Usaha Ternak Sapi Perah Struktur Pasar Susu Segar di Indonesia

i Kurva Produk Total ii Kurva Produk Rata-rata dan Kurva Produk Marjinal Sumber: Lipsey et al. 1995 Gambar 2. Kurva Produk Total, Produk rata-rata dan Poduk Marjinal Gambar 2 menggambarkan kurva produk rata-rata dan produk marjinal. Meskipun produk total, produk rata-rata dan produk marjinal digambarkan menjadi tiga kurva yang berlainan, tetapi semuanya merupakan aspek hubungan tunggal yang sama, yang diuraikan oleh fungsi produksi. Dengan perubahan tenaga kerja pada kapital yang tetap, menyebabkan perubahan output. q i q i MP AP Titik Balik Produktivitas Rata-rata Maksimum P rod u k T o ta l P rod u k P e r Un it Titik Maksimum

2.2.2. Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat persamaan input-input. Setiap produsen dalam teori dianggap mempunyai satu fungsi produksi, yaitu: Q = f x 1 , x 2 , x 3 ,...X n 2.1 X 1 ,x 2 ,x 3 ,...X n = beberapa input yang digunakan 2.2 Fungsi produksi menggambarkan kombinasi persamaan input dan teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan teknologi tertentu, hubungan antara input dan output tercermin pada fungsi produksinya. Suatu fungsi produksi menggambarkan kombinasi input yang dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama dapat digambarkan dengan kurva isokuan isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi yang menghasilkan produksi yang sama Joestan dan Fathoorozi 2003 Fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus, seperti berikut: Q = fK,T,M,L 2.3 dimana K adalah jumlah stok modal, L jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawanan, M adalah kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat produksinya Sukirno 2004.

2.2.3. Fungsi Penawaran Susu Sapi

Fungsi penawaran dapat diturunkan dengan memaksimumkan fungsi keuntungan Henderson and Quandt 1980. Dengan menggunakan teknologi tertentu, fungsi produksi susu sapi dapat di formulasikan sebagai berikut: Q = f S, P, O 2.4 dimana: Q = jumlah produksi susu S = jumlah sapi P = jumlah pakan O = faktor produksi lain Jika P S , P P , dan P O masing-masing harga faktor produksi S, P, dan O, maka fungsi biaya dirumuskan sebagai berikut: C = P S S + P P P + P O O + C O 2.5 dimana: C = biaya total C O = biaya tetap Dari persamaan 2.4 dan 2.5 dapat dirumuskan fungsi keuntungan: π = P Q f S, P, O – P S S + P P P + P O O + C O 2.6 dimana: π = keuntungan P Q = harga susu sapi Dengan memaksimumkan persamaan 2.6 didapat: P Q S = P S 2.7 P Q P = P P 2.8 P Q O = P O 2.9 Artinya saat keuntungan maksimum, nilai produk marginal masing-masing faktor produksi sama dengan harga faktor produksi itu sendiri. Dari persamaan 2.7, 2.8, dan 2.9 diketahui bahwa S, P, dan O merupakan peubah endogen, sedangkan PQ, PS, PP, dan PO peubah eksogen. Oleh karena itu fungsi permintaan faktor produksi diformulasikan sebagi berikut: S D = f P Q , P S , P P , P O 2.10 P D = f P Q , P P , P S , P O 2.11 O D = f P Q , P O , P S , P P 2.12 dimana S D , P D dan O D masing-masing merupakan permintaan terhadap sapi perah, pakan ternak dan faktor produksi lain. Dengan mensubtitusi persamaan 2.10, 2.11 dan 2.12 ke dalam persamaan2.4, maka di dapatkan fungsi penawaran susu sapi sebagai berikut: QS = fP Q , P S , P P , P O 2.13 Selain harga pokok dan harga faktor produksi, penawaran juga dipengaruhi oleh teknologi Koutsoyiannis, 1979. Namun karena keterbatasan data, teknologi tidak dimasukkan sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini.

2.3. Struktur Pasar Susu Segar di Indonesia

Saat ini industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku. Apabila kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun sebuah sistem agribisnis berbasis peternakan yang baik, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi Daryanto, 2009. Permasalahan yang dihadapi oleh usaha ternak sapi perah, tidak hanya akibat ketidakmampuan usaha ternak untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Setidaknya menurut Ilham dan Swatika 2001 konsumsi susu segar masyarakat masih sangat terbatas sehingga pemasaran susu segar tergantung pada IPS. Diperkirakan sekitar 88 sampai 91 persen produksi susu usaha ternak sapi perah rakyat dipasarkan ke IPS. Harga jual tersebut ditentukan berdasarkan syarat teknis atau kualitas susu yang dicerminkan oleh kandungan total solid susu 11- 12,5 persen. Fakta di lapangan menyebutkan hal tersebut dilakukan dengan mengukur Berat Jenis BJ, kandungan lemak susu, dan kandungan bakteri dibawah satu juta. Mekanisme penentuan harga dilakukan secar sepihak oleh IPS. Peternak hanya menerima yang telah ditentukan oleh IPS, berdasarkan kriteria yang disebutkan di atas, bahkan koperasi primer maupun GKSI tidak mempunyai kekuatan dalam menentukan harga susu, karena keberadaannya hanya bersifat sebagai perantara yang memperoleh fee untuk setiap liter susu yang dipasarkan ke IPS. Saat ini IPS hanya akan membeli bila harga SSDN lebih murah dari bahan baku impor. Bila terjadi sebaliknya, dengan dicabutnya sistem rasio, diduga IPS akan lebih memilih untuk menggunakan bahan baku asal impor. Hingga saat ini belum ada upaya IPS menjalin kemitraan agar produksi SSDN dapat bersaing dengan produk impor. Hal ini disebabkan masih ada keterkaitan antara IPS sebagai usaha multinasional dengan industri persusuan di masing- masing negara investorprodusen Ilham dan Swastika 2001

2.4. Konsep Daya saing

Porter 1990 menyatakan bahwa daya saing dapat diidentikkan dengan produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Peningkatan produktivitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi total factor productivity. National Competitiveness Council mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan untuk menerima keberhasilan sebagai pemimpin pasar untuk memberikan standar kehidupan yang lebih baik untuk setiap orang. Definisi ini kemudian diterangkan melalui sebelas kriteria yang harus dipenuhi dalam membangun daya saing, yaitu performa ekonomi economic performance, internasionalisasi internationalization, modal capital, pendidikan education, produktivitas, kompensasi tenaga kerja, dan biaya tenaga kerja per unit productivity, labour compensation, and unit labour cost, perpajakan taxation, ilmu pengetahuan dan teknologi science and technology, informasi kemasyarakatan information Society, infrastruktur transportasi transport infrastructure , serta pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup environmental protection and management. Kesebelas kriteria tersebut kemudian dilengkapi dengan dua kriteria krusial lainnya yaitu kondisi regulasi dalam suatu negara regulatory environment, dan kualitas kehidupan quality of life . Daya saing adalah suatu konsep komparatif dari kemampuan dan pencapaian dari suatu perusahaan, subsektor atau negara yang memproduksi menjual dan menyediakan barang-barang kepada pasar. Daya saing diterapkan pada pasar yang mengarah pada pasar persaingan sempurna. Konsep daya saing bisa juga bisa diterapkan pada suatu komoditi, sektoral atau bidang, wilayah dan negara. Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan Simanjuntak, 1992

2.5. Teori Keunggulan Kompetitif

Porter 1990 menyatakan empat atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor factor condisions, kondisi permintaan demand conditions, industri terkait dan pendukung related and supporting industries , serta setrategi, struktur, dan persaingan firm strategy, structure, and rivalry . Sementara itu atribut determinan eksternal dikategorikan menjadi pemerintah government dan terdapatnya kesempatan chance events. Komprehensivitas determinan baik secara internal maupun eksternal ini secara sistemik dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengidentifikasian daya saing competitiveness nasional. Sumber: Porter 1990 Gambar 3. Model Determinan Keunggulan Kompetitif Nat ional Porter’s Diamond Penjelasan lebih spesifik mengenai determinan keunggulan kompetitif nat ional Porter’s Diamond dijelaskan sebagai berikut:

a. Kondisi Faktor factor conditions

Kondisi faktor direpresentasikan dengan factor sumberdaya yang dimiliki suatu negara yang berhubungan dengan proses produksi. Kontribusi sumberdaya sebagai modal dasar dalam membangun keunggulan kompetitif merupakan suatu hal yang tidak dapat dipungkiri. Chance Firm Strategy, structure And rivalry Factor conditions Demand condition Related And supporting industries Goverment Porter 1990 mengklasifikasikan kondisi faktor produksi tersebut berdasarkan teori ekonomi klasik menjadi lima kelompok meliputi tenaga kerja, tanah, sumberdaya alam, kapital, dan infrastruktur. Tingkat signifikansi faktor produksi terhadap keunggulan kompetitif didasarkan pada kemampuan faktor produksi untuk menghasilkan manfaat yang spesifik dan berkesinambungan.

b. Kondisi Permintaan Demand Conditions

Kondisi permintaan domestik sangatlah mempengaruhi penentuan daya saing nasional. Suatu Negara dikatakan memperoleh benefit dari kondisi permintaan ketika permintaan domestik mampu memberikan gambaran yang representative mengenai preferensi konsumen. Konsumen lokal dapat membantu perusahaan nasional dengan cara memberikan sinyal “early warning system” sehingga perusahaan dapat melakukan tindakan antisipatif untuk bersaing di pasar domestik maupun global. Secara umum, konsumen dapat menekan perusahaan untuk melakukan inovasi dan membangun daya saing terhadap produk asing. Besarnya permintaan domestik menurut Porter 1990 mempunyai pengaruh yang kurang siknifikan dibandingkan dengan karakter dari permintaan domestik itu sendiri.

c. Industri Terkait dan Pendukung Related and Supporting Industries

Eksistensi industri terkait dan pendukung sebagai sebuah sistem akan mempengaruhi daya saing secara global. Struktur industri hulu dan hilir yang kuat akan memberikan kemudahan bagi upaya pencapaian peningkatan daya saing. Diantaranya adalah: 1 aliran informasi dan perubahan teknologi akan meningkatkan tingkat inovasi dan improvisasi. 2 keterkaitan industri akan menghasilkan banyak keahlian baru dan menyedikan potensi bagi perusahaan lain untuk masuk kedalam industri untuk meningkatkan persaingan.

d. Strategi, struktur, dan Persaingan Firm Strategy, Structure and Rivalry

Tingkat persaingan domestik dapat menghasilkan tuntutan kepada perusahaan untuk mengadopsi inovasi dan perbaikan improvement dari segi kualitas. Pesaing domestik memberikan tekanan satu sama lainnya untuk meminimumkan biaya, meningkatkan kualitas dan pelayanan, dan menstimulasi penemuan-penemuan baru. Karakteristik persaingan domestik juga dicirikan