Pembuatan Tepung Okara Protein Fractionation and Functional Properties Characterization of Okara Flour

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Okara merupakan hasil samping pengolahan susu kedelai maupun tahu yang masih memiliki potensi untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Pemanfaataan okara harus didahului dengan perlakuan pendahuluan yang mengkondisikan okara tersebut menjadi lebih mudah untuk dimanfaatkan. Perlakuan pendahuluan yang dimungkinkan adalah pengeringan yang disertai proses pengecilan ukuran untuk memperoleh tepung okara dengan ukuran partikel yang kecil dan relatif seragam.

4.1. Pembuatan Tepung Okara

Pengeringan akan mengurangi sejumlah besar air yang terdapat dalam okara sehingga diperoleh okara kering dengan kadar air yang relatif rendah dan mudah dalam penyimpanannya. Proses pengeringan dilakukan dengan mengacu pada penelitian Wicramarathna Arampath 2003 yang melakukan pengeringan okara pada suhu 60 °C. Cabinet dryer yang digunakan telah dikondisikan pada suhu 55 °C sehingga pengeringan okara dilakukan menggunakan suhu tersebut. Proses pengeringan tidak dilakukan pada suhu lebih dari 60 °C untuk menghindari terjadinya kerusakan pada okara basah, seperti pencoklatan maupun rusaknya protein yang terkandung dalam okara tersebut. Neraca massa tahap pengeringan okara, tahap penggilingan, dan pengayakan dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13. Adapun rendemen pembuatan tepung okara dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 12 Neraca massa tahap pengeringan okara Komponen masuk sistem Komponen keluar sistem Okara basah 31,9077 kg Air yang teruapkan Okara kering 27,8877 kg 4,02 kg Tabel 13 Neraca massa tahap penggilingan dan pengayakan tepung okara Komponen masuk sistem Komponen keluar sistem Okara kering 4,02 kg Okara kering yang hilang selama penggilingan dan pengayakan Tepung okara 150  Tepung okara δ150 0,23 kg 2,46 kg 1,33 kg 45 Tabel 14 Rendemen pembuatan tepung okara Bahan Okara kering Tepung okara • Setelah tahap penggilingan dan pengayakan Rendemen terhadap Okara basah Kedelai kering 12,60 11,88 • Ukuran lebih besar dari 150 150  • Ukuran hingga 150 δ 150 7,71 4,17 24,60 13,30 Air yang diuapkan selama proses pengeringan sebesar 27,8877 kg Tabel 12 dan mengakibatkan persentase rendemen okara kering yang dihasilkan sebesar 12,5988 Tabel 14. Data tersebut menunjukkan bahwa okara basah mengandung air yang sangat banyak. Hal ini terkait dengan keterbatasan proses penyaringan dan pemerasan dalam pembuatan susu kedelai yang dilakukan secara manual. Perlakuan pengepresan sebelum proses pengeringan akan mengurangi waktu pengeringan yang diperlukan. Pengeringan alternatif yang dapat dilakukan dengan proses yang lebih sederhana adalah dengan memanfaatkan panas radiasi dari sinar matahari. Metode ini dapat menekan biaya produksi karena dapat menghemat biaya bahan bakar untuk cabinet dryer. Adapun kekurangan metode ini adalah kesulitan untuk mengontrol intensitas cahaya matahari sehingga intensitas panas selama proses pengeringan berlangsung menjadi tidak homogen. Kekurangan lainnya adalah cuaca yang sulit diperkirakan dan dikendalikan. Pengeringan secara langsung dengan sinar matahari dapat memberikan suhu yang lebih tinggi, namun beberapa masalah dimungkinkan terjadi selama pengeringan tersebut, seperti kontaminasi dari mikroorganisme maupun serangga dan binatang lain. Permasalahan tersebut dapat diminimalkan dengan menggunakan prinsip efek rumah kaca greenhouse effect. Adanya material transparan yang diletakkan di atas bahan yang dikeringkan dapat menyerap radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang dan tidak mudah dilepaskan. Hal ini dapat memperpendek waktu pengeringan Brennan, 2006b. Adapun aliran udara bergerak secara konveksi natural. Skema pengeringan menggunakan radiasi sinar matahari dengan efek rumah kaca seperti ditunjukkan pada Gambar 11. ua G at ul 46 Sumber: Breennan 2006 Gambar 11 Skema ppengeringann menggunaakan radiasii sinar mataahari dengann efek rumah kkaca Prosses pengeriingan denggan mengguunakan priinsip pengeeringan terrsebut diatas Gambar 11 ttelah dilakuukan sebanyyak 2 kali 22 batch padda dua hari yang berbeda. Hasil yang diperoleh dari kedu batch peengeringan tersebut sangat berbeda Gambar 12. Hal ini dimungkinkkan terkait dengan flukktuasi perubbahan cuaca selaama pengerringan yangg cukup tinnggi sehinggga pengeringan sepannjang siang harii ± 8 jam menjadi tidak efektif.f. Kondisi inni mengakibbatkan kaddar air okara masih cukup ttinggi dan okara menjjadi bau kaarena terjaddi degradasii oleh mikroorgaanisme. Cuaca merupakaan faktor liingkungan yang sanga berpengaaruh pada proses pengeringgan metode ini. Faktor ini dalam prakteknya sulit dikenddalikan sehingga metode pengeringaan ini pperlu modifikasi, salah ssatunya adalah mengkommbinasikanny dengan pengumpu panas solar colleector Breennan 2006. Penngumpul paanas ini akan membanntu menyimmpan panas sehingga proses pengeringgan dimungkkinkan berlaangsung padda saat tidakk ada matahhari. a. ppengeringann batch ke-1 b. peengeringan bbatch ke-2 Gambar 12 Kenammpakan tepuung okara yang dikerinngkan mengggunakan sinar matahaari 47 Proses pengecilan ukuran sangat diperlukan untuk memperoleh tepung okara dengan ukuran partikel yang seragam. Ukuran partikel ini dapat berpengaruh pada pemanfaatan tepung okara tersebut selanjutnya. Tepung okara digiling hingga ukuran partikel 150  atau lolos ayakan 100 mesh. Proses penggilingan yang dilakukan menghasilkan tepung okara dengan ukuran partikel bervariasi, sehingga dibedakan dalam 2 dua kelompok, yaitu tepung okara dengan ukuran partikel hingga 150  δ 150  dan tepung okara dengan ukuran lebih besar dari 150 . Tepung okara yang digunakan dalam tahap selanjutnya adalah yang berukuran hingga 150 , sehingga persentase rendemen terhadap okara basah menjadi 4,1682 Tabel 14. Apabila dihitung berdasarkan berat kedelai kering, maka rendemen tepung okara tersebut menjadi 13,30. Upaya peningkatan persentase rendemen yang diperoleh dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti memperbaiki performansi disc mill maupun dengan mencari alternatif alat penggiling yang memiliki kemampuan mengecilkan ukuran partikel dengan lebih baik. Performansi disc mill dapat ditingkatkan dengan mencari kombinasi yang tepat antara kecepatan putar speed rotor, gap, ukuran partikel, dan saringan screen yang terdapat dalam disc mill tersebut Walas 1988. Adapun dengan mengetahui ukuran partikel awal dan ukuran partikel akhir yang diharapkan maka energi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan pendekatan menggunakan Hukum Bond Bond’s Law. Hukum ini dapat diterapkan pada partikel yang memerlukan penggilingan kasar, sedang, maupun halus Brennan 2006a, yaitu: E 2K x 1 x 1 x 1 = rata-rata ukuran awal partikel yang akan masuk ke alat Keterangan: x 2 = rata-rata ukuran partikel produk E = energi per unit massa yang diperlukan untuk menghasilkan peningkatan luas permukaan K = konstanta Energi yang diperoleh dari persamaan tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja disc mill maupun membantu dalam menentukan disc mill yang sesuai untuk proses penggilingan okara kering Lampiran 3. Pemilihan disc mill untuk menggiling okara kering sebenarnya telah tepat. Hal ini terkait dengan karakteristik disc mill yang sesuai untuk menggiling bahan 48 berserat. Disc mill secara umum terdapat dalam 2 tipe, yaitu single disc mill dan double disc mill . Single disc mill memiliki fungsi yang sama dengan double disc mill , yaitu memiliki kemampuan menggiling bahan yang lebih kasar coarser tetapi kemampuan reduksi lebih rendah Snow et al. 1999. Adapun disc mill yang digunakan berupa single disc. Penggunaan double disc mill dimungkinkan dapat meningkatkan persentase rendemen yang diperoleh.

4.2. Proksimat Tepung Okara