Analisis Sifat Fungsional Protein Okara

75 solven. Adapun kadar asam amino nonpolar yang sedikit lebih rendah daripada asam-asam amino polar dimungkinkan terjadi akibat ekstraksi yang dilakukan pada pH 9, yaitu kelarutannya juga meningkat saat menjauhi titik isoelektriknya. Fraksi globulin tersusun terutama oleh asam amino polar bermuatan, yaitu asam amino lisin Gambar 29. Hal ini terkait dengan adanya dua buah gugus amina yang dimiliki oleh asam amino ini sehingga kelarutannya pada kondisi basa menjadi lebih tinggi. Komposisi asam amino tidak secara langsung mencerminkan sifat kelarutan protein dalam suatu fraksi. Hal ini terkait pula dengan struktur dan urutan asam amino sequence protein tersebut. Kondisi ini tampak pada fraksi prolamin, yaitu kadar asam amino asam glutamat yang terbesar Gambar 29. Adapun asam amino tersebut merupakan asam amino polar. Apabila ditinjau berdasarkan asam amino penyusunnya, maka kondisi tersebut memberikan hasil yang berlawanan dengan prinsip kelarutan fraksi prolamin. Fraksi prolamin merupakan fraksi protein yang larut pada larutan etanol 70. Dengan demikian asam-asam amino yang cenderung non polar akan lebih mudah terlarutkan.

4.7. Analisis Sifat Fungsional Protein Okara

4.7.1. Kelarutan Solubility

Kelarutan protein merupakan salah satu karakteristik protein yang sangat penting. Kelarutan protein tepung okara pada kisaran pH 2 hingga 12 dapat dilihat pada Gambar 30. Kelarutan protein tepung okara bervariasi pada nilai pH yang berbeda-beda. Kelarutan minimal terjadi pada kisaran pH 4 yang menunjukkan bahwa pada pH tersebut total muatan protein sama dengan nol, yaitu terdapat kesetimbangan antara muatan positif dan negatif atau paling minimal. Titik isoelektrik berada pada kisaran pH 4 berhubungan dengan komposisi asam amino tepung okara itu sendiri, yaitu asam-asam amino yang memiliki gugus samping. Asam amino yang dimaksud adalah arginin, asam aspartat, asam glutamat, histidin, lisin, sistein, dan tirosin. Gugus karboksil dan amina tidak mempengaruhi karena membentuk ikatan peptida antar asam aminio tersebut. adanya gugus samping tersebut menyebabkan ketujuh asam amino memiliki nilai pK untuk gugus samping. Adapun nilai pK merupakan nilai pH saat suatu gugus P ro te in T e rl a ru t H H datta pK dan pI m menggunakan pustaka Belitz 2009 al 76 berada pad kondisi bermuatan dan tidak bermuatan terdapat dallam jumlah yang sama banyyak. Nilai pK dan koondisi muattan gugus samping assam-asam amino dapat dilihhat pada Tabbel 18. 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 2 4 6 pH 8 110 12 14 Gambar 30 Pengaruh pH terhadap kelarutan protein tepunng okara Adaanya perubaahan pH akkan menyebbabkan peruubahan disttribusi sisi polar kationik, aanionik, dann nonionik pada molekkul protein Wong 19889. Hal inii juga terjadi padda protein tepung okaara, yaitu terjadi perubbahan jumllah muatan total pada proteein dengan adanya peerubahan pH suspensi Lampiran 9. Perhituungan yang dilakkukan menuunjukkan baahwa jumlaah muatan ttotal terendaah terdapat pada tepung okaara yang diisuspensikann pH 4 sehingga kelaruutannya minnimal. Tabbel 18 Nilai pK dan konndisi muataan gugus sammping asam amino Asam amiino pK 1a pK 2a pK 3a pI a Konddisi gugus sammping Sebelum pK Seetelah pK Arginin Asam aspaartat 2,18 1,88 9,09 12,660 10,80 3,65 9,660 2,80 Bermuataan NH 2+ Tidak bermuuatan COOH Tidakk bermuatann NH Bermuatan COO – Asam glutaamat Histidin 2,19 1,80 4,25 5,99 9,667 9,007 3,20 7,50 Tidak bermuuatan COOH Bermuataan NH + Bermuatan COO – Tidakk bermuatann N Lisin Sistein Tirosin 2,20 1,71 2,20 8,90 10,228 8,35 10,666 9,11 10,007 9,60 5,00 5,70 Bermuataan NH 3+ Tidak bermuuatan SH Tidak bermuuatan OH Tidakk bermuatann NH 2 Bermuatan S – Bermuatan O – Keteranggan: a Nilai pK gugus sammping ditunjuukkan dengan warna biru daan dicetak teba G O W at M 6, 77 Polaa kelarutann protein tepung okara memilikki kesamaaan pola deengan kelarutan isolat okarra yang telaah dilakukaan oleh Maa et al. 19997 seperti yang ditunjukkaan pada Gaambar 31. Adapun appabila ditinjjau berdasaarkan perseentase protein yaang terlarut tampak bahhwa proteinn terlarut paada tepung ookara lebih kecil dibandinggkan dengann isolat okkara. Hal inni sangat tterkait denggan karakteeristik protein yaang berada pada serat bagian non--egg-box Gambar 1. Kondisi terrsebut menghalanngi sebagiaan protein uuntuk terlaruut pada air, meskipunn telah dilakkukan perubahann pH yangg menjauhhi titk isoeelektriknya pI. Adaanya kompponen makromollekul lain, sseperti karbbohidrat dann lemak jugga mempenngaruhi kelaarutan protein terrsebut.

4.7.2. Daaya Serap Air Water Absorptioon CapacityWAC dan Daya Serap

Miinyak Oil Absorption Capacity OAC Day serap air tepung okaara sebesar 5,9349 mL airg sammpel atau ebesar 22,3874 mL airg prootein. Hal in menunjuukkan bahwa tepung okkara mempuunyai kemampuaan menyeraap air yang cukup bessar. Daya seerap air teppung okara lebih besar daripada daya serap air WHC isola protein okkara yang diisolasi pad 25 °C dan 80 °C, yaitu sebesar 4,3 mL air g dan 5,1 mL airg Ma et al. 1997. Adapun ddaya serap air tepung okara jugaa lebih besaar daripadaa beberapa isolat protein keedelai yang dianalisis oleh Elizalde et al. 1996 yaitu yanng berkisar antara 1,85 – 6,30 mL airg protein. Sumber: Ma et al. 19997 Gambar 331 Pengaruhh pH terhaddap kelarutaan protein pproduk keddelai. : deefated soybean fflour ; : SSupro 610; : okara pprotein isollate preparred at 25 °C; : okara prottein isolate prepared at 80°C. 78 Adanya daya serap air yang lebih besar ini dipengaruhi selain oleh protein tak terlarut juga oleh serat pangan yang terdapat pada tepung okara. Protein yang terdapat dalam tepung okara berperan dalam daya serap air. Protein yang terdenaturasi membuka sisi pengikatan tambahan pada protein sehingga memungkinkan air terikat pada sisi tersebut Kinsella 1982 diacu dalam Khattab Arntfield 2009. Kontribusi serat pangan dalam pengikatan air sesuai dengan penelitian Aparicio et al. 2010 yang menyatakan bahwa kapasitas serat okara dalam menahan air water retension capasityWRC adalah sebesar 8,33 gg sampel. WAC akan meningkat apabila dilakukan pada kondisi pH yang semakin menjauhi titik isoelektrik protein kedelai. Hal ini terkait dengan adanya perubahan dan peningkatan muatan protein dengan semakin jauh dari titik isoelektriknya. Interaksi antara air dan protein mempengaruhi sifat hidrasi, yaitu kelarutan dan WAC Elizalde et al. 1996. Daya serap minyak tepung okara 2,7733 mL minyakg sampel atau sebesar 10,4613 mL minyakg protein sedikit lebih rendah daripada daya serap minyak FBC isolat protein okara, baik yang diisolasi pada 25 °C 2,9 mL minyakg maupun 80 °C 3,0 mL minyakg. Hal ini terjadi terkait erat dengan kemampuan matriks protein dalam memerangkap minyak secara fisis Kinsella 1976 diacu dalam Ma et al. 1997. Minyak teradsorpsi dalam tepung okara akibat adanya pemerangkapan minyak secara fisis oleh proses tarik menarik kapiler capilary-attraction process Kinsella 1982 diacu dalam Khattab Arntfield 2009. Pemanasan yang dialami oleh okara selama pembuatan susu kedelai akan mengubah komformasi protein yang ada dan memungkinkan adanya perubahan pada kemampuan matriks protein untuk memerangkap minyak yang ada. Adapun daya serap minyak tepung okara lebih besar daripada isolat tepung kedelai 0,87 – 1,95 mL minyakg protein Elizalde et al. 1996. Hal ini terkait pula dengan adanya serat pangan pada tepung okara tersebut. Serat okara memiliki kemampuan menahan minyak oil retention capasityORC sebesar 0,27gg sampel Aparicio et al. 2010. 79 Indeks absorsi air-minyak water-oil absorption indexWOAI merupakan rasio antara WAC dan OAC. Indeks ini menggambarkan kesetimbangan antara hidrofilik dan lipofilik pada protein. WOAI tepung okara sebesar 2,1400 mL airmL minyak menunjukkan bahwa protein okara memiliki bagian hidrofilik yang lebih banyak dibandingkan bagian lipofiliknya. Hal ini didukung pula oleh total kadar asam amino polar, baik polar asam, polar netral, maupun polar basa, dan asam amino nonpolar yang diperoleh Lampiran 10. Kadar total asam amino kelompok polar 12,85 lebih besar daripada nonpolar 7,21. Indeks absorsi air-minyak tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan isolat okara 1,482 mL airmL minyak pada isolasi 25 °C dan 1,7 mL airmL minyak pada isolasi 80 °C. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena pengikatan air tidak hanya oleh protein bagian hidrofilik tetapi juga oleh adanya komponen lain, seperti serat pangan.

4.7.3. Pembentukan Gel Gel Forming

Gel merupakan salah satu karakteristik fungsional protein dalam bentuk koloidal dengan fase terdispersi berupa cairan dan fase pendispersinya berupa padatan. Sifat pembentukan gel yang baik sangat didukung dengan adanya protein pada suatu bahan pangan. Karakteristik ini berhubungan dengan kemampuan pengikatan air maupun minyak. Analisis pembentukan gel pada tepung okara memberikan hasil bahwa konsentrasi 10 menunjukkan terbentuknya gel apabila diamati secara visual Gambar 32a. Hal ini sesuai dengan parameter pengamatan bahwa gel diamati dengan melihat tidak adanya air yang tersisa dan terpisah dari suspensi tepung okara yang telah dipanaskan serta tidak jatuh saat tabung dibalik. Kriteria tersebut dapat menjelaskan bahwa konsentrasi hingga 8 tidak dapat dinyatakan sebagai konsentrasi minimal tepung okara dalam membentuk gel. Pengamatan dan analisis secara visual seperti yang telah disebut sebelumnya sebenarnya masih kurang sempurna, karena saat kondisi yang disyaratkan terpenuhi masih dimungkinkan gel tidak terbentuk. Hal ini terjadi pada sampel tepung okara. Tepung okara sebenarnya tidak dapat membentuk gel. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pengamatan visual terhadap kenampakan gel yang te as ju 80 terbentuk Gambar 32b. Susspensi tepuung okara dengan kkonsentrasi 10 meskipun telah memmenuhi kritteria pengaamatan pemmbentukan gel, tetapi tidak memiliki kkaraksteristtik gel yang sebenarnyaa. 2 4 6 8 10 12 a 2 dan 4 6 8 10 b Gambar 32 Pengarruh konsenntrasi tepung okara erhadap pemmbentukan gel. Kondissi a dan keenampakann b setelah analisis dillakukan. Penggamatan teerhadap kennampakan menunjukkkan bahwa yang terbentuk bukanlah gel. Air yaang ada dallam suspennsi terserap habis dalaam tepung okara namun koonsistensi daan karakteriistik gel yaang diharapkkan tidak erbentuk. Hal ini sangat terkkait dengann daya serapp air tepungg okara yanng besar tettapi protein yang ada dalam tepung terrsebut tidak dapat memmbentuk suaatu matriks gel. Kondiisi ini diduga seebagai akibaat dari adaanya pemannasan yang mengakibaatkan perubbahan struktur protein menjadi unnfolded seehingga keehilangan kemampuaannya membentuuk matriks ggel. Gel merupakann matriks tiiga dimensii yang dihaasilkan olehh protein deengan sejumlah air yang terrperangkap di dalam matriks terssebut Zaya 1997. Hal ini terkait interaksi antarra air dengaan protein tepung okarra tersebut. Adapun umlah protein daalam sampel juga memmpengaruhi kemampuan pembentuukan gel terssebut. 81 Ketersediaan protein dalam jumlah yang cukup dalam sampel terutama terkait pada fraksi protein yang masih dapat membentuk gel. Adanya komponen makromolekul lain, seperti serat dan lemak juga berkontribusi terhadap kemampuan protein membentuk gel. Serat pangan dalam jumlah yang cukup banyak dapat menghambat pembentukan gel. Hal ini disebabkan karakteristik serat pangan yang cenderung lebih cepat dan lebih mudah menyerap air daripada protein.

4.7.4. Kapasitas dan Stabilitas Buih Foaming CapacityFC and Foaming

StabilityFS Buih merupakan salah satu bentuk koloid dengan fase terdispersi berupa gas dan fase pendispersinya berup cairan. Pengocokan merupakan metode yang umum digunakan untuk pembentukan buih. Adapun buih yang terbentuk memiliki tingkat kestabilan tertentu dan berbeda-beda, tergantung pada jenis fase terdispersi dan pendispersinya. Buih dapat dibantu kestabilannya oleh adanya protein. Analisis sifat fungsional ini terkait dengan kemampuan protein yang terdapat dalam tepung okara untuk mendukung pembentukan dan kestabilan buih yang terbentuk. Pengocokan menggunakan mixer tidak dapat membentuk buih pada suspensi tepung okara Gambar 33. Hal ini terkait erat dengan kelarutan protein okara yang relatif rendah Gambar 30. Adapun serat dan komponen lain yang terdapat dalam tepung okara juga berpengaruh terhadap hal ini. Adanya lipid dapat merusak buih, sedangkan substansi lain yang tidak larut air juga dapat menyebabkan runtuhnya film protein pada buih Zayas 1997.

4.7.5. Kapasitas dan Stabilitas Emulsi Emulsion CapacityEC and Emulsion

StabilityES Kapasitas emulsi diukur dengan mengetahui jumlah maksimal minyak yang dapat digunakan oleh tepung okara untuk membentuk emulsi yang stabil. Kapasitas emulsi tepung okara adalah sebesar 4,7867 mL minyakg sampel atau sebesar 18,0562 mL minyakg protein. Hal tersebut berbeda jauh bila dibandingkan dengan kapasitas emulsi isolat protein okara yang diisolasi pada 25 °C dan 80°C, yaitu sebesar 41,0 mL minyakg sampel dan 44,7 mL minyakg E 82 Ma et al. 1997 mauupun isolat protein kedelai sebesaar 117 – 2000 mL minyyakg protein Elizalde et al. 1996. Hal ini terkai dengan danya kompponen serat pada tepung okaara yang mampu menuurunkan kappasitas emuulsi tersebut. Interaksi antara protein daan serat dalaam tepung ookara sangaat mempengaruhi hal teersebut. 0 menit 10 menit 2 menitt 20 mennit 5 menit 330 menit Gambar 33 Pembeentukan buiih dan perubbahan yangg terjadi selaama 30 mennit pengammatan em em ar sa em k. tam cu is M em G 83 Kesttabilan mulsi mengggambarkan kualitas emulsi yang terbeentuk. Pengamataan kestabilaan emulsi dilakukan dengan menngukur banyyaknya air yang terpisahkaan dari emuulsi. Adanya air yang terpisah meembuat kennampakan mulsi yang terjaadi berada di antara lapisan minyak dan lapisan air. Gamba 34 merupakann kestabilaan emulsi yyang terukuur pada kuurun waktu 24 jam seetelah emulsi rbentuk. Lappisan minyaak tampak erdapat pad bagian attas Gambar 34a dan lapisaan air beradaa pada lapissan terbawahh Gambar 34b. a b Gambar 34 Kenaampakan miinyak yang terpisah a dan air b pada emulsi Kesttabilan emuulsi tepung okara sellama 5 jam setelah emulsi terbentuk seperti pada Gambarr 35. Adapuun kestabilaan emulsi seetelah 24 jaam penyimppanan sebesar 1,90 mL airgram ampel. Kesstabilan mulsi tepunng okara dapat dikatakan cukup baik Hal ini mpak dengaan adanya air yang terppisah dari emulsi dalam jummlah yang ukup kecil hingga 24 jam pengammatan. Konddisi ini jauh lebih baik dibaandingkan kestabilan emulsi solat proteein okara yang memmiliki kestabilan emulsi sebbesar 11,7 dan 6,2 untuk isolat yang diissolasi pada suhu 25 °C dan 80 °C Ma et al. 1997. Adappun persenntase tersebut menunjuukkan jumlah mulsi yang masih terbbentuk dibandingkan dengan jummlah emulsi awal yang terbeentuk. Karaakteristik pprotein tepuung okara merupakann faktor pennentu kestaabilan emulsi yanng dihasilkaan. Perlakuaan panas maampu menuurunkan aktiivitas emulssi dan stabilitas emulsi prootein Voutssinas et al. 1983 diaccu dalam Ma et al. 1997. Adanya prroses pemannasan yang dialami oleh okara paada tahap pemasakan bubur kedelai memungkinkkan terjadinnya hal ersebut. Siffat kelarutaan protein yang rendah Gambar 30 pada konddisi pH nettral juga merupakan salah satu faktor V o lu me A ir T e rp is a h k a n mL g s a mp e l 84 yang mempengaruhinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Voutsinas et al. 1983 diacu dalam Ma et al. 1997 yang menyatakan bahwa kemampuan emulsi protein dipengaruhi pula oleh kelarutan dan hidrofobisitas permukaan. 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 50 100 150 200 250 300 350 Waktu menit Gambar 35 Pola kestabilan emulsi tepung okara Serat pangan yang mempengaruhi proses emulsifikasi sebenarnya tidak hanya berupa komponen polisakarida yang tidak dapat larut air. Komponen- komponen polisakarida terlarut juga mempengaruhi karakteristik emulsi tepung okara . Bagian hidrofilik komponen polisakarida kedelai yang dapat larut Soybean Soluble PolysaccahrideSSPS memegang peran penting dalam mendukung kestabilan emulsi yang terbentuk. Komponen ini mampu mencegah terjadinya agregasi dengan adanya gaya tolak menolak yang cukup kuat Nakamura et al. 2004.

4.8. Potensi Aplikasi pada Beberapa Produk Pangan