Produksi Susu Sapi di Pulau Jawa

2002-2010 sebesar 8,26 persen. Yang menjadi sentra utama produksi susu di Kabupaten Jawa Tengah adalah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang dengan total share dari kedua kabupaten tersebut sebesar 77.16 persen pada tahun 2010. Produksi susu di Yogyakarta merupakan produksi terendah jika dibandingkan dengan Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa tengah. Selain itu, produksi susu di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki trend yang cenderung menurun. Antara tahun 2002 – 2010 produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 11.06 ton. Sedangkan pada tahun 2007 terjadi penurunan yang sangat drastis yaitu sebesar 6.99 ton hal ini diduga akibat adanya bencana alam meletusnya Gunung Merapi dan gempa bumi. Selain itu, penurunan produksi juga diduga akibat dari terjadinya krisis, sehingga usaha yang tidak mampu bertahan mentup usahanya.

4.4. Perkembangan Konsumsi Susu Indonesia

Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat Indonesia dan peningkatan jumlah populasi penduduk Indonesia merupakan dua faktor utama terjadinya evolusi pola konsumsi rumah tangga di indonesia. Pergeseran konsumsi juga terjadi di pos pengeluaran untuk bahan makanan. Rumah tangga cenderung untuk mengalihkan sebagian alokasi pengeluaran untuk bahan makan pokok ke bahan makanan lain yang mempunyai kadar kalori dan protein yang lebih tinggi seperti ikan, telur, daging unggas, daging sapi, dan susu Febiosa, 2005. Konsumsi susu masyarakat di Indonesia didominasi oleh produk susu olahan dibandingkan susu segar. Penyebab kondisi tersebut adalah: pertama, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap susu segar domestik; kedua, jangkauan penyebaran susu segar terbatas karena sifatnya yang mudah rusak dan terbatasnya akses terhadap cold storage; ketiga, keunggulan susu olahan yang praktis dan relatif tahan lama apabila disimpan; dan keempat, harga susu segar yang langsung disalurkan kepada konsumen relatif lebih mahal dibandingkan dengan produk susu olahan. Faktor-faktor tersebut menyebabkan konsumsi susu segar terbatas pada konsumen yang tinggal di daerah peternakan dan masyarakat kota yang berpendapatan tinggi Simatupang, et al., 1993. Secara nasional potensi permintaan produk susu sangat tinggi, dengan populasi penduduk tertinggi kelima di dunia. Komposisi penduduk bayi dan balita yang jumlahnya sekitar 21 juta jiwa, merupakan penggerak permintaan produk susu. Konsep pemasaran yang dilakukan oleh 23 IPS, memberikan pilihan yang lebih luas kepada konsumen untuk mengkonsumsi produk susu olahan. Jika pada food standard Codex hanya dikenal 2 dua formula susu yaitu infant formula dan adult formula, pada industri susu nasional juga terdapat susu formula pertumbuhan. Demikian juga susu kental manis Sweetened Condensed milk , yang sebenarnya tidak memenuhi standar kualitas susu karena mengandung laktosa 62,5-64,5 Bylund dalam Mulatsih dan Boediyana, 2010, justru memiliki segmen pasar paling luas karena banyak variasi penggunaannya sebagai campuran minum kopi, teh, membuat kue, pudding, es dan lain sebagainya. Konsumsi susu perkapita meningkat dari 6,8 kg pada tahun 2005, menjadi 7,7 kg tahun 2008 dan 10,47 kg pada tahun 2010. Pertumbuhan konsumsi susu yang mencapai 17th 33,8 selama periode 2008-2010 dan pertumbuhan produksi susu segar dalam negeri yang hanya 5,21, mendorong peningkatan impor bahan baku susu Mulatsih dan Boediyana, 2010

4.5. Perkembangan Impor Susu di Indonesia

Rendahnya produksi susu segar dalam negeri berakibat mendorong peningkatan impor bahan baku susu. Bahan baku susu impor merupakan produk setengah jadi intermediate products yang telah di proses menjadi bentuk bubuk. Varian bahan baku impor tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Non Fat Dry Milk Powder NFDM Non Fat Dry Milk Powder NFDM yang juga dikenal dengan sebutan susu bubuk skim merupakan hasil dari proses pengeringan dan pasteurisasi susu segar tanpa bahan tambahan aditif apapun. Bahan baku susu ini mempunyai kadar lemak yang rendah kurang dari satu persen sehingga baik untuk kesehatan. Mayoritas bahan baku susu yang di impor oleh IPS adalah dalam bentuk NFDM karena secara luas digunakan sebagai campuran untuk mereduksi kadar lemak susu segar yang diperoleh dari para peternak sapi perah. 2. Full Cream Milk Powder FCMP Full Cream Milk Powder FCMP merupakan bahan baku susu yang diproduksi melalui proses pasteurisasi. FCMP mempunyai kandungan solid susu sekaligus lemak yang tinggi, yakni sebesar 20 persen dan baik digunakan dalam pembuatan susu bayi formula. 3. Butter Milk Powder BMP Butter Milk Powder BMP adalah bahan baku susu yang merupakan produk sampingan dari pengolahan cream menjadi mentega butter yang dikenal dengan proses churning. 4. Anhydrous Milk Fat AMF Anhydrous Milk Fat AMF adalah kandungan lemak yang terdapat dalam susu maupun krim yang dihasilkan dalam proses churning. 5. Lactose lactose adalah komposit dari dua kandungan gula yang ada di dalam setiap jenis susu yaitu glukosa dan galaktosa. Laktosa memberikan rasa manis dan merupakan komponen yang menyumbangkan kalori sebesar 40 persen pada susu segar. Impor susu di indonesia secara langsung mulai dilakukan pada saat Industri Pengolahan Susu IPS mulai dirintis di dekade 70-an. Gambar 10 menunjukkan impor susu Indonesia memiliki trend yang cenderung terus meningkat. Meningkatnya trend impor susu memberikan kekhawatiran pada pelaku internal industri persusuan prihal penyerapan produksi susu domestik. Untuk mengatasi kekhawatiran ini pemerintah mengeluarkan SKB tiga menteri pada tahun 1982. Kebijakan ini secara garis besar meregulasi penyerapan IPS dengan instrumen rasio impor. IPS diharuskan untuk menyerap sejumlah susu domestik sebelum melakukan impor sesuai dengan rasio yang ditetapkan oleh tim koordinasi pengembangan persusuan nasional. Krisis di tahun 1997 memberikan andil dalam perkembangan volume impor susu Indonesia. Harga impor yang melonjak membuat IPS menurunkan volume impor susu, berkaitan dengan hal tersebut pada tahun 1998 kebujakan rasio impor di cabut. Langkah ini dilakukan dalam rangka memenuhi serangkain persyaratan Letter of Intent LoI IMF dalam program recovery perekonomian