26
Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Uji Bioteknologi, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
3.3 Metodologi 3.3.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 2 tahap, meliputi: Tahap 1
Okara umumnya diperoleh dengan kadar air yang cukup tinggi, oleh karena
: Pembuatan tepung okara
itu sangat mudah rusak. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalkan tingkat kerusakan tersebut adalah dengan menghilangkan sebagian
besar air yang terkandung dalam okara tersebut. Tahap ini ditujukan untuk membuat tepung okara okara flour dengan ukuran pertikel yang seragam.
Proses pembuatan tepung okara seperti pada Gambar 10. Okara
basah Pengeringan
Cabinet dryer, 55 °C, 9 jam
Okara kering
Penggilingan Disc mill
Pengayakan ukuran 100 mesh
Tepung okara ukuran 150
Tepung okara
ukuran δ 150
Gambar 10 Proses pembuatan tepung okara
Tahap 2 Okara
yang akan dikarakterisasi dalam penelitian ini digunakan adalah
: Karakterisasi tepung okara
tepung berukuran δ 150 . Beberapa parameter uji yang dilakukan meliputi:
a. Analisis Proksimat kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat.
27
b. Analisis Kadar Serat Pangan Kadar serat pangan yang terkandung dalam tepung okara diukur
dengan menggunakan metode gravimetri dan enzimatis. c. Analisis Komposisi Asam Amino
d. Fraksinasi Protein Metode Osborne dan Protein Recovery Kadar protein terlarut ditentukan menggunakan metode Bradford
dan analisis berat molekul protein fraksi menggunakan elektroforesis SDS- PAGE. Protein recovery merupakan persentase protein yang terlarut dari
total protein yang terkandung dalam tepung okara tersebut. Agar dapat meningkatkan pemanfaatan protein pada tepung okara, maka dilakukan
usaha meningkatkan protein recovery melalui modifikasi terhadap waktu ektraksi, serta penggunaan kombinasi pH suspensi dan suhu ekstraksi.
Waktu ekstraksi metode awal yaitu: tahap 1 selama 30 menit, tahap 2 selama 5 menit, dan tahap 3 selama 5 menit sehingga total waktu ekstraksi
adalah 40 menit untuk selanjutnya disebut dengan Metode 1. Modifikasi waktu ekstraksi dilakukan dengan memperpanjang waktu ekstraksi dari
waktu ekstraksi pada metode awal. Modifikasi pertama berupa waktu ekstraksi pada tahap 1 selama 30 menit, tahap 2 selama 2 jam, dan tahap 3
selama 30 menit sehingga total waktu ekstraksi adalah 3 jam untuk selanjutnya disebut dengan Metode 2. Modifikasi kedua berupa waktu
ekstraksi dengan tahap 1 selama 3 jam, tahap 2 selama 2 jam, tahap 3 selama 30 menit sehingga total waktu ekstraksi sebesar 5,5 jam untuk sela
jutnya disebut dengan Metode 3. Metode ekstraksi yang terpilih selanjutnya dikombinasikan dengan
pH suspensi dan suhu ekstraksi yang ditingkatkan. pH suspensi awal adalah pH 6 tanpa dimodifikasi dan pH tersebut ditingkatkan menjadi 8
dan 9 dengan mempertimbangkan bahwa pH tersebut menjauhi titik isolektriknya. Suhu modifikasi yang digunakan adalah 80
°C, sedang suhu awalnya adalah suhu ruang 25
°C. e. Sifat Fungsional Tepung Okara, meliputi:
1 Kelarutan Solubility 2 Daya serap air Water Absorption CapacityWAC
28
3 Daya serap minyak Oil Absorption CapacityOAC 4 Kapasitas dan stabilitas emulsi Emulsion CapasityEC and Emylsion
Stability ES
5 Kapasitas dan stabilitas buih Foam CapacityFC and Foam Stability
FS 6 Pembentukan gel Gel Forming
Keseragaman data diupayakan dengan menetapkan nilai koefisien kovarian koef. varian SDrerata
⋅ 100 yang diperoleh maksimal 10. Pengaruh ukuran partikel terhadap komposisi proksimat dianalisis dengan uji t dengan
〈 = 0,05. Pengaruh variasi perlakuan ekstraksi pada Fraksinasi Osborne dianalisis
menggunakan analisis varian dengan 〈 = 0,05 dan apabila terdapat beda nyata
dilanjutkan dengan uji pembeda nyata Duncan. Analisis dilaksanakan menggunakan perangkat lunak SPSS 13 Gomez Gomez 1984.
3.3.2 Prosedur Analisis
Parameter-parameter yang digunakan untuk mendukung penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut:
3.3.2.1 Fraksinasi Osborne
Lookhart dan Bean 1995 dengan modifikasi a.
Tepung okara 50 mg diekstraksi dengan air deionisasi 500 μL selama 30
Ekstraksi Albumin
menit, dengan divorteks selama 1 menit setiap 10 menit. Campuran selanjutnya disentrifugasi selama 20 menit pada 25.150
⋅ g. Supernatan ekstrak albumin
didekantasi dan disimpan sebagai ALB-1. Endapan E.ALB-1 divorterks dengan 500 μL air deionisasi selama 1 menit, didiamkan selama 120 menit, dengan
divorteks selama 1 menit setiap 30 menit, dan disentrifugasi kembali seperti
sebelumnya. Supernatan yang diperoleh dari dekantasi disimpan sebagai ALB-2. Endapan E.ALB-2 yang diperoleh selanjutnya divorteks kembali selama 1 menit
dan didiamkan selama 30 menit, dengan divorteks selama 1 menit setiap 10 menit, dengan 500 μL air deionisasi, kemudian disentrifugasi kembali. Supernatan
dituang dan disimpan sebagai ALB-3 dan endapan E.ALB-3 dilanjutkan ke
tahap ekstraksi globulin.
29
b.
Endapan E.ALB-3
diekstraksi dengan larutan 0,5N NaCl 500 μL selama Ekstraksi Globulin
30 menit, dengan divorteks selama 1 menit dengan interval 10 menit. Campuran tersebut disentrifugasi selama 20 menit pada 25.150
⋅ g. Supernatan ekstrak
globulin didekantasi dan disimpan sebagai GLOB-1. Endapan E.GLOB-1 divorteks dengan 500 μL 0,5N NaCl selama 120 menit, dengan divorteks selama 1
menit setiap 30 menit, dan disentrifugasi seperti sebelumnya. Supernatan
disimpan sebagai GLOB-2. Endapan E.GLOB-2 disentrifugasi dengan larutan
0,5 N NaCl yang lain selama 1 menit, didiamkan selama 30 menit, dengan divorteks selama 1 menit dengan interval 10 menit, dan diresentrufugasi.
Supernatan disimpan sebagai GLOB-3 dan endapan E.GLOB-3 divorteks dengan air deionisasi 500 μL selama 1 menit, didiamkan selama 30 menit,
dengan divorteks selama 1 menit dengan interval 10 menit, disentrifugasi, dan
supernatannya GLOB-3’ dibuang. Perlakuan ini menggunaan air dan bertujuan untuk mereduksi pengaruh garam pada endapan E.GLOB-3’ saat dilakukan
ekstraksi prolamin pada tahap selanjutnya. c.
Endapan GLOB-3’
diekstraksi menggunakan etanol 70 500 μL selama Ekstraksi Prolamin
30 menit, dengan divorteks selama 1 menit pada setiap 10 menitnya, selanjutnya disentrifugasi selama 20 menit pada 25.150
⋅ g. Supernatan ekstrak prolamin
didekantasi dan disimpan sebagai GLI-1. Endapan E.GLI-1 divorteks dengan 500 μL etanol 70 selama 1 menit, didiamkan selama 120 menit, dengan
divorteks selama 1 menit setiap 30 menit, dan disentrifugasi seperti sebelumnya.
Supernatan disimpan sebagai GLI-2 dan endapan E. GLI-2 divorteks kembali dengan etanol 70 sebanyak 500 μL selama 1 menit, didiamkan selama 30 menit,
dengan divorteks selama 1 menit dengan interval 10 menit, dan disentrifugasi.
Supernatan yang diperoleh dituang dan disimpan sebagai GLI-3 dan endapan E.GLI-3 digunakan untuk ekstraksi glutenin.
d.
Endapan E.GLI-3 diekstraksi dengan
larutan 0,2 NaOH 500 μL Ekstraksi Glutenin
selama 30 menit, dengan divorteks selama 1 menit dengan interval 10 menit. Campuran tersebut disentrifugasi selama 20 menit pada 25.150
⋅ g. Supernatan
30
ekstrak glutelin didekantasi dan disimpan sebagai GLU-1. Endapan E.GLU-1 divorteks dengan 500 μL 0,2 NaOH selama 120 menit, dengan divorteks selama
1 menit setiap 30 menit, dan disentrifugasi seperti sebelumnya. Supernatan
disimpan sebagai GLU-2. Endapan E.GLU-2
disentrifugasi dengan 500 μL larutan 0,2 NaOH yang lain selama 1 menit, didiamkan selama 30 menit,
dengan divorteks selama 1 menit dengan interval 10 menit, dan diresentrufugasi.
Supernatan disimpan sebagai GLU-3 dan endapan E.GLU-3 dianalisis kadar
protein tak terlarut menggunakan metode micro Kjeldhal.
3.3.2.2 Analisis Kadar Protein Metode Bradford Kruger NJ. 2002; Owusu-
Apenten, 2002
a. Larutan Bovine Serum Albumin BSA 100-1000
gml sebanyak 100 μL
Pembentukan Kurva Standar
dipipet ke dalam tabung reaksi berukuran 1,2 ⋅ 10 cm, kemudian ditambahkan 5
ml pereaksi Bradford cara pembuatan pereaksi Bradford dapat dilihat pada Lampiran 1. Larutan tersebut kemudian divorteks dan diukur secara
spektrofotometri pada panjang gelomban g λ 595 nm setelah diinkubasi selama 5
menit. Blanko dilakukan dengan menggunakan 100 μL akuades ditambahkan 5 mL perekasi Bradford dan diukur dengan cara yang sama. Kurva standar yang
diperoleh digunakan untuk mengukur konsentrasi sampel. b.
Sampel sebanyak 100 μL dipipet ke dalam tabung reaksi berukuran 1,2 ⋅ 10 Pengukuran Sampel
cm, kemudian ditambahkan 5 mL pereaksi Bradford. Larutan kemudian divorteks dan diukur secara
spektrofotometri pada λ= 595 nm setelah diinkubasi selama 5 menit. Kadar protein sampel dihitung dengan menggunakan persamaan linier yang
diperoleh dari kurva standar.
3.3.2.3 Analisis Sodium Dodecyl Sulfate -Polyacrylamide Gel SDS-PAGE
Electrophoresis Bolag dan Edelstein, 1991
Analisis sodium dodecyl sulfate -polyacrylamide gel SDS-PAGE dilakukan menggunakan gel akrilamida dengan konsentrasi separating gel 12
dan stacking gel 5. Sampel yang dielektroforesis adalah supernatan protein hasil
31
fraksinasi dengan metode Osborne dari sampel tepung okara. Tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan SDS-PAGE adalah a. pembuatan separating gel; b.
pembuatan stacking gel; c. preparasi dan injeksi sampel; d. running SDS-PAGE; e. pewarnaan gel; f. destaining gel; dan g. penentuan berat molekul protein-
protein yang terpisahkan. Pembuatan larutan stok dan larutan kerja untuk analisis SDS-PAGE dapat dilihat pada Lampiran 1.
a. Dua lempengan kaca mini slab yang akan digunakan sebagai cetakan gel
Pembuatan Separating Gel
dirangkai sesuai dengan petunjuk pemakaian. Larutan A sebanyak 4,0 mL dipipet ke dalam gelas piala, kemudian ditambahkan 2,5 mL larutan B dan 3,5 mL akua-
biodestilat dan diaduk perlahan dengan menggoyangkan gelas piala. Ammonium persulfate APS 10 sebanyak 50 L dan
N,N,N’,N’-tetrametylene- ethylenediamine
TEMED sebanyak 5 L ditambahkan ke dalam campuran dan
diaduk kembali dengan perlahan. Campuran dimasukkan ke dalam lempengan kaca mini slab tanpa menimbulkan gelembung udara dengan menggunakan
mikropipet sampai sekitar 1 cm dari atas lempengan. Bagian yang tidak diisi gel diberi akuades untuk meratakan gel yang terbentuk. Gel kemudian dibiarkan
mengalami polimerisasi selama 30-60 menit. b.
Air dari atas separating gel dibuang dan dikeringkan dengan menggunakan Pembuatan Stacking Gel
tissu. Akua-biodestilat, larutan A, dan larutan C masing-masing sebanyak 2,3 mL, 0,67 mL, dan 1,0 mL dicampurkan ke dalam gelas piala dan diaduk perlahan
dengan cara menggoyangkan gelas piala. APS 10 sebanyak 30 L dan 5 L
TEMED ditambahkan ke dalam campuran dan diaduk kembali dengan perlahan. Sisir dimasukkan dengan cepat tanpa menimbulkan gelembung udara. Stacking
gel dibiarkan mengalami polimerisasi selama 30-60 menit. Sisir diangkat dari atas
gel dengan perlahan setelah gel berpolimerisasi, dan slab ditempatkan ke dalam wadah elektroforesis. Buffer elektroforesis dimasukkan ke dalam wadah
elektroforesis di bagian dalam dan luar agar gel terendam. c.
Sebanyak 40 L sampel dimasukkan ke dalam microtube dan ditambahkan
Preparasi dan Injeksi Sampel
10 L buffer sampel. Tabung kemudian dipanaskan selama 5 menit dalam air
32
mendidih 100
o
C. Sampel kemudian siap diinjeksikan ke dalam sumur
menggunakan mikropipet. Mikropipet dibilas menggunakan akuades setiap kali ingin memasukkan sampel lain. Protein marker sebanyak 7
L ditempatkan pada salah satu sumur, disetiap slabnya.
d. Katup elektroda dipasang dengan arus mengalir ke anoda. Sumber listrik
Running SDS-PAGE
dinyalakan dan dijaga konstan pada 70 V. Running dilakukan selama 180 menit sampai migrasi dye tersisa sekitar 0,5 cm dari dasar. Aliran listrik selanjutnya
dimatikan dan katup elektroda dilepaskan, lalu plat gel dipindahkan dari elektroda.
e. Gel diangkat dari slab dan dipindahkan ke dalam wadah tertutup yang telah
Pewarnaan Gel
berisi pewarna coomassie brilliant blue kurang lebih 20 mL, kemudian diagitasi dalam rotary shaker selama 5-10 menit.
f. Gel diangkat dan dicuci dengan menggunakan akuades beberapa kali.
Destaining Gel
Larutan penghilang warna ditambahkan destaining solution dan diagitasi dalam rotary shaker
hingga latar belakang pita protein menjadi terang. Larutan penghilang warna selanjutnya dibuang dan gel siap dianalisis.
g. Berat molekul protein sampel dapat dihitung dari persamaan regresi antara
Penentuan Berat Molekul Protein yang Terpisahkan
mobilitas relatif protein marker penanda protein dengan logaritma dari berat molekul protein marker yang telah diketahui. Mobilitas relatif protein dihitung
dengan membandingkan jarak migrasi protein diukur dari garis awal separating gel sampai ujung pita protein yang dibandingkan dengan jarak migrasi tracking
dye . Mobilitas relatif tersebut dirumuskan sebagai:
Rf jarak migrasi protein
jarak migrasi
3.3.2.4 Kadar Air AOAC, 1990
Sampel yang sudah dihomogenkan ditimbang sebanyak 1-2 gram dan dimasukkan dalam cawan tertutup. Sampel selanjutnya dipanaskan dalam oven
33
100-105 °C selama 3 jam, dipindahkan dalam desikator, dan ditimbang.
Pemanasan diulang kembali hingga memperoleh berat yang konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan:
Kadar air
Kadar air berat sampel
berat sampel berat sampel konstan
berat sampel konstan berat sampel berat sampel konstan
100
100
3.3.2.5 Kadar Abu AOAC, 1990
Sampel homogen 3-5 gram dalam cawan dibakar dalam tanur pengabuan 400
°C kemudian dinaikkan menjadi 550 °C hingga diperoleh abu berwarna abu-abu dan ditimbang beratnya. Pengabuan diulang hingga diperoleh berat yang
konstan. Kadar abu dihitung menggunakan persamaan:
Kadar abu berat abu g
berat sampel g 100
3.3.2.6 Kadar Lemak Metode Soxhlet AOAC, 1990
Sampel 3-5 gram dibungkus kertas saring dam dimasukkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat ekstraksi Soxhlet kemudian dirangkai dengan alat
kondenser yang diletakkan diatasnya dan labu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut dietil eter atau petroleum eter atau heksana ditambahkan secukupnya dan
dilakukan refluks minimal 5 jam hingga pelarut yang turun kembali ke labu lemak menjadi jernih kembali. Pelarut selanjutnya didistilasi dan lemak hasil
ekstraksi dipanaskan dalam oven 105 °C hingga kering. Pemanasan dilakukan
hingga dicapai berat yang konstan. Kadar lemak ditentukan melalui persamaan:
Kadar lemak berat lemak g
berat sampel g 100
3.3.2.7 Kadar Protein Metode Mikro Kjeldhal AOAC, 1990
Sampel 0,5 g dimasukkan dalam labu Kjeldhal dan ditambah dengan 3-10 mL HCl 0,01 N. Sampel selanjutnya ditambah dengan 1,9
± 0,1 g K
2
SO
4
, 40 ± 10
34
mg HgO, dan 2,0 ± 0,1 mL H
2
SO
4
serta beberapa butir batu didih, kemudian dipanaskan hingga diperoleh cairan jernih pada alat destruksi. Labu dipindahkan
ke alat destilasi, ditambah 8-10 mL larutan NaOH. Ujung alat kondensor dipasang erlenmeyer yang berisi 5 mL H
2
BO
3
dan beberapa tetes indikator. Destilasi dihentikan saat volume cairan dalam erlenmeyer mencapai sekitar 15 mL, lalu
dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna. Pengujian diulang pula untuk blanko tanpa penambahan sampel. Kadar protein ditentukan melalui
persamaan:
Kadar nitrogen ml HCl
ml blanko N NaOH mg sampel
14,008 100
Kadar protein kadar nitrogen
faktor konversi 6,25
3.3.2.8 Kadar Serat Pangan Dietary Fiber Tidak Larut dan Serat Larut
Metode Enzimatis Asp et al. 1983 dalam
1990 Deddy
et al. 1992; AOAC,
Sampel yang telah diekstrak lemaknya ditimbang sebanyak 1 gram W lalu dipindahkan ke dalam erlenmeyer 600 mL. 0,1 M buffer natrium fosfat pH 6,0
sebanyak 25 mL dan 100 L termamyl ditambahkan dalam erlenmeyer, ditutup
dan diinkubasikan pada penangas air selama 15 menit, dengan diaduk sesekali. Erlenmeyer didinginkan, lalu ditambah 20 mL akuades dan diatur pH-nya
mencapai pH 1,5 menggunakan HCl. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin, erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan pada penangas air 40
°C dan diagitasi selama 60 menit. Setelah inkubasi selesai, ditambahkan 20 mL akuades dan diatur
pHnya menjadi 6,8 dengan NaOH. Lalu ditambahkan 100 mg pankreatin, erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan pada penangas air 40
°C dan diagitasi selama 60 menit. pH diatur menjadi 4,5 dengan penambahan HCl. Larutan sampel
disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya porositas 2 yang mengandung 0,5 g celite kering berat tepat diketahui. Residu yang diperoleh
digunakan untuk pengujian kadar serat tidak larut, sedang filtrat digunakan untuk pengujian kadar serat larut.
35
a. Residu dicuci dengan 2
⋅ 10 mL akuades, lalu dicuci lagi dengan 2 ⋅ 10 mL Analisis Kadar Serat Tidak Larut
etanol 95, 2 ⋅ 10 mL aseton, dikeringkan pada suhu 105 °C sampai beratnya
konstan semalam. Ditimbang setelah didinginkan dalam desikator D1. Residu diabukan dalam muffle furnace 550
°C selama paling sedikit 5 jam. Ditimbang setelah didinginkan dalam desikator I1. Kadar serat tak larut dihitung dengan
persamaan:
b.
Kadar serat tak larut
Analisis Kadar Serat Larut
W D1 – I1 – B1
⋅ 100
Volume filtrat diatur dengan akuades hingga mencapai volume 100 mL. Ditambahkan 400 mL etanol 95 hangat 60
°C. Diamkan supaya mengendap selama 1 jam. Selanjutnya disaring dengan crucible kering porositas 2 yang
mengandung 0,5 g celite. Filtrat dicuci dengan 2 ⋅10 ml etanol 78, 2 ⋅ 10 mL
etanol 95, dan 2 ⋅ 10 mL aseton. Dikeringkan pada suhu 105 °C sampai
beratnya konstan semalam lalu ditimbang setelah didinginkan dalam desikator D2. Residu diabukan dalam muffle furnice 550
°C selama paling sedikit 5 jam. Ditimbang setelah didinginkan dalam desikator I2. Blanko diperoleh dengan
cara yang sama, tetapi tanpa sampel B1 dan B2. Kadar serat larut dihitung dengan persamaan:
Kadar serat larut W
D2 – I2 – B2 ⋅ 100
3.3.2.9 Kadar Total
Serat Pangan
Total Dietary
Fiber Metode
Nonenzimatis-Gravimetri AOAC, 1993
Sampel dihaluskan δ 30 mesh dan dikering bekukan terlebih dahulu, lalu
ditimbang 500 mg duplo dengan simpangan 0,1 mg dalam masing-masing 250 mL gelas beker. Air ditambahkan sebanyak 25 mL ke setiap gelas beker, disonikasi,
sehingga sampel terbasahkan seluruhnya. Sampel yang menempel di dinding beker dibersihkan dengan 1-2 mL air. Beker ditutup dengan aluminium foil dan
diinkubasi dalam inkubator atau waterbath 37 °C selama 90 menit.
36
Etanol 95 ditambahkan sebanyak 100 mL dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang 25
± 2 °C. Residu diambil pada kondisi vakum menggunakan cawan yang beratnya telah diketahui dan telah ditambahkan filtter aid. Jarum Luer
atau bahan lain yang kecil digunakan bila proses filtrasi berjalan lambat untuk menggoreskan pada filter aid. Cara lain yang dapat digunakan adalah
menggunakan tekanan positif. Residu dicuci menggunakan 2
⋅ 20 mL 78 etanol, 2 ⋅ 10 mL 95 etanol, dan 1
⋅ 10 mL aseton. Proses diakhiri dengan melakukan pencucian dengan aseton di atas api, aseton ditampung pada tabung lain yang terpisah. Krus yang
mengadung residu dikeringkan minimal 2 jam ε 2 jam pada 105 °C. Krus
selanjutnya didinginkan minimal 2 jam ε 2 jam pada desikator lalu ditimbang.
Selisih berat sampel hasil penimbangan harus mendekati 0,1 mg. Residu lalu dilakukan pengabuan pada 525
°C selama 5 jam. Krus lalu didinginkan minimal 2 jam dalam desikator dan ditimbang dengan selisih 2 penimbangan mendekati 0,1
mg. Residu analat dianalisis kadar protein menggunakan metode Kjeldhal dengan perhitungan N
⋅ 6,25. Total serat pangan dihitung menggunakan persamaan:
Kadar TDF 100
W P
A 100 W
W
‘
Keterangan: W
r
= mg residu; P = protein dalam residu; A = abu dalam residu; dan W
s
= mg berat sampel.
3.3.2.10 Analisis Acid Detergen Fiber ADF Apriantono et al. 1989
Sampel dalam bentuk tepung lolos ayakan 30 mesh ditimbang sebanyak 1 gram W dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Larutan ADF ditambahkan
sebanyak 100 mL, dididihkan pda pendingin balik selama 60 menit. Larutan selanjutnya disaring melalui gelas filter 2-G-3 dan endapan yang diperoleh dicuci
dengan akuades panas beberapa kali lalu dengan aseton beberapa kali juga. Gelas filter berisi endapan lalu dikeringkan dalam oven 100
°C sampai diperoleh berat yang konstan sekitar 8 jam dan ditimbang a. Endapan selanjutnya diabukan
pada tanur bersuhu 450-500 °C hingga diperoleh berat yang konstan sekitar 3
jam dan ditimbang b. Kadar ADF dihitung dengan persamaan:
Kadar ADF a
W b
100
37
3.3.2.11 Analisis Neutral Detergen Fiber NDF Apriantono et al. 1989
Sampel dalam bentuk tepung lolos ayakan 30 mesh ditimbang sebanyak 0,5 gram W dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Larutan
〈-amilase ditambahkan sebanyak 30 mL dan diinkubasi pada suhu 40
°C selama 16 jam semalam. Larutan NDF selanjutnya ditambahkan sebanyak 200 mL Na
2
SO
3
sebanyak 0,5 g. Campuran direfluks pada pendingin tegak selama 60 menit lalu disaring melalui gelas filter 2-G-3 dan dicuci dengan akuades panas beberapa kali.
Endapan selanjutnya dibilas dengan aseton beberapa kali. Gelas filter berisi endapan lalu dikeringkan dalam oven 100
°C sampai diperoleh berat yang konstan sekitar 8 jam dan ditimbang a. Endapan selanjutnya diabukan pada tanur
bersuhu 450-500 °C hingga diperoleh berat yang konstan sekitar 3 jam dan
ditimbang b. Kadar NDF dihitung dengan persamaan:
Kadar NDF a
W b
100
3.3.2.12 Analisis Lignin
Sampel dalam bentuk tepung lolos ayakan 30 mesh ditimbang sebanyak 0,5 gram W dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Larutan ADF ditambahkan
sebanyak 100 mL dan direfluks pada pendingin tegak selama 60 menit. Campuran lalu disaring melalui gelas filter 2-G-4. Gelas filter berisi residu dimasukkan dalan
gelas piala 100 mL. Larutan 72 H
2
SO
4
dingin 15 °C ditambahkan sebanyak 25
mL dan diaduk hingga terbentuk pasta halus dan didiamkan selama 3 jam pada suhu 20 – 23
°C sambil diaduk setiap 1 jam sekali. Penyaringan dilakukan dengan bantuan vakum. Residu dicuci dengan air panas hingga filtrat bebas asam didek
dengan kertas lakmus. Residu selanjutnya dibilas dengan seton 2 – 3 kali. Gelas filter berisi endapan lalu dikeringkan dalam oven 100
°C sampai diperoleh berat yang konstan sekitar 8 jam dan ditimbang a. Endapan selanjutnya diabukan
pada tanur bersuhu 450-500 °C hingga diperoleh berat yang konstan sekitar 3
jam dan ditimbang b. Kadar lignin dihitung dengan persamaan:
Kadar lignin a
W b
100
38
3.3.2.13 Analisis Asam Amino menggunakan Derivat o-pthalaldehide OPA
a. Kadar protein sampel ditentukan terlebih dahulu dengan metode Kjeldahl.
Preparasi Sampel
Sampel yang mengandung 3 mg protein dimasukkan ke dalam ampul dan ditambahkan 1 mL HCl 6 N. Campuran tersebut dibekukan dalam es kering-
aseton menggunakan freeze dryer yang dihubungkan dengan pompa vakum. Udara yang ada dalam sampel yang telah dibekukan dikeluarkan dengan cara
mengeluarkan ampul dari dalam es kering-aseton dan udara yang terlarut dalam sampel akan keluar saat campuran tersebut mencair. Ampul dimasukkan kembali
ke dalam es kering-aseton dan divakum kembali jika gelembung udara terlalu banyak, atau keluar terlalu cepat. Cara tersebut diulang hingga udara yang ada
dalam sampel keluar seluruhnya. n-oktil alkohol dapat ditambahkan sebanyak 1 atau 2 tetes sebagai anti bubbling jika masih ada gelembung udara. Ampul
divakum kembali selama 20 menit, kemudian bagian tengah tabung ditutup dengan cara memanaskannya di atas api. Ampul yang telah ditutup dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam.
Sampel yang telah dihidrolisis didinginkan pada suhu kamar, kemudian dipindahkan ke dalam labu evaporator 50 mL. Ampul dibilas dengan 2 mL HCl
0,01 N dan cairan bilasan dimasukkan ke dalam labu evaporator. Pembilasan diulangi sebanyak 2-3 kali. Sampel dikeringkan menggunakan freeze dryer dalam
keadaan vakum. Air sebanyak 10-20 mL ditambahkan ke dalam sampel dan dikeringkan dengan freeze dryer untuk mengubah sistein menjadi sistin.
Pengulangan dilakukan sebanyak 2-3 kali. Sampel yang telah dikeringkan dan ditambah 5 mL HCl 0,01 N telah siap untuk dianalisis.
b. HPLC type ICI dan column ODS diatur kondisi sebagai berikut:
Analisis Sampel
Kolom : Ultra techspere
Laju aliran fase mobil : 1 mLmenit Detektor
Fase mobil : Fluoresensi
: Buffer A dan Buffer B dengan gradien sebagai berikut:
39
Waktu menit
1 2
5
13 15
20 22
26 28
38 Laju aliran fase mobil
mLmenit 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
Buffer b
15 15
42 42
70
100 100
Grafik dibuat sebagai hubungan antara waktu menit sebagai absis dengan B sebagai ordinal.
Sampel yang telah dlhidrolisis dilarutkan dalam 5 mL HCI 0,01 N kemudian disaring dengan kertas milipore. Buffer Kalium Borat pH 10,4 ditambahkan
dengan perbandingan 1:1. Sampel sebanyak 10 l dimasukkan ke dalam vial
kosong yang bersih, ditambah 25 l pereaksi OPA, dan dibiarkan selama 1 menit
agar derivatisasi berlangsung sempurna. sampel selanjutnya diinjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5
l kemudian ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit.
Konsentrasi asam amino dinyatakan dalam mol AA dalam sampel dihitung
sebagai berikut: luas puncak standar
luas puncak sampel konsentrasi standar
luas puncak standar luas puncak sampel
0,5 µmol
mL 5 mL
Persen asam amino dalam sampel
µ AA
M AA µ
Mr asam amino yang digunakan untuk perhitungan adalah sebagai berikut:
40
Asam amino Asp
Glu Ser
His Gly
Thr Arg
Ala Tyr
Met Val
Phe Ileu
Leu Lys
Mr 131,10
147,10 105,09
155,16
75,07 119,12
174,20 89,09
181,19 149,21
117,15 165,19
131,17 131,17
146,19
3.3.2.14 Analisis Asam Amino menggunakan Derivat Phenylisothiocyanat
PITC
Sampel protein ditimbang sebanyak ± 40 gram setara dengan protein yang
ada dalam sampel. Sampel selanjutnya dihidrolisa dengan HCl 6 N pada 100 °C
selama 16-18 jam dalam sebuah labu kemudian disaring. Larutan sampel diambil 15
L dan direaksikan dengan phenylisothiocyanat PITC kemudian injeksikan ke HPLC menggunakan syring miliphore. Kolom HPLC yang digunakan adalah
kolom pico tag 3,9 ⋅ 150 mm dengan fase mobil kombinasi asetonitril dan
metanol. Detektor yang digunakan adalah UV dcngan panjang gelombang 254 nm. Penentuan kadar asam amino dilakukan dengan menggunakan persamaan:
Kadar asam amino luas area standar
luas area contoh berat sampel
konsentrasi standar BM
FK 100
3.3.2.15 Kelarutan Solubility Tsumura et al. 2005 dengan Modifikasi
Suspensi sampel encer 0,1 g10 mL diaduk selama 10 menit kemudian diatur dalam berbagai variasi pH antara 2 hingga 12. Pengaturan pH menggunakan
larutan 1 M HCl dan 1 M NaOH. Suspensi sampel selanjutnya disentrifugasi pada 8.000
⋅ g selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dan diukur kadar proteinnya
41
menggunakan metode Bradford. Kelarutan protein dinyatakan sebagai gram protein terlarut per 100 g protein sampel.
3.3.2.16 Daya Serap Air Water Absorption CapasityWAC Khattab
Arntfield 2009 dengan Modifikasi
Sampel sebanyak 0,1 g ditambah dengan 1 mL akuades dan divorteks selama 5 menit. Suspensi selanjutnya disentrifugasi pada 5000
⋅ g selama 30 menit. Supernatan dihitung volumenya. Air yang terabsorpsi dihitung sebagai
selisih antara volume air yang ditambahkan dengan volume supernatan. Daya serap air dinyatakan sebagai mililiter volume air terabsorpsi per gram sampel.
3.3.2.17 Daya Serap Minyak Oil Absorption CapasityOAC Khattab
Arntfield 2009 dengan modifikasi
Sampel sebanyak 0,1 g ditambah dengan 1 ml minyak kedelai dalam microtube
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam. Sampel selanjutnya disentrifugasi 15.000
⋅ g selama 15 menit. Volume minyak yang tersisa diukur. Daya serap minyak dihitung sebagai mililiter minyak terserap per gram sampel.
3.3.2.18 Pembentukan Gel Gel Formation Khattab Arntfield 2009
Sampel dibuat suspensi dengan konsentrasi 2-20 menggunakan akuades. Masing-masing konsentrasi suspensi diambil 10 mL dan dimasukkan dalam
tabung reaksi. Sampel selanjutnya dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 1 jam dan dilanjutkan dengan pendinginan cepat dalsm penangas dingin,
kemudian disimpan pada 4 °C selama 2 jam. Konsentrasi pembentukan gel
minimum merupakan konsentrasi minimal saat sampel dalam tabung reaksi yang dibalik tidak berubah bentuk maupun jatuh.
3.3.2.19 Kapasitas dan Stabilitas Buih Foaming CapasityEC and Foaming
Stability ES Khattab Arntfield 2009 dengan Modifikasi
Sampel sebanyak 2 g dicampur dengan 100 mL akuades kemudian dikocok menggunakan hand mixer selama 5 menit pada kecepatan tinggi. Campuran
selanjutnya dipindahkann ke dalam gelas ukur 250 mL dan diamati volumenya
42
setelah 30 detik. Kapasitas buih Foaming CapacityFC dinyatakan sebagai persentase peningkatan volume dengan menggunakan persamaan:
Kapasitas Buih vol. sblm pengocokan
vol. stlh pengocokan vol. sblm pengocokan 100
Volume buih diamati pada 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 90, 120 menit setelah dilakukan pengocokan untuk menentukan stabilitas buih dan ditentukan
menggunakan persamaan:
Stabitas buih volume buih setelah waktu
volume buih awal 100
3.3.2.20 Kapasitas dan Stabilitas Emulsi Emulsion CapasityEC and
Emulsion Stability ES Khattab Arntfield 2009 dengan Modifikasi
Sampel sebanyak 4 g dicampur dengan 46 mL akuades dan diblender selama 30 detik menggunakan hand blender. Minyak kedelai ditambahkan sedikit
demi sedikit menggunakan pipet volume dan pencampuran tetap dilakukan hingga terdapat fase yang terpisah. Kapasitas emulsi Emulsification CapacityEC
dinyatakan sebagai mililiter minyak yang dibutuhkan untuk mengemulsi pergram sampel. Emulsi dipindahkan ke dalam gelas ukur dan dilakukan pengamatan
terhadap jumlah air yang terpisah mulai dari 0 menit hingga 5 jam dengan interval waktu 30 menit, serta setelah 24 jam. Stabilitas emulsi emulsification
stability ES dinyatakan sebagai mililiter air per gram sampel.
3.3.2.21 Tekstur
Analisis tekstur dilakukan secara objektif yaitu dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer dengan metode texture profile analysis
dengan alat Texture Analyzer TA-XT2 yang telah dilengkapi dengan sistem komputerisasi. Analisis menggunakan probe P-75 dan alat diatur sebagai berikut:
Pre Test Speed Test Spee
Post Test Speed Distance
Time : 1,5 mms
: 1,5 mms : 1,0 mms
: 60 : 5 sec.
Trigger Type Trigger Force
Trigger Stop Plot at Break Detect
Unit Force Unit Distance
: :
: :
: :
auto 20 g
final off
grams strain
43
Output hasil pengukuran berupa grafik kemudian dianalisis untuk
menghitung parameter reologi yang diinginkan ditentukan sebagai berikut: a.
Kekerasan ditentukan dari maksimum gaya nilai puncak pada tekanan Kekerasan hardness
kompresi pertama. b.
Kerapuhan ditentukan dari puncak yang pertama kali terbaca pada tekanan Kerapuhan fracturability brittlenesss
yang pertama. c.
Elastisitas menggambarkan kemampuan produk dapat kembali ke kondisi Elastisitas springiness
semula setelah diberikan tekanan pertama. Parameter ini ditentukan dari jarak yang ditempuh oleh sampel pada tekanan kedua sehingga tercapai nilai gaya
maksimumnya L2 dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh produk pada tekanan pertama sehingga tercapai nilai gaya maksimumnya L1 dan
dirumuskan sebagai L2L1. d.
Daya kohesif dihitung dari luasan di bawah kurva pada tekanan kedua A2 Daya Kohesif cohesiveness
dibagi dengan luasan di bawah kurva pada tekanan pertama A1 atau A2A1. e.
Kelengketan dihitung dari nilai kekerasan dikalikan dengan daya kohesif atau Kelengketan gumminess stickiness
A2A1 ⋅ kekerasan.
f. Daya kunyah dihitung dari hasil perkalian nilai kelengketan dengan
Daya Kunyah chewiness
elastisitas, atau L2L1 ⋅ kelengketan.
3.3.2.22 Berat Jenis
Sampel yang telah disiapkan ditimbang beratnya W. Gelas ukur disiapkan dan diisi air dengan volume tertentu V
1
. Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur tersebut dan ditentukan volume gabungan air dan sampel V
2
. Berat jenis ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Berat jenis gram
mL V
W V
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Okara merupakan hasil samping pengolahan susu kedelai maupun tahu yang
masih memiliki potensi untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Pemanfaataan okara harus didahului dengan perlakuan pendahuluan yang mengkondisikan okara
tersebut menjadi lebih mudah untuk dimanfaatkan. Perlakuan pendahuluan yang dimungkinkan adalah pengeringan yang disertai proses pengecilan ukuran untuk
memperoleh tepung okara dengan ukuran partikel yang kecil dan relatif seragam.
4.1. Pembuatan Tepung Okara