Penjelasan Gambar 4:
1. Chow Test
Chow Test atau beberapa buku menyebutnya pengujian F Statistics adalah
pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect
. Terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit
cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan
dengan hipotesa sebagai berikut: H
: Model PLS Restricted H
1
: Model Fixed Effect Unrestricted.
Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan F-Statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:
2.14
Dimana: RRSS = Restricted Residual Sum Square
URSS = Unrestricted Residual Sum Square N
= Jumlah data cross section T
= Jumlah data time series K
= Jumlah variabel penjelas, Chow Test
ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu F
N-1, NT-N-K.
Jika nilai CHOW Statistics
F-Stat hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang
digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk
menguji stabilitas dari parameter stability test.
2. Hausman Test
Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan
dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya
derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan
1 K
N NT
URSS N
URSS RRSS
CHOW
metode random effect pun harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.
Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H : Random Effects Model
H
1
: Fixed Effects Model.
Sebagai dasar penolakan Hipotesa nol maka digunakan statistik hausman dan membandingkannya dengan chi square.
Statistik hausman dirumuskan dengan:
b M
M b
m
1 1
~ K
X
2
Dimana adalah vektor untuk statistik variabel fix effect, b adalah vektor statistik variabel random effect,
M adalah matriks kovarians untuk dugaan FEM dan
1
M
adalah matriks kovarians untuk dugaan REM.
3. LM Test
LM Test atau lengkapnya The Breusch
– Pagan LM Test digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect versus
Pooled Least Square .
H : PLS
H
1
: Random Effect.
Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan statistik LM yang mengikuti distribusi dari Chi Squre .
Statistik LM dihitung dengan menggunakan residual OLS yang diperoleh dari hasil estimasi model pooled.
Strategi Pengujian
Secara umum, dalam pengujian estimasi model-model data panel diperlukan sebuah strategi. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menguji:
a RE vs FE Hausman Test, b PLS vs FE Chow Test.
Kerangka pengambilan keputusan dalam memilih sebuah model yang digunakan adalah sebagai berikut:
Jika b tidak signifikan maka kita menggunakan Pooled Least Square. 2.15
Jika b signifikan namun a tidak signifikan maka kita menggunakan Random Effect Model .
Jika keduanya signifikan, maka kita menggunakan Fixed Effect Model. Penggunaan data panel memberikan banyak manfaat bagi dunia statistik dan
perkembangan ilmu ekonomi. Beberapa manfaat penggunaan panel data: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Panel data memberi peluang
perlakuan bahwa unit-unit ekonomi yang dianalisis seperti individu, rumah tangga, perusahaan hingga negara adalah heterogen.
2. Memberi informasi yang lebih banyak, lebih beragam, mengurangi kolinearitas collinearity, meningkatkan derajat bebas degree of freedom
dan lebih efisien. Data time series memiliki kecenderungan tingkat kolinearitas yang tinggi. Variabel seperti harga dan pendapatan dalam model
permintaan rokok memiliki tingkat kolineritas yang tinggi. Dengan menggunakan panel data, penambahan dimensi cross-section dapat
memperkaya keragaman dan informasi pada dua variabel tersebut harga dan pendapatan, sehingga akan menghasilkan estimasi yang lebih akurat.
3. Panel data lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Salah satu kekurangan apabila menggunakan pendekatan cross section adalah tidak dapat
menggambarkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi. Penelitian tentang kondisi perekonomian seperti pengangguran, mobilitas pendapatan, dan
kemiskinan lebih baik jika menggunakan panel. Apabila data-data yang berkaitan dengan isu tersebut diatas tersedia dalam rentang waktu yang relatif
panjang, akan dapat diperoleh informasi yang berhubungan dengan kecepatan penyesuaian terhadap perubahan kebijakan ekonomi. Dengan panel data, dapat
diketahui apakah kondisi seperti pengangguran dan kemiskinan merupakan kondisi yang temporer atau permanen.
4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi oleh pure cross section atau pure time series.
5. Dapat membangun dan menguji model perilaku behavioral models yang lebih kompleks dibanding pure cross section atau data time series. Sebagai
contoh, studi mengenai efisiensi tehnik technical efficiency lebih baik jika di lakukan dengan metode panel data. Restriksi yang lebih sedikit juga dapat
diberlakukan dalam panel distributed lag model dibandingkan purely time series.
6. Micro panel data merupakan pengukuran yang lebih akurat dibanding variabel
yang sama yang diukur pada tingkat makro. Dengan metode panel. bias yang berasal dari agregasi data-data invidu maupun perusahaan dapat dikurangi
atau bahkan dihilangkan. 7. Macro panel data mempunyai deret waktu time series yang lebih panjang
dan tidak seperti masalah nonstandard distribution dari unit root test dalam metode time series. Panel unit root test memiliki standard asymptotic
distribution .
Model regresi data panel yang umum digunakan diantaranya: a. Common Effect Model
Model ini mengasumsikan bahwa perilaku antar individu sama dalam berbagai kurun waktu.
Persamaan regresinya dapat ditulis sebagai berikut: Yit = α + βX
it
+ε
it
2.16 Untuk i = 1,….., N
t = 1……..T dimana N adalah jumlah unit cross section dan T adalah jumlah periode
waktunya. Implikasinya akan diperoleh sebanyak T persamaan deret lintang cross section yang sama. Selain itu diperoleh persamaan deret waktu time
series sebanyak N persamaan untuk setiap T periode observasi. Untuk
mendapatkan pa rameter α dan β yang konstan dan efisien, dapat diperoleh dalam
bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak N x T observasi. b. Fixed Effect Model FEM
FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi dengan X
it
atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen eror dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intercept.
Untuk one way komponen eror: y
it
= αi + i+X
it
β+u
it
2.17 Sedangkan untuk two way komponen eror :
y
it
= αi + i+ t+X
it
β+u
it
2.18
Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least Square
PLS, Within Group WG, Least Square Dummy varibel LSDV, dan two way error component fixed effect model
.
c. Random Effect Model REM REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi
dengan X
it
atau memiliki pola yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat komponen eror dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam eror.
Untuk one way komponen eror y
it
= αi +X
it
β+u
it
+ i 2.19
Untuk two way komponen eror y
it
= αi +X
it
β+u
it
+ i+
t
2.20
Asumsi yang digunakan dalam REM adalah: E
= 0 E
= E
= 0 untuk semua i dan t E
= untuk semua i dan t
Dimana untuk one way eror component: =
E = 0 untuk semua i, t dan j
E = 0 untuk i ≠ j dan t ≠ s
E = 0 untuk i ≠ j
Dari semua asusmi di atas, yang paling penting adalah E = 0.
Pengujian asumsi ini menggunakan hausmant test. Uji hipotesis yang digunakan adalah
Ho : = 0 tidak ada korelasi antara komponen eror dengan peubah
bebas H1 :
≠ 0 ada korelasi antara komponen eror dengan peubah bebas H =
-1
x
2
k Dimana: M = mat
riks kovarians untuk parameter β k = derajat bebas
Jika H maka komponen eror mempunyai korelasi dengan peubah bebas
dan artinya model yang valid digunakan adalah REM Penduga REM dapat dihitung dengan dua cara yaitu pendekatan between
estimator BE dan Generalized Least Square GLS
2.7. Penelitian Terdahulu
Wang et. al. 2010 mengkaji pertumbuhan dan kesenjangan regional dari pasar susu China sejak tahun 1980, meneliti permintaan konsumen perkotaan
untuk tiga produk susu utama susu cair, yogurt, dan susu bubuk, menganalisis pola impor produk susu utama China sejak tahun 1995, dan mendiskusikan
potensi peran China di pasar susu dunia dan implikasinya untuk perdagangan. Penelitian ini menggunakan data time-series dan cross-sectional untuk
menganalisis trend, perbedaan produksi susu China dan konsumsi produk susu melalui analisa grafis dan regresi. Sedangkan untuk menganalisis kecendrungan
dan pola produk susu China impor menggunakan data tahun 1995-2008. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pasar susu China telah berkembang pesat dalam dua
dekade terakhir tetapi ada kesenjangan yang signifikan antar daerah dan kelompok pendapatan. Hasil estimasi elastisitas penghasilan menunjukkan bahwa
pendapatan per kapita terus meningkat, permintaan produk susu, terutama yoghurt dan susu cair, diharapkan tumbuh pada tingkat yang signifikan. Kecenderungan
impor dan analisis pola menunjukkan bahwa impor susu China kemungkinan akan terus tumbuh dan memberikan kesempatan untuk eksportir produk susu besar
seperti Amerika Serikat, Selandia Baru dan Australia. Du Toit et. al. 2010 mengkaji faktor yang mempengaruhi daya saing
jangka panjang dari 11 produsen susu komersial dari Timur Griqualand, Afrika Selatan menggunakan panel data periode 1990
– 2006. Hasil dari regresi menunjukkan bahwa jumlah sapi, skala produksi, produksi tahunan per ekor,
teknologi dan perubahan kebijakan dari waktu kewaktu, dan rasio pendapatan terhadap perdagangan total susu mempengaruhi daya saing jangka panjang dari
produsen susu. Untuk meningkatkan daya saing di pasar susu, produsen harus mempertimbangkan untuk meningkatkan jumlah sapi, produsen harus
mempertimbangkan pemanfaatan padang rumput dan hijauan berbasis sistem
produksi untuk menurunkan biaya pakan dan memilih sapi dengan seliksi yang unggul.
Buxton 1985 menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di Amerika Serikat selama 4 tahun pada 48 negara bagian. Penelitian ini
menguji elastisitas supply susu yaitu, persentase perubahan jumlah susu yang dihasilkan karena perubahan faktor utama produksi susu. Faktor-faktor utama
yang mempengaruhi produksi susu adalah: 1 Harga susu, peningkatan 1 persen harga susu yang diterima peternak, meningkatkan produksi susu nasional sekitar
setengah persen selama 4 tahun. Dampak terbesar terjadi pada tahun pertama 0.175 dan tahun kedua 0.182 setelah harga berubah. Dampak pada tahun
perubahan harga relatif kecil 0.036. 2 Biaya input. Dimana biaya input diwakili oleh harga pakan jerami alfalfa dan jagung. Peningkatan 1 persen harga
jerami alfalfa per ton menurunkan produksi susu nasional sebesar 0.164 persen selama periode 4 tahun, dan peningkatan harga jagung per bushel gantang
menurunkan produksi susu sebesar 0.075 persen. Harga jerami alfalfa berpengaruh signifikan di 28 negara bagian. Harga jagung berpengaruh signifikan
terhadap supply susu di 14 negara bagian, terutama di bagian utara. 3 Laba dalam suatu perusahaan pertanian alternatif. Faktor ini diukur oleh harga daging
sapi. Penurunan 1 persen pada perubahan harga daging sapi meningkatkan produksi susu nasional sebesar 0.056 persen selama periode 4 tahun. 4 Kondisi
ekonomi umum. Kondisi ini diukur dengan tingkat pengangguran. Pengangguran mempengaruhi produksi susu nasional sebesar 0.085 persen. Dampak dari tingkat
penganguran pada produksi susu signifikan pada 16 negara bagian. Amalia 2008 menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing
dan impor susu Indonesia. Metode penelitian yang digunakan terdiri atas: pertama, metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan Porter’s diamond
untuk menganalisis kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing susu domestik ditengah serbuan impor susu pasca penghapusan kebijakan ratio impor.
Kedua, metode Engle-Grenger Cointegration dan Error Correction Model ECM, untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu baik dalam
jangka panjang maupun jangka pendek.
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi daya saing susu domestik melalui pendekatan Porter’s Diamond menghasilkan implikasi
penelitian bahwa kelemahan mendasar daya saing susu domestik terletak pada kondisi faktor. Skala usaha yang tidak ekonomis dengan bentuk usaha
perseorangan dan rata-rata kepemilikan sapi perah sebanyak tiga sampai empat ekor, komposisi ketenagakerjaan yang didominasi pekerja harian dengan tingkat
pendidikan rendah, dan teknologi yang bersifat konvensional berkontribusi terhadap rendahnya kapasitas produksi susu domestik. Sebaliknya, faktor yang
diduga berkontribusi besar terhadap kondisi daya saing adalah kondisi permintaan. Permintaan akan susu domestik sebagai permintaan turunan atas
produk susu olahan distimulasi oleh peningkatan pendapatan perkapita masyarakat, peningkatan populasi dari urbanisasi, peningkatan awareness akan
manfaat susu, dan peningkatan persaingan antar IPS untuk menghasilkan produk susu olahan yang terdiferensiasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
konsumen. Industri pendukung dan terkait melibatkan peranan koperasi primer
peternak dihadapkan pada permasalahan mismanajemen dan pemborosan akibat diversifikasi usaha yang tidak relevan dan menjadi biaya yang besar bagi
koperasi. Kondisi strategi, struktur, dan persaingan antar susu domestik dan impor belum kondusif untuk meningkatkan daya saing susu domestik. Hal ini
dikarenakan harga susu impor lebih kompetitif dengan spesifikasi kualitas yang lebih unggul. Ketergantungan pemasaran susu kepada IPS membuat bargaining
position GKSI sebagai representasi peternak sapi perah menjadi lemah dalam
menetapkan harga susu domestik. Intervensi pemerintah melalui penghapusan kebijakan rasio impor
memberikan pengaruh yang beragam bagi setiap determinan. Implikaasi yang menarik dalam penelitian ini adalah peningkatan persaingan menyebabkan
keluarnya usaha yang tidak mampu bersaing meningkatkan efisiensi agregat usaha peternakan sapi perah. Determinan kesempatan dengan indikator pergerakan nilai
tukar riil rupiah mempengaruhi daya saing susu domestik. Impor susu Indonesia dari sisi permintaan impor demand dalam jangka
panjang dipengaruhi secara signifikan oleh harga riil susu impor, harga riil susu