Komposisi Asam Amino Tepung Okara

51 modifikasi penggunaan enzim amilase untuk menghilangkan pati Andersson et al . 2006. Tabel 16 Kadar serat pangan tepung okara ukuran δ 150  menggunakan metode Van Soest Komponen Kadar NDF Neutral Detergent Fiber 67,39 ADF Acid Detergent Fiber 27,97 Hemiselulosa 40,42 Selulosa 19,15 Lignin 8,63 Silika 0,19 • Kadar selulosa = kadar ADF – kadar lignin Keterangan: • Kadar hemiselulosa = kadar NDF – kadar ADF Apabila dibandingkan dengan proksimat tepung kedelai, perbedaan tampak pada kadar abu, protein, dan lemak. Hal ini terkait erat dengan tahap ekstraksi untuk menghasilkan susu kedelai. Tahap ekstraksi melarutkan sebagian abu, protein, dan lemak pada kedelai. Protein terdapat dalam tepung okara yang berukuran partikel δ 150  untuk selanjutnya akan dibahas dengan istilah tepung okara dengan kadar yang cukup tinggi, yaitu 26,5138 db. Hal ini memberikan peluang untuk memanfaatkan tepung okara tersebut. Agar pemanfaatannya optimal, maka perlu dilakukan karakterisasi protein yang terdapat pada okara tersebut, meliputi: komposisi asam amino, fraksinasi protein berdasarkan kelarutannya, dan sifat fungsionalnya.

4.3. Komposisi Asam Amino Tepung Okara

Protein tersusun atas 20 asam amino dengan urutan sequence tertentu. Komposisi asam amino dianalisis menggunakan HPLC. Jenis HPLC yang digunakan berupa reversed phase HPLC. Aguilar 2004 menyatakan bahwa RP- HPLC merupakan teknik yang sangat mendukung dalam analisis peptida dan protein karena beberapa alasan sebagai berikut: 1. Resolusi yang diperoleh sangat baik pada kisaran kondisi kromatografi yang luas. 2. Selektivitas kromatografi dapat dimanipulasi dengan cara mengubah karakteristik fase mobil sehingga mempermudah analisis. da i, A C. A O am am oyl ai 52 3. Prroduktivitas dan recoveery yang tinnggi. 4. Peemisahan daapat diulangg kembali setelah perioode waktu yyang cukup lama deengan didukkung sorbennt materiall yang stabiil pada variiasi kondisii fase moobil yang cuukup luas. Berbbagai metoode analisiss dapat dilaakukan unttuk menenttukan kompposisi asam aminno dalam suatu bahan pangan. Asam amino penyusun okara diannalisis meggunakkan 2 dua metode yang berbed dan mennggunakan 2 dua macam reagensia derivatisasi yaitu mettode 1 mengggunakan o--phthalaldeehyde OPA dan metode 2 menggunaakan phenyylisothiocyannate PITC Kompossisi asam amino yang dipeeroleh tidak dapat memmberikan hasil yang sama karena terkait deengan metode annalisis yang digunakan.. Metode 1 meerupakan analisis assam amino yang menggunakaan o- phthalaldeehyde OPA sebagai reagensia derivatisasiinya. Agensia ini memmiliki sensitifitas pengujian hinggal fmol Tyler 2000. Prooses separasi menggunnakan reversed-pphase HPLLC dengan detektor fluoresens. o-phthalaaldehyde OPA dengan reagensia tiol sebagai ofaktor akaan bereaksi dengan asaam amino primer membentuuk produk issoindol berffluoresensi seperti padaa Gambar 13. Sumber: Daamodaran 19996 Gammbar 13 Reaaksi o-phthaalaldehyde OPA denggan asam mino primer Metode 2 merupakan analisis asam mino yang menggunnakan phenylisotthiocyanatee PITC ssebagai reaagensia derrivatisasinyaa dan dideeteksi berdasarkaan absorbannsi UV. Aggensia ini memiliki ensitivitas pengujian hingga pmol Tyller 2000. PPITC dapat bbereaksi baaik dengan aasam aminoo primer maaupun sekunder. N-phenylthhiocarbamoy PTC-ammino acids, C 6 H 5 NHCSSNHCHRCCO 2 H merupakann hasil reakksi antara aasam aminoo dengan phhenylisothioocyanate reeagen Edman pada buffer yang sesua Barrett dan Elmore 2004. Reaaksi antara PITC dengan asam amino dapat dilihat pada Gammbar 14. no te 53 Sumber: Sheerwood 20000 Gaambar 14 Reaksi phenyylisothiosyaanat PITC dengan asaam amino Metode 1 memmiliki limit deteksi yang lebih baik daripada metode 2. Hal ini tampak pada konsenntrasi asamm-asam amin yang erukur. Kaddar asam amino tepung okaara dapat ddilihat pada Gambar 15. Alaninn Triptofaan TTreonin Tiroosin Sistein Serin Prolin Valin 10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 Argiinin Asam aspartaat Asam glutamat Fenilalanin Glisin Histidin Isoleussin Pustaka Metode 1 Metionin Lisin Leussin Metode 2 Keterangan : Komposisi asam amino menggunakan pustaka Waliszzewski, et al., 2002. Gambar 15 Diagram komposisi asam amino tepung okaara Anaalisis asam amino mennggunakan HPLC diawwali dengan tahap hidroolisis. Hidrolisis asam umuum digunakkan dalam menghidrolisis proteinn untuk annalisis asam amiino. Metodee ini dapatt memberikkan variasi pada hasil yang dipeeroleh 54 terkait dengan adanya kerusakan beberapa asam amino, baik kerusakan parsial maupun kerusakan total. Ikatan peptida hampir seluruhnya labil terhadap hidrolisis asam, namun akan lebih resisten pada ikatan peptida yang disusun oleh asam-asam amino hidrofobik, seperti valin, leusin, dan isoleusin. Ikatan pada asam-asam amino: Ala-Ala, Ile-Ile, Val-Val, Val-Ile, Ile-Val, dan Ala-Val umumnya tahan terhadap hidrolisis dan akan terputus hanya sekitar 50-70 apabila hidrolisis dilakukan selama 24 jam pada 110 °C Ozols 1990. Ikatan tersebut dapat terputus saat waktu hidrolisis diperpanjang menjari 48 hingga 72 jam pada 110 °C Tyler 2000. Kedua metode memberikan hasil yang berbeda Lampiran 7. Beberapa asam amino tidak dapat dideteksi pada salah satu metode, tetapi ada juga yang tidak terdeteksi pada kedua metode tersebut. Asam amino asparagin dan glutamin tidak dapat ditentukan kadarnya dengan menggunakan kedua metode tersebut. Hal ini terkait dengan hidrolisis asam yang mampu menyebabkan deaminasi pada asam amino asparagin dan glutamin menjadi asam aspartat dan asam glutamat Kivi 2000; Ozols 1990; Tyler 2000. Sistein juga tidak terdeteksi pada kedua metode tersebut. Sistein dapat teroksidasi parsial selama hidrolisis asam dan cenderung membentuk beberapa senyawa, seperti: sistin, sistein, asam sulfinat sistein, dan asam sistenat Nielsen, 2003. Sistein tidak dapat dideteksi saat menggunakan reagensia derivatisasi OPA karena sistein dapat bereaksi dengan gugus 〈-amin maupun bereaksi dengan rantai samping tiol. Sistein dapat ditentukan hanya setelah gugus tiol dikonversi secara oksidasi maupun alkilasi Kivi 2000. Sistein dapat dioksidasi menggunakan asam performat, karboksilmetilasi, maupun dengan 4-vinylpyridine Ozols 1990. Penggunaan asam ditiodiglikolat yang dikombinasikan dengan agensia derivatisasi phenylisothiocyanate dapat mendeteksi asam amino sistein Tyler 2000. Kadar asam amino serin, treonin, dan tirosin diperoleh cukup berbeda dengan pustaka. Asam amino tirosin dapat mengalami halogenasi selama hidrolisis berlangsung. Penambahan 0,1 fenol dalam larutan 6 N HCl yang digunakan dapat pencegah terjadinya hal tersebut Ozols 1990. Modifikasi asam 55 amino secara fosforilasi dapat mendukung deteksi asam amino serin, treonin, dan tirosin yang lebih baik Tyler 2000. Metode 1 tidak dapat mengidentifikasi asam amino prolin dan triptofan. Asam amino prolin merupakan asam amino yang mengandung gugus amina sekunder, sehingga tidak dapat bereaksi dengan OPA. Prolin dapat dideteksi jika dikonversi terlebih dahulu menjadi amina primer menggunakan reagensia oksidatif seperti kloramin T atau sodium hipoklorit Kivi 2000. Triptofan mudah terdegradasi dengan adanya hidrolisis asam. Triptofan dapat ditentukan dengan melakukan hidrolisis basa menggunakan reagensia basa seperti: NaOH, LiOH, maupun dengan hidrolisis enzimatis. Asam amino metionin tidak dapat dideteksi menggunakan Metode 2 dimungkinkan telah rusak karena proses hidrolisis yang cukup lama, yaitu sekitar 16-18 jam. Metionin dapat teroksidasi menjadi metionin sulfoksida selama hidrolisis dan dapat dicegah dengan penambahan 2-mercaptoethanol Ozols 1990. Metode 2 juga tidak dapat mengukur asam amino histidin dan alanin. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan Kivi 2000 bahwa reagensia derivatisasi PITC dapat mengkuantifikasi tirosin dan histidin dengan baik. Komposisi dan kadar asam amino yang diukur menggunakan Metode 1 dan 2 memberikan hasil yang berbeda. Kadar masing-masing asam amino yang terukur menggunakan Metode 1 relatif memiliki pola yang lebih mendekati komposisi dan kadar asam amino dari penelitian Waliszewski et al. 2002. Adapun hasil dari Metode 2 memberikan perbedaan yang cukup jauh pada hampir seluruh asam amino yang terukur. Hal ini kemungkinnan terkait dengan tahap hidrolisis asam yang dilakukan, yaitu semakin lama proses tersebut dilakukan maka peluang terjadinya kerusakan pada asam-asam amino akan semakin besar pula. Pemilihan kondisi reaksi pada Metode 2 dimungkinkan juga mempengaruhi perbedaan tersebut. Machado et al. 2003 melaporkan hasil yang variatif diperoleh saat derivatisasi dilakukan pada suhu lingkungan dengan mengeliminasi pelarut-pelarut menggunakan nitrogen sehingga diperlukan optimasi pada kondisi elusi dan komposisi fase mobil. Hasil analisis komposisi asam amino yang dilakukan dengan kedua metode secara umum memberikan informasi yang sama, yaitu asam glutamat merupakan 56 asam amino dengan jumlah paling banyak Gambar 15. Hal ini juga sesuai dengan hasil analisis oleh Waliszewski et al. 2002. Asam amino asam glutamat yang terdapat dalam tepung okara dengan jumlah yang cukup banyak memberikan kontribusi tersendiri dalam pemanfaatan tepung okara tersebut. Asam glutamat dapat berkontribusi dalam flavor karena memberikan sensasi sensoris umami dan gurih pada produk yang dihasilkan. Asam amino esensial merupakan asam amino yang penting dan diperlukan oleh tubuh manusia, tetapi tidak dapat diproduksi secara langsung, sehingga perlu dikonsumsi dari pangan. Asam-asam amino esensial adalah histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin Bender 2006. Tepung okara mengandung asam-asam amino esensial dalam jumlah yang cukup. Kadar total asam amino esensial pada Metode 1 dan Metode 2 adalah 9,22 dan 7,37. Apabila dibandingkan terhadap total kadar asam amino, maka diperoleh persentase asam amino esensial pada Metode 1 dan 2 masing-masing sebesar 45,96 dan 56,30. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 50 asam amino yang terkandung pada tepung okara merupakan asam amino esensial. Dengan demikian pemanfaatan tepung okara dalam produk pangan tidak hanya sebagai sumber protein tetapi juga mendukung dalam pemenuhan kebutuhan asam-asam amino esensial. Pemanfaatan tepung okara dalam suatu produk olahan pangan umum dilakukan dengan tujuan meningkatkan kandungan protein produk pangan tersebut. Tujuan lain juga dimungkinkan terkait dengan sifat fungsional tepung okara yang memiliki daya serap air yang tinggi. Adapun pemanfaatan tepung okara pada suatu produk pangan tidaklah selalu memberikan hasil yang baik. Salah satu contoh masalah yang dimungkinkan terjadi akibat pemanfaatan tepung okara adalah penurunan volume loaf roti tawar Sutedja 2004. Asam amino asam glutamat dan lisin yang terkandung dalam tepung okara dapat dimanfaatkan sebagai substrat bagi enzim microbial transglutaminase. Enzim microbial transglutaminase MTGase merupakan enzim yang mampu membentuk ikatan silang antara kedua macam asam amino tersebut. Ikatan silang tersebut akan bersama-sama dengan gluten membentuk matriks yang lebih mampu memerangkap gas CO 2 selama fermentasi berlangsung. Hal ini diharapkan akan 57 membantu dalam meningkatkan volume loaf roti tawar yang ditambah dengan tepung okara tersebut.

4.4. Analisis Fraksinasi Protein Berdasarkan Metode Osborne