Analisis Fraksinasi Protein Berdasarkan Metode Osborne

57 membantu dalam meningkatkan volume loaf roti tawar yang ditambah dengan tepung okara tersebut.

4.4. Analisis Fraksinasi Protein Berdasarkan Metode Osborne

Adanya serangkaian proses dalam pembuatan susu kedelai memungkinkan terjadinya perubahan terhadap karakteristik protein, baik protein pada susu kedelai maupun pada okara. Pemanfaatan protein hendaknya disesuaikan dengan karakteristik proteinnya. Salah satu karakteristik protein yang perlu dipahami agar dapat dimanfaatkan lebih lanjut adalah tingkat fraksi protein yang menyusunnya. Fraksinasi protein secara umum dibedakan berdasarkan jenis pelarutnya dan dikenal dengan fraksinasi Osborne. Fraksinasi metode Osborne mengelompokkan protein berdasarkan kelarutannya dalam 4 empat pelarut, yaitu: air, larutan garam encer, etanol, dan larutan basa encer. Air merupakan jenis pelarut polar indeks kepolaran = 9,0. Protein dapat terlarut dalam air karena adanya interaksi antara gugus samping protein yang bersifat polar dengan air. Interaksi tersebut dapat berupa interaksi ion-dipole, dipole -dipole, dan hydrogen-dipole. Protein yang dapat larut pada larutan garam encer sangat terkait dengan adanya interaksi elektrostatis antara protein dengan garam. Konsentrasi larutan garam yang rendah memiliki kekuatan ionik yang rendah pula 0,1-0,15 sehingga meningkatkan kelarutan protein tersebut salting in. Ion-ion garam berinteraksi dengan protein yang muatannya berlawanan sehingga energi potensial interaksi antar ion menurun dan meningkatkan kelarutan protein Wong 1989. Etanol merupakan pelarut yang bersifat lebih non polar indeks kepolaran = 5,2 daripada air sehingga protein yang dapat terlarut pada pelarut ini adalah protein yang bersifat hidrofobik maupun yang memiliki polaritas yang rendah. Penggunaan pelarut non polar menyebabkan peningkatan gaya tarik menarik antar muatan yang berlawanan dalam protein tersebut sehingga terjadi agregasi dan presipitasi. Protein yang terdapat dalam okara umumnya merupakan kelompok protein yang tidak terlarut selama proses ekstraksi pada pembuatan susu kedelai. Kondisi tersebut disebabkan oleh 2 faktor, yaitu adanya proses pemanasan selama 58 pemasakan bubur kedelai dan posisi protein yang terikat pada bagian non-egg- box serat Gambar 1. Hal tersebut mengakibatkan tingkat kelarutan protein yang cukup rendah pada fraksinasi yang dilakukan sehingga diperoleh persentase total protein recovery sebesar 8,59. Tingkat kelarutan yang rendah menghambat aplikasi protein tersebut, sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan protein recovery . Kelarutan suatu protein pada suatu pelarut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti jenis pelarut, pH, konsentrasi dan muatan ion-ion yang lain, rasio antara berat sampel dengan volume solven, ukuran partikel sampel, lama ekstraksi dan suhu Sikorski 2007. Tabel 17 menunjukkan hasil fraksinasi protein berdasarkan kelarutannya pada beberapa macam perlakuan. Variasi perlakuan dapat menyebabkan perubahan komposisi kadar masing-masing fraksi. Tabel 17 Kadar fraksi protein dan protein recovery pada berbagai perlakuan Perlakuan Kadar Fraksi Protein Mg100mg Albumin Globulin Prolamin Glutelin Total Protein recovery Metode 1, pH 6, suhu ruang Metode 1, pH 9, suhu ruang Metode 2, pH 6, suhu ruang Metode 2, pH 8, suhu ruang Metode 2, pH 9, suhu ruang Metode 1, pH 6, suhu 80°C Metode 2, pH 6, suhu 80°C Metode 2, pH 9, suhu 80°C Metode 3, pH 6, suhu 80°C 0,2381 0,7439 0,2509 0,9358 0,8487 0,4960 0,4618 3,1024 0,5607 0,3021 0,2362 0,2431 0,4732 0,2227 0,4792 0,4680 0,9200 0,5699 0,0458 0,0847 0,0187 0,4122 0,1313 0,0426 0,0379 0,1562 0,0867 1,6919 1,2024 2,4867 1,9683 3,4530 5,1442 10,1156 8,0784 9,1150 2,2778 2,2671 2,9993 3,7895 4,6556 6,1620 11,0832 12,2569 10,3323 8,59 8,55 11,31 14,29 17,56 23,24 41,80 46,23 38,97 • Metode 1: waktu ekstraksi pada tahap 1 = 30 menit, tahap 2 = 5 menit, dan tahap 3 = 5 menit. Keterangan: • Metode 2: waktu ekstraksi pada tahap 1 = 30 menit, tahap 2 = 2 jam, dan tahap 3 = 30 menit. • Metode 3: waktu ekstraksi pada tahap 1 = 3 jam, tahap = 2 jam, dan tahap 3 = 30 menit. 59 Kadar fraksi protein tepung okara yang dilakukan dengan metode Osborne bervariasi untuk setiap fraksinya. Fraksi glutelin merupakan fraksi dengan kadar paling besar dibandingkan ketiga fraksi yang lain. Adapun fraksi prolamin pada semua perlakuan memberikan kadar yang relatif rendah. Hal ini didukung dengan sedikitnya protein pada okara yang bersifat hidrofobik. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya karakteristik polar pada asam amino yang menyebabkan tingkat kelarutannya pada pelarut organik menjadi kurang baik Belitz et al. 2004. Asam amino sistein dan prolin merupakan asam amino yang relatif larut dalam etanol, yaitu sebesar 1,5 g100 g pada suhu 19 °C. Kelarutan dalam etanol pada 25 °C untuk asam amino metionin, arginin, dan leusin sebesar 0,0217 g100 g; asam glutamat sebesar 0,00035 g100 g; sedang asam amino fenilalanin, histidin, dan triptofan sangat kecil sekali tidak terukur.

4.4.1. Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Kadar Protein Fraksi dan Protein Recovery

Waktu ekstraksi mempengaruhi jumlah protein yang dapat terlarut. Hal ini tampak dengan terjadinya peningkatan protein recovery pada ekstraksi yang dilakukan menggunakan Metode 2 41,80 dan Metode 3 38,97. Semakin lama ekstraksi dilakukan tidak membuat protein yang terekstraksi akan semakin banyak. Hal ini terkait dengan jumlah protein yang ada dalam bahan sampel dan memiliki kemampuan terlarut dalam solven. Apabila seluruh protein yang dapat terlarut telah terekstrak, maka waktu ekstraksi yang semakin lama pasti akan memberikan jumlah protein yang sama. Total waktu ekstraksi menggunakan Metode 3 lebih lama daripada Metode 2, tetapi protein recovery yang dihasilkan lebih rendah Gambar 16. Kadar fraksi juga memberikan pola yang sama dengan pola protein recovery. Metode 3 yang menggunakan pemanasan dengan waktu yang lebih lama menurunan kadar fraksi protein yang terukur dibandingkan pada metode 2. Penurunan kadar fraksi terjadi pada fraksi glutelin, sedang kadar ketiga fraksi yang lain relatif meningkat. Hal ini terkait dengan lamanya waktu ekstraksi yang menyebabkan terjadinya denaturasi protein sehingga menurunkan tingkat kelarutan protein tersebut. k a d a r f ra k si p ro te in min da 60

4.4.2. Peengaruh pH dan Suhu Ekstraksi terhadap Kadar Protein Fraksi dan Prootein Recovvery

Ma et al. 19977 dalam peenelitiannya menunjukkkan adanyaa pola hubuungan antara pH dan suhu terhadap perrsentase prootein yang terekstrak pada isolat okara Gambar 17. Tingkkat keasamaan pH daan suhu sanngat berpenngaruh terhhadap persentasee protein yyang dapaat diekstrakk. Peningkaatan pH ddan suhu dapat meningkattkan persenntase proteiin terekstraak. Persentaase protein yang terekkstrak akan semaakin meninngkat pada pH yang semakin meenjauhi titikk isoelektrikk pI yangberad pada kisaran pH 4. Semakin tinggi suhu yang digunnakan juga akan meningkattkan persenntase proteinn terekstraknnya. 12.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Metode 1 40 menit Metodde 2 3 jam Metodde 3 5,5 jam metoode fraksinassi total waktuu ekstraksi Albuumin Globuulin Prolam Glutelinn Gambar 16 Pengaruhh waktu eksttraksi terhaddap kadar frraksi proteinn tepung okkara Tingkat keeasaman pH meruupakan saalah faktoor yang dapat mempengaaruhi tingkkat kelarutan protein pada suatu pelarut terttentu. Perubbahan pH mengakibatkan tterjadinya perubahan kadar massing-masingg fraksi prootein. Peningkattan pH dari 6 menjadi 9 pada metoode 1 menyyebabkan peeningkatan kadar albumin ddan prolamiin serta pennurunan kaddar globulinn dan glutellin Gambarr 18. Pola terseebut berbed pada metode 2, yaitu terjadi peningkattan kadar fraksi albumin, pprolamin, ddan glutelinn, serta pennurunan kaddar fraksi gglobulin. Hal ini k a d a r f ra k si p ro te in te ut 61 dimungkinnkan karen pada metode 2 ersedia wakktu yang lebih lama bagi terjadinya interaksi ntara pelaru dengan prrotein dalam tepung okkara. a b sumber: Maa et al. 1997 Gambar 17 Pengaruuh pH a daan suhu b terhadap prrotein tereksstrak dari okkara Peniingkatan pH dari 6 menjadi 9 paada metode 2 menyebaabkan terjadinya peningkataan total prootein recoveery dari 11,331 menjadi 17,56. Proses eksttraksi yang dilakkukan pada pH 9 menyyebabkan terrjadinya perrubahan konnformasi muatan protein teersebut kareena terjadi perubahan distribusi gugus sampping polar yang bersifat kaationik, aniionik, dan nonionik. Hal ini sanggat mempenngaruhi inteeraksi antar proteein dan antaara protein dengan air Wong 19899. 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 Metodde 1, pH 6, suhuu ruang Metode 1, pH 99, suhu ruang Metode 22, pH 6, suhu ruang Meetode 2, pH 9, ssuhu ruang frakssi protein Albuumin Globulin Prolamin Glutelin Gammbar 18 Peengaruh pH terhadap kaadar fraksi protein tepuung okara k a d a r f ra k si p ro te in as as ai 19 . ar si 62 Tepuung okara tersusun ata asam-asam amino yaang sebagian besar memmiliki titik isoeleektrik pI ppada kisaraan pH 5,0 – 6,0 Belitz et al. 20004. Hal inii juga mempengaaruhi tingkkat kelarutaannya. Adaanya peningkatan pH menjadi pH 9 membuat sebagian asam aminno tersebut menjauhi pI sehinggga kelarutaannya meningkatt. Suhu berperan sangat pennting dalam meningkattkan kelaruttan protein pada suatu pellarut. Hal ini terkait dengan peran pana yang mampu memmbuat terdenaturrasinya prootein dalam tepung okara. Prottein kedela pada strruktur primernyaa akibat adaanya panas mampu meeningkatkann kelarutan protein terrsebut Wolf dan Cowan 975 diacu dalam Ma et al. 1997 Gambar 19 menunjuukkan pengaruh suhu terhaadap kadar masing-masing frakssi protein yyang dihasiilkan. Penggunaaan suhu 800 °C mamppu meningkkatkan kadaar fraksi albbumin, globbulin, prolamin, dan gluteliin, baik pad Metode 1 maupun Metode 2, sehingga prrotein recovery yang diperooleh juga meningkat, yaitu dari 8,59 menjjadi 23,24 dan 11,31 menjadi 41,880 Tabel 16. 12.000 11.000 10.000 9.000 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 Metodde 1, pH 6, suhuu ruang Metode 2, pH 6, suhu ruang Metode 1, pH 6, suhu 80°C Metode 2, pH 6,, suhu 80°C frakssi protein Albuminn Globulin Prolamin Glutelin Gamba 19 Penggaruh suhu terhadap kadar fraks protein tepung okaara mengggunakan metode 1 dan metode 2 Peniingkatan kaadar fraksi dan protein recovery in terjadi karrena peran panas yang menndukung kerrja pelarut dalam mengekstraksi protein. Ennergi yang cukup k a d a r f ra k si p ro te in ju B . min 63 besar yang diberikan oleh panas pada pelarrut memberrikan peluanng pelarut untuk lebih muddah terpenettrasi ke dallam matrikss bahan daalam hal inni tepung okkara. Kondisi ini membanntu mempeercepat dan mempermmudah terjaadinya inteeraksi protein deengan pelaruut. Pengggunaan suhhu 80 °C uga sangat mempengarruhi tingkat kelarutan asam- asam aminno penyusuun protein tepung okarra tersebut. Suhu yang semakin tinggi umumnyaa akan meniingkatkan kkelarutan assam amino dalam air. Adapun tingkat kelarutan asam amino pada ppelarut orgaanik juga relatif menningkat. Tingkat kelarutan asam aminno isoleusinn pada etannol meninggkat dari 0,,09g1000g pada suhu 20 °C menjadi 0,13g100g pada suhu 70-80 °C Belitz et al. 2004. Kommbinasi anttara pH dan suhu meemberikan interaksi siinergis sehingga pengaruh terhadap peningkatan protein ecovery lebbih besar. Protein recovery pada perlaakuan kombbinasi pH 9 dan suhu 80 °C 46,23 lebihh besar darripada perlakuan hanya pH 9 17,56 maupun suhu 80 °C 41,80 pada Metoode 2 Tabel 16 Kondisi ini tampak pula pada Gambar 20. Kombinas pH 9 dan suhu 80 °C sanggat berperan meningkaatkan kadar fraksi albummin, globulin, dan gluttelin. 13.00 12.00 11.00 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Metode 2, pH 6, suhu ruanng Metode 2, pH 8, suhu rruang Metode 2, pH 9, suuhu ruang Metode 2, pH 6, suhu 80°C Metode 2, pH 9, suhu 800°C frakssi protein Album Globuliin Prolaminn Glutelin Gambar 20 Pengarruh pH dan suhu terhaddap kadar frraksi proteinn tepung okkara P e rse n ta se K o m p o si si Fr a k si H, ju su 64 Perssentase kommposisi frakksi protein pada berbaagai perlakuuan dapat dilihat pada Gammbar 21. Kondisi terseebut dipenggaruhi oleh tingkat keelarutan prootein. Kelarutan protein paada berbagaai jenis pelaarut sangat terkait pulaa dengan faaktor- faktor eksternal seperrti: kekuatan ionik, pH dan suhu, selain itu uga karakteeristik masing-mmasing jenis protein yaang terlarut tersebut. Hal ini tamppak pada variasi perlakuan yang dilakkukan, yaitu menyebabbkan terjadinya perubaahan pada kadar albumin, gglobulin, prolamin, dann glutelin yaang diperoleeh. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 1 2 3 4 5 Metode 6 7 8 9 Albumin Globulin Prolamin Gluteliin Keteraangan: 1= mettode 1, pH 6, suhu ruang; 2= metode 1, pH 9, suhu ruang; 3= metod 2, pH 6, uhu ruang; 4= metode 2, pH 8, suhu ruang; 5= mettode 2, pH 9, suhu ruang; 6= metode 1, pH 6, suhuu 80°C; 7= meetode 2, pH 66, suhu 80°C; 8= metode 2, pH 9, suhu 880°C; 9= metoode 3, pH 66, suhu 80°C Gambar 21 Persentaase kompossisi fraksi protein teppung okaraa pada berrbagai perlakuaan Variiasi perlakuuan mempenngaruhi kaddar fraksi-fraaksi proteinn yang diperroleh. Analisis ppengaruh pperlakuan tterkadar kaadar masing-masing ffraksi dilakkukan menggunaakan analisiis varian deengan 〈=5 dan dilannjutkan denggan uji pemmbeda Duncan. Hasil analissis tersebut ditampilkaan dalam matriks seperrti pada Gaambar 22. Kelompok Fraksi protein Albumin Globulin Prolamin Glutelin 1 Metode 1, pH 6, suhu ruang Metode 1, pH 9, suhu ruang Metode 2, pH 6, suhu ruang Metode 1, pH 9, suhu ruang Metode 2, pH 6, suhu ruang Metode 2, pH 9, suhu ruang Metode 2, pH 6, suhu ruang 2 Metode 1, pH 6, suhu 80 ° C Metode 1, pH 6, suhu ruang Metode 1, pH 6, suhu ruang Metode 1, pH 6, suhu ruang Metode 2, pH 6, suhu 80 ° C Metode 1, pH 6, suhu 80 ° C Metode 2, pH 8, suhu ruang Metode 3, pH 6, suhu 80 ° C Metode 2, pH 6, suhu 80 ° C 3 Metode 1, pH 9, suhu ruang Metode 1, pH 6, suhu 80 ° C Metode 1, pH 9, suhu ruang Metode 2, pH 6, suhu ruang Metode 2, pH 6, suhu 80 ° C Metode 3, pH 6, suhu 80 ° C Metode 2, pH 8, suhu ruang 4 Metode2, pH 8, suhu ruang Metode 3, pH 6, suhu 80 ° C Metode 2, pH 9, suhu ruang Metode 2, pH 9, suhu ruang Metode2, pH 9, suhu ruang 5 Metode2, pH 9, suhu 80 ° C Metode 2, pH 9, suhu 80 ° C Metode 2, pH 9, suhu 80 ° C Metode 1, pH 6, suhu 80 ° C 6 Metode 2, pH 8, suhu ruang Metode 2, pH 9, suhu 80 ° C 7 Metode 3, pH 6, suhu 80 ° C 8 Metode 2, pH 6, suhu 80 ° C 65 Gambar 22 Matriks pengelompokan perlakuan berdasarkan hasil analisis uji pembeda Duncan K a d a r F ra k si ti su ar te al 66

4.4.3. Peengaruh Perlakuan terrhadap Kaadar Fraksii Albumin

Albuumin meruppakan salah satu jenis protein yanng bersifat larut air. Variasi metode yaang dilakukkan menunjnjukkan adaanya perbeddaan waktu ekstraksi yang diberikan sehingga terdapat puula perbedaaan lama nteraksi yanng terjadi antara protein dan air. Semakin lam waktu ekstraksi idak menyeebabkan danya perbedaann nyata 〈=0,05 pada kadar frakssi albumin dari tepungg okara Gaambar 22 dan 23. Hal ini erkait erat dengan mekkanisme kellarutan prottein dalam air itu sendiri. Prrotein akan terlarut daalam air denngan adanyaa interaksi elektrostatis dan hidrofobikk. Interaksii tersebut ttidak akan semakin bbesar intennsitasnya deengan semakin laamanya wakktu terjadinnya interaksii tersebut. 3.50 3.00 2.50 2.00 h 1.50 1.00 0.50 a c a d d b b b 0.00 1 2 3 4 5 Meetode 6 7 8 9 Keteraangan: 1= mettode 1, pH 6, suhu ruang; 2= metode 1, pH 9, suhu ruang; 3= metod 2, pH 6, uhu ruang; 4= metode 2, pH 8, suhu ruang; 5= mettode 2, pH 9, suhu ruang; 6= metode 1, pH 6, suhuu 80°C; 7= meetode 2, pH 66, suhu 80°C; 8= metode 2, pH 9, suhu 880°C; 9= metoode 3, pH 66, suhu 80°C Abjad yang sama meenunjukkan data tidak bedaa nyata pada 〈=0,05 Gambar 23 Pengaruuh variasi pperlakuan terhadap kaadar fraksi albumin prrotein tepung ookara Peniingkatan suuhu ekstrakksi menjadi 80 °C mempengaruhhi kadar albbumin yang dipeeroleh. Hal ini tampak dengan adanya perbbedaan signnifikan 〈=0,05 pada kada albumin yang diperroleh dari ekstraksi deengan metoode 1 mauppun 2 Gambar 22 dan 23. Kadar albuumin yang meningkat menjelaskan bahwa suh 80 °C mampuu membanttu solven teerpenetrasi dalam matrriks tepungg okara sehingga peluang erjadinya nteraksi meenjadi lebih besar. Ha ini terkaiit dengan energi panas akibbat pemanassan tersebutt. 67 Kadar albumin yang diekstraksi dengan Metode 1 pada pH 9 maupun Metode 2 pada pH 8 dan 9 lebih tinggi daripada yang diekstraksi pada pH 6 Gambar 22 dan 23. Penggunaan pH 9 dan waktu ekstraksi yang lebih lama memberikan peluang interaksi yang lebih lama sehingga memungkinkan lebih banyak protein yang terlarut dalam air. Tingkat keasaman pH solven mempengaruhi proses ekstraksi. Kondisi ini sesuai dengan pola kelarutan protein tepung okara yang dilakukan pada variasi pH Gambar 29 dan penelitian yang dilakukan Ma et al. 1997 yang melakukan analisis kelarutan isolat protein okara. pH yang dipilih semakin menjauhi titik isoelektriknya, maka kelarutan akan semakin tinggi. Peningkatan pH dilakukan dengan menambahkan larutan 0,5 NaOH ke dalam solven. Perhitungan kandungan NaOH dalam air dan dibandingkan dengan kandungan NaOH dalam larutan 0,2 NaOH yang digunakan untuk ekstraksi fraksi glutelin Lampiran 6 mendukung hal tersebut. Jumlah NaOH untuk meningkatkan pH suspensi menjadi pH 9 sebesar 0,2875 kali jumlah NaOH dalam larutan 0,2 NaOH. Hal ini sangat memungkinkan adanya sejumlah glutelin yang terlarut saat dilakukan ekstraksi albumin. Peningkatan kadar albumin juga terjadi pada ekstraksi yang dikombinasikan dengan peningkatan suhu dan pH. Kombinasi tersebut semakin mengoptimalkan interaksi antara protein dan air. Ekstraksi yang dilakukan pada kombinasi pH 9 dan suhu 80 °C mampu menghasilkan fraksi albumin yang paling besar dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan yang lainnya. Hal ini terjadi karena panas yang diberikan akibat pemanasan 80 °C mendukung penetrasi solven dengan pH 9 tersebut untuk berinteraksi dengan protein lebih mudah.

4.4.4. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Fraksi Globulin

Ekstraksi protein pada kedelai menggunakan air maupun air garam dapat mencapai 90 dari total protein kedelai tersebut. Sekitar 35-40 protein tersebut akan tertinggal pada okara setelah ekstraksi. Hal ini terkait dengan perubahan globulin yang larut air pada kedelai menjadi tidak dapat larut akibat proses pemanasan pada proses pembuatan susu kedelai maupun yang keterlibatan fisis komponen lain pada okara Hirotsugu dan Tetsuo 2000. K a d a r F ra k si si 2. su 68 Globbulin meruppakan fraks protein yang larut dalam laruttan garam encer. Ekstraksi yang dilakkukan denggan mengggunakan larrutan NaCl 0,5 N mampu melarutkaan sejumlah protein yanng bermuattan. Hal ini terkait denngan peran NaCl yang mammpu mengioon dalam air dan berikaatan dengan muatan yaang terdapat pada protein terrsebut. Ion Na + akan bberinteraksii dengan muuatan negattif yang terrdapat pada proteein, sedang ion Cl - akan berinterakksi dengan protein bermmuatan posiitif. Eksttraksi frakssi globulin yang dilakkukan dengan variasi perlakuan dapat dilihat paada Gambar 24 dan matriks sepperti pada Gambar 22 Variasi waktu ekstraksi memberikan kadar globbulin yang sedikit berrbeda. Peninngkatan pH yang digunakann relatif meenurunkan kkelarutan prrotein terseebut. Hal inni terkait deengan adanya peerubahan muuatan yang terjadi. Penningkatan menjadi pH 9 menyebaabkan protein beermuatan nnegatif sehingga hanyya terjadi interaksi ddengan ion Na + . Jumlah ioon Na + yang terbatas dalam solvven menyebbabkan tidakk semua prrotein bermuatann negatif aakan terlaruut. Kondisi ini mengaakibatkan kkelarutan prrotein tersebut menurun. 1.00 0.90 0.80 0.70 e 0.60 0.50 c c c d 0.40 0.30 b a a a 0.20 0.10 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Meetode Keteraangan: 1= mettode 1, pH 6, suhu ruang; 2= metode 1, pH 9, suhu ruang; 3= metod 2, pH 6, uhu ruang; 4= metode 2, pH 8, suhu ruang; 5= mettode 2, pH 9, suhu ruang; 6= metode 1, pH 6, suhuu 80°C; 7= meetode 2, pH 66, suhu 80°C; 8= metode 2, pH 9, suhu 880°C; 9= metoode 3, pH 66, suhu 80°C Abjad yang sama meenunjukkan data tidak bedaa nyata pada 〈=0,05 Gambar 24 Pengaruuh variasi pperlakuan teerhadap kaadar fraksi globulin prrotein tepung ookara Kelaarutan frakssi globulin meningkatt saat diguunakan suhuu 80 °C seelama ekstraksi ddilakukan, bbaik pada ekstraksi yanng menggunnakan Metoode 1, 2, maaupun K a d a r F ra k si G su 69 3 Gambaar 22 dan 224. Hal inni terkait deengan perann panas daalam menduukung pelaksanaaan proses ekkstraksi terssebut. Adappun kombinasi suhu 80 °C dengan pH 9 menunjukkkan interakksi sinergis ssehingga keelarutannya meningkat.

4.4.5. Peengaruh Perlakuan terrhadap Kaadar Fraksii Prolamin

Frakksi prolamiin merupakkan fraksi protein yanng terlarut dalam alkkohol. Indeks keppolaran etannol yang reendah menyyebabkan innteraksi lebiih terjadi deengan protein yaang bersifat non polar. Wakktu ekstraksi yang semmakin lama menyebaabkan terjaddinya penurrunan kadar frakksi prolaminn yang teruukur. Hal inni tampak ppada kadarr fraksi prollamin Metode 1 yang lebiih rendah daripada Metode 2 Gambar 255. Pola terrsebut berubah apabila dilaakukan kommbinasi denngan pemannasan suhu 80 °C Gaambar 22. Adannya pemanaasan mampu mempertaahankan maupun menningkatkan kadar fraksi yanng terekstrakk saat dilakuukan ekstrakksi dengan waktu yangg lebih lamaa. Hal ini menunnjukkan baahwa peran pemanasaan cukup besar kontrribusinya dalam meningkattkan kelaruttan fraksi prrotein prolaamin. 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 f 0.20 0.15 d e 0.10 0.05 b c a b b c 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Metode Keteraangan: 1= mettode 1, pH 6, suhu ruang; 2= metode 1, pH 9, suhu ruang; 3= metod 2, pH 6, uhu ruang; 4= metode 2, pH 8, suhu ruang; 5= mettode 2, pH 9, suhu ruang; 6= metode 1, pH 6, suhuu 80°C; 7= meetode 2, pH 66, suhu 80°C; 8= metode 2, pH 9, suhu 880°C; 9= metoode 3, pH 66, suhu 80°C Abjad yang sama meenunjukkan data tidak bedaa nyata pada 〈=0,05 Gambar 25 Pengaruuh variasi pperlakuan teerhadap kaddar fraksi pprolamin prrotein tepung ookara K a d a r F ra k si . le . al er la OH se so su 70 Peniingkatan pH pada susppensi sampel juga menningkatkan kelarutan fraksi prolamin. Ekstraksi menggunakaan Metode 2 pada pH 8 dan 9 meemberikan kadar prolamin yyang berbeeda nyata deengan kadaar yang dipeeroleh denggan metode awal Metode 1, pH 6, suhu ruang Kombinaasi antara pH 9 denggan suhu 80 °C memberikkan kadar fraksi yang ebih besar daripada ekstraksi yang dilakukan pada pH 9 mauppun hanya ddengan suhuu 80 °C.

4.4.6. Peengaruh Perlakuan terrhadap Kaadar Fraksii Glutelin

Frakksi glutelin merupakan fraksi protein yang tiddak larut paada ketiga solven yang lain air, 0,5 N NaCl, dan etanol 70 Protein pada fraksi ini dapat erlarut pada laruttan asam maupun basa encer. Ha ini terkait dengan siifat protein yang dapat menngion saat mengalami perubahan pH zwitte ion. Pennggunaan arutan 0,2 NaO menyebbabkan proteein menjadi bermuatan negatif ehingga inteeraksi dengan olven lebih besar dan kelarutan meningkat. Pengaruh variasi perlaakuan terhadap kkadar fraksi glutelin prootein tepungg okara dappat dilihat pada Gambaar 26. 12.00 h 10.00 8.00 f g 6.00 4.00 d e 2.00 b a c b 0.00 1 2 3 4 5 Metode 6 7 8 9 Keteraangan: 1= mettode 1, pH 6, suhu ruang; 2= metode 1, pH 9, suhu ruang; 3= metod 2, pH 6, uhu ruang; 4= metode 2, pH 8, suhu ruang; 5= mettode 2, pH 9, suhu ruang; 6= metode 1, pH 6, suhuu 80°C; 7= meetode 2, pH 66, suhu 80°C; 8= metode 2, pH 9, suhu 880°C; 9= metoode 3, pH 66, suhu 80°C Abjad yang sama meenunjukkan data tidak bedaa nyata pada 〈=0,05 Gambar 26 Pengaruuh variasi perlakuan terhadap kaadar fraksi glutelin prrotein tepung ookara K ad ar T o tal F rak si P ro tei n Rec o v er y ar su 71 Peniingkatan kaadar glutelinn terjadi saaat dilakukann ekstraksi ddengan Metode 2 dan 3 karrena waktu ekstraksinyya lebih laama. Penggunaan suhuu 80 °C mampu meningkattkan kadarr fraksi yyang diperroleh. Peraan panas yang dibeerikan menyebabbkan terjadinnya peningkkatan jumlaah molekul fraksi yang menerima panas tersebut. Kondisi in mengakiibatkan intteraksi anta molekul protein fraksi berkurangg tetapi menningkatkan interaksinyya dengan solven. Adappun pengguunaan pH pada suspensi ssampel mennyebabkan penurunann kadar fraaksi ini. Haal ini kemungkinan terkait dengan adanya seebagian prootein gluteelin yang telah terekstrak pada fraksii albumin.

4.4.7. Peengaruh Perlakuan terrhadap Tottal Fraksi ddan Proteinn Recovery

Totaal fraksi prootein meruppakan kumuulatif dari kaadar keempat fraksi protein. kadar totaal fraksi ini sejalan denngan persenntase proteiin recoveryy yang diperroleh. Pengaruh perlakuan tterhadap kaadar total frraksi dan prrotein recovvery seperti pada Gambar 27. 14.00 46.23 50.0 12.00 10.00 8.00 23.24 41.80 38.97 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 6.00 4.00 11.31 144.29 17.56 g h f 20.0 15.0 2.00 8.59 a 8.555 a b c d e 10.0 5.0 0.00 0.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Perlakuaan Keteraangan: 1= mettode 1, pH 6, suhu ruang; 2= metode 1, pH 9, suhu ruang; 3= metod 2, pH 6, uhu ruang; 4= metode 2, pH 8, suhu ruang; 5= mettode 2, pH 9, suhu ruang; 6= metode 1, pH 6, suhuu 80°C; 7= meetode 2, pH 66, suhu 80°C; 8= metode 2, pH 9, suhu 880°C; 9= metoode 3, pH 66, suhu 80°C Abjad yang sama meenunjukkan data tidak bedaa nyata pada 〈=0,05 Gambar 27 Pengaruuh variasi pperlakuan teerhadap kaddar total fraaksi proteinn dan protein recovery teppung okaraa 72 Metode dan waktu esktraksi, suhu ekstraksi, serta pH suspensi mempengaruhi kadar total fraksi dan protein recovery secara signifikan pada 〈 = 0,05 Gambar 27. Metode 2 dan 3 meningkatkan kadar total fraksi dan memberikan protein recovery yang lebih besar. Protein recovery akan diperoleh semakin besar dengan semakin lamanya waktu ekstraksi hingga seluruh protein yang dapat terlarut telah terlarut dalam solven. Waktu ekstraksi yang berkepanjangan tidak akan meningkatkan protein recovery lebih lanjut. Metode 1 merupakan ekstraksi dengan waktu yang lebih pendek daripada kedua metode yang lain. Kombinasi dengan suhu 80 °C dapat memberikan peningkatan kadar total fraksi dan protein recovery secara signifikan. Penurunan protein recovery pada Metode 3 terkait dengan terjadinya denaturasi protein karena pemanasan yang berkepanjangan. Peningkatan pH suspensi dapat meningkatkan total fraksi dan protein recovery . Perubahan pH suspensi dari pH 6 menjadi pH 8 maupun 9 meningkatkan kadar total fraksi dan protein recoverynya. Adapun hal ini harus disertai dengan waktu ekstraksi yang sesuai, yaitu Metode 2. Semakin menjauhi titik isoelektriknya maka kelarutan akan semakin tinggi sehingga total fraksi dan protein recovery yang diperoleh juga semakin besar pula.

4.5. Pengaruh Fraksi Protein terhadap Berat Molekul Protein Fraksi