alam yang mendukung peternakan sapi perah dalam kajian ini adalah genetika, jumlah sapi, iklim dan lingkungan serta lahan. Dari sisi
genetik bangsa sapi perah yang digunakan di Indonesia ada 2 yaitu Frisian Holstein FH dan persilangannya sekitar 374 ribu ekor, Hissar dan Sahiwal
serta persilangannya dengan FH sekitar 3 ribu ekor. Melalui intensifikasi Inseminasi Buatan yang berlangsung lebih dari 5 generasi, maka persentase darah
FH sudah lebih dari 97 persen, sehingga sapi-sapi persilangan FH yang ada sekarang lebih tepat disebut sapi FH. Sapi FH sangat unggul di negeri asalnya,
namun jika dipelihara di wilayah beriklim serta kondisi sosial budaya yang berbeda maka keunggulan tersebut akan berbeda dalam hal susu yang
dihasilkannya Diputra dan Priyanti 2010. Peternak sapi perah rakyat di
Indonesia rata-rata kurang memperhatikan silsilah keturunan sapi yang dimilikinya. Tidak memiliki catatan yang rapi tentang silsilah sapinya, sehingga
sering terjadi perkawinan dengan kerabat dekat dan menghasilkan anak yang kualitasnya kurang baik.
Sumber: Ditjennak 2011 Gambar 18. Jumlah Sapi Perah dan Produksi Susu Tahun 2007
– 2010
374,067 457,577
474,701 488,448
567,682 646,953
827,249 909,533
2007 2008
2009 2010
jumlah sapi ekor produksi susu Ton
Gambar 18 menunjukkan bahwa jumlah sapi perah dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan. Persentase peningkatan jumlah sapi terbesar terjadi
pada tahun 2007 -2008 yaitu sebesar 22.32 persen. Sedangkan persentase peningkatan jumlah sapi dari tahun 2008 -2010 terus mengalami penurunan yaitu
3.74 persen di tahun 2009 dan 2.90 persen di tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa secara kuantitas jumlah sapi perah terus mengalami peningkatan dari tahun
ketahun, namun persentase peningkatannya memiliki trend terus menurun. Penurunan persentase penambahan jumlah sapi perah ini menunjukkan bahwa,
tidak ada gairah dari peternak untuk terus meningkatkan usahanya. Jika ini berlangsung terus menerus ditahun-tahun mendatang, maka tidak hanya
persentase peningkatannya saja yang turun, tetapi jumlah sapinya pun akan turun. Sedangkan
produktivitas ternak sapi sangat rendah 8 – 12 literekorhari dibanding
luar negeri yang potensi produksinya bisa mencapai 20 literhari, dikarenakan rendahnya kualitas dan kuantitas pakan ternak dan cara berternak yang kurang baik.
Faktor yang kedua adalah Iklim dan lingkungan. Dimana sentra produksi susu di Pulau Jawa rata-rata memiliki agroklimat yang mendukung perkembangan
sapi perah, yaitu suhu yang sejuk, dataran tinggi, supply konsentrat yang cukup
kualitas dan jumlahnya, serta air yang berlimpah Luthan, 2011
Faktor yang ketiga adalah lahan. Hampir di seluruh wilayah peternakan sapi perah rakyat di Indonesia tidak ada sistem yang menjamin pengadaan sumber
pakan hijauan yang tersedia sepanjang tahun. Di beberapa tempat, tidak ada sumber hijauan dan sistem yang memungkinkan pengiriman pakan tersebut dari
daerah lain. Seperti misalnya wilayah Kebon Pedes Bogor, wilayah ini terletak di dataran rendah di tengah-tengah kota yang sangat padat penduduknya. Di wilayah
ini tidak tersedia lahan khusus untuk pakan hijauan. Sehingga kebutuhan pakan hijauan dipenuhi dari membeli sisa hasil pertanian seperti pohon jagung. Selain
dari sisa hasil pertanian, pakan hijauan juga diperoleh dari sumber-sumber lain seperti rumput lapang dan sampah sayuran yang ada di pasar-pasar tradisional.
Sedangkan di Pengalengan Bandung, karena wilayah ini jauh dari perkotaan dan terletak di dataran tinggi dengan luas lahan yang cukup memadai,
maka pasokan pakan hijaun relatif lebih baik meskipun belum bisa dikatakan mencukupi. Hanya sebagian kecil, yaitu sebanyak 26 persen peternak yang
memiliki atau menguasai kebun rumput untuk penyediaan hijauan, selebihnya yaitu sebesar 74 persen peternak sepenuhnya mengandalkan pemenuhan pakan
hijauan dari rumput lapang dan membeli hijauan dari sisa hasil pertanian KPBS, 2008
5.1.1.2. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor pendukung di sub sektor peternakan. Berdasarkan hasil survey ke wilayah peternakan rakyat yang
ada di Kebon Pedes dan Pengalengan diperoleh hasil bahwa, tenaga kerja pada kedua peternakan sapi perah rakyat tersebut rata-rata terdiri dari anggota keluarga
dengan tingkat pendidikan yang didominasi oleh jenjang Sekolah Dasar SD atau lebih rendah tidak lulus SD. Berdasarkan data sensus verifikasi keanggotaan dan
kepemilikan sapi perah Koperasi Peternakan Bandung Selatan KPBS tahun 2008, dengan jumlah peternak yang diverifikasi sebanyak 4.647 orang tercatat
bahwa sebanyak 82 persen dari total anggota hanya berpendidikanberijazah SD atau lebih rendah tidak lulus SD, 17 persen lulus Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama SLTP dan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA, sedangkan sisanya lebih kurang sebesar 1 persen lulus Diploma dan Sarjana. Berdasarkan
pengelompokan umur menunjukkan bahwa 42 persen peternak berumur antara 20- 40 tahun dan 35 persen peternak beumur antara 41-60 tahun. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa rata-rata umur peternak masih produktif. Tenaga kerja wanita khususnya istri peternak memiliki andil yang besar
dalam kegiatan sapi perah, keterlibatan mereka dalam hal membantu pekerjaan di kandang seperti kegiatan sanitasi dan pemberian pakan. Penggunaan tenaga di
luar anggota keluarga oleh peternak relatif sangat kecil. Keterlibatan tenaga luar ini terutama dalam menangani pekerjaan fisik berat dan pekerjaan yang
memerlukan tenaga
pengangkutan seperti
pada kegiatan
penyediaan hijauanmenyabit rumput dan pengirimansetor susu.
Rata-rata pengalaman beternak para peternak sudah cukup lama, pengalaman ini bukan diperoleh dari pendidikan formal melainkan diperoleh dari
turun temurun keluarga. Jadi perilaku peternak untuk bisa beternak diperoleh dari turun temurun.