merupakan hasil penjumlah antara koefisien intersep pada model sebesar 0.214100 dengan koefisien pengaruh fixed effect yang diperlihatkan pada Tabel 8
setelah persamaan regresi. Misalkan, intersep untuk Provinsi Jawa Barat sebesar 0.214100 + 0.200611 = 0.41471; intersep untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar
0.214100 -0.280641 = -0.0655; Intersep untuk Provinsi Jawa Timur sebesar 0.214100 + 0.099046=0.31315 dan intersep untuk Yogyakarta sebesar 0.214100-
0.019016 =0.19508, Pada Tabel 8 terlihat intersep sebagai pengaruh fixed effect bervariasi negatif dan positif dimana nilai bervariasi dari -0,019016 sampai
dengan 0,280641. Sehingga intersep Provinsi yang dianalisis untuk model produksi susu bervariasi dari -0.0655 sampai dengan 0.41471. Artinya, produksi
susu dikeempat Provinsi yang dianalisis mengalami penurunan dan peningkatan yang bervariasi dari -6.55 persen dari total produksi susu sampai dengan
peningkatan sebesar 41.47 persen dari total produksi susu.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi daya saing susu domestik melalui pendekatan
Porter’s Diamond menghasilkan implikasi penelitian bahwa kelemahan mendasar daya saing susu domestik terletak pada
kondisi faktor. Skala usaha yang tidak ekonomis dengan bentuk usaha perseorangan dan rata-rata kepemilikan sapi perah sebanyak tiga sampai dengan
empat ekor, teknologi yang bersifat konvensional berkontribusi terhadap rendahnya kapasitas produksi susu domestik. Sebaliknya, faktor yang diduga
berkontribusi besar terhadap kondisi daya saing adalah kondisi permintaan. Permintaan akan susu domestik sebagai permintaan turunan atas produk susu
olahan distimulasi oleh peningkatan pendapatan perkapita masyarakat, peningkatan populasi dan awareness akan manfaat susu.
Industri pendukung dan terkait melibatkan peranan koperasi dan IPS. Sedangkan untuk kondisi strategi, struktur dan persaingan antara susu domestik
dan impor belum kondusif untuk meningkatkan daya saing susu domestik. Hal ini dikarenakan harga susu impor lebih kompetitif dengan spesifikasi kualitas yang
lebih unggul. Ketergantungan pemasaran susu kepada IPS membuat bargaining position
GKSI representasi peternak sapi perah menjadi lemah dalam menetapkan harga susu domestik
Intervensi pemerintah melaui penghapusan kebijakan rasio impor memperburuk kondisi persusuan nasional. Tingginya nilai impor susu Indonesia
merupakan faktor kesempatan untuk meningkatkan produksi susu Indonesia. Hasil analisis menggunakan metode panel menunjukkan bahwa variable
jumlah sapi perah COW berpengaruh signifikan pada taraf nyata α 1 persen.
Untuk variable harga susu sapi domestik PRICEDOM dan variable harga jagung PCORN tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produksi susu. Nilai R
square pada model sebesar 0.9935 yang artinya variasi variabel jumlah produksi
susu sapi PROD dijelaskan 99.35 persen oleh faktor-faktor penduga model harga domestik, harga jagung dan jumlah sapi dan 0.65 persen dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak terdapat dalam model.
6.2 Saran
Saran yang dapat direkomendasikan kepada pihak-pihak terkait dalam rangka peningkatan daya saing susu domestik diantaranya adalah pemerintah
perlu memberikan dukungan nyata dalam rangka mengembangkan usaha peternakan sapi perah. Upaya ini dapat ditempuh melalui kemudahan akses usaha
peternakan sapi perah terhadap kredit serta pendanaan bagi program penelitian dan pengembangan susu domestik. Hal ini dikarenakan kondisi faktor seperti
skala usaha yang tidak ekonomis akibat kepemilikan sapi perah yang sedikit, kemampuan sumberdaya manusia yang belum optimal, akses teknologi yang
minim, dan pengawasan kualitas produk yang kurang baik merupakan kelemahan mendasar yang terjadi pada subsistem on farm industri persusuan nasional. Tujuan
utama peningkatan kapasitas produksi dan kualitas susu domestik merupakan langkah prioritas yang perlu dilakukan dengan segera.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, S. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya saing dn Impor Susu Indonesia
[skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Harga Konsumen perdesaan kelompok
makanan. BPS Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008. Jawa Barat dalam Angka Tahun 2008. BPS Jawa
Barat, Bandung. Blakely, J and D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke-4. Gajah Mada
University press. Yogyakarta. Baltagi. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edision. John Wiley
and Sons Ltd, Chichester. Boediyana,T. 2007. Persusuan di Indonesi Pra dan Paska Liberalisasi. Dewan
Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia. Jakarta.
Buxton B. M. 1985. Factors Affacting Milk Production. National Economics Division, Economic Research Service, U.S. Department of Agriculture.
Agricultural Economic Report No. 527 [COMTRADE] Commodity Trade Statistics Database. 2010. Acces From world
Integrated Trade
Solution WITS
Database.http:wits.worldbank.orgwitswebdefault.aspx. washington,Dc: World Bank.
Daryanto, A. 2007. ”Persusuan Indonesia Kondisi Permasalahan dan Arah
kebijakan”. httpμariefdaryanto.wordpress.com20070λ23persusuan-
indonesia-kondisi-permasalahan-dan-arah-kebijakan.[2 Juni 2012] ___________. 2009. Dinamika Daya saing Industri Peternakan. IPB press, Bogor.
___________.2010. ”Pentingnya
Merevitalsasi Industri
Susu”. http:www.mb.ipb.ac.idartikelviewida57ab49750ca6de535a0dca2522
80ea9.html . [2 Juni 2012].
Departemen Perindustrian, 2009. Roadmap Industri Susu. Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. Departemen Perindustrian. Jakarta.
Diputra, B.R.P. dan A. Priyanti. 2010. Technology of Forage Feed Supply Sustainability
to Support
Dairy Farms
in Indonesia.
http:www.deptan.go.idpedum2012PETERNAKAN . [31 Mei 2012].