Komposisi Asam Amino Fraksi Protein Tepung Okara

73 menggunakan SDS-PAGE mengevaluasi berat molekul protein berdasarkan penyusun fraksi dalam bentuk sub unitnya. Kondisi ini terjadi karena adanya merkaptoetanol yang ditambahkan dalam sampel sehingga akan memutus protein menjadi sub unit-sub unit protein penyusunnya. Dengan demikian protein penyusun fraksi sebenarnya berupa protein yang tersusun atas gabungan beberapa sub unit. Identifikasi protein penyusun fraksi dalam bentuk multisubunitnya dapat diketahui dengan melakukan analisis menggunakan native electrophoresis. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 116,0 80,4788 71,2218 80,4788 71,2218 71,2218 72,6872 66,2 45,0 58,0986 64,3264 35,0 37,1177 37,1177 25,0 14,4 Line: 1 dan 2 = albumin; 3 dan 4 = globulin; 5 dan 6 = prolamin; Keterangan: 7 dan 8 = glutelin; 9 dan 10 = marker Gambar 28 Variasi berat molekul fraksi protein tepung okara Berat molekul subunit penyusun β-conglicynin sekitar 72 kDa α’, 68 kDa α, dan 52 kDa β Fukushima, 2004. Molekul subunit penyusun glycinin terdiri atas polipeptida asam dan polipeptida basa dengan berat molekul sekitar 35 kDa dan 20 kDa. Protein dengan berat molekul yang 71,2218 kDa diduga merupakan subunit α yang menyusun β-conglicynin, sedang protein dengan BM 37,1177 diduga berupa polipeptida asam.

4.6. Komposisi Asam Amino Fraksi Protein Tepung Okara

Kelarutan protein dipengaruhi oleh asam amino penyusunnya. Komposisi asam amino masing-masing fraksi seperti pada Gambar 29. Asam-asam amino penyusun masing-masing fraksi protein menunjukkan bahwa asam glutamat 74 merupakan asam amino penyusun fraksi albumin, prolamin, dan glutelin dengan kadar terbesar, sedang asam amino lisin penyusun terbesar pada fraksi globulin. Asam aspartat Metionin Leusin Isoleusin Fenilalanin Alanin Valin Lisin 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Asam glutamat Tirosin Glisin Serin Treonin Arginin Histidin Albumin Globulin Prolamin Glutelin Gambar 29 Komposisi asam amino fraksi protein tepung okara Total kadar asam-asam amino masing-masing fraksi berbeda jauh bila dibandingkan dengan kadar protein fraksi yang diukur menggunakan metode Bradford Lampiran 4. Hal ini terkait dengan keterbatasan proses hidrolisis yang dilakukan sehingga tidak semua protein akan terhidrolisis menjadi asam-asam aminonya. Ikatan pada asam-asam amino: Ala-Ala, Ile-Ile, Val-Val, Val-Ile, Ile- Val, dan Ala-Val umumnya tahan terhadap hidrolisis dan akan terputus hanya sekitar 50-70 apabila hidrolisis dilakukan selama 24 jam pada 110 °C Ozols 1990. Ikatan tersebut dapat terputus saat waktu hidrolisis diperpanjang menjari 48 hingga 72 jam pada 110 °C Tyler 2000. Kadar asam-asam amino polar penyusun fraksi albumin dan glutelin lebih besar daripada kadar asam-asam amino nonpolar Gambar 29. Hal ini sangat mendukung dengan tingkat kelarutan fraksi albumin dan glutelin yang meningkat dengan meningkatnya suhu dan pH ekstraksi yang digunakan Gambar 23 dan Gambar 26. Sifat asam amino yang polar lebih mampu berinteraksi dengan 75 solven. Adapun kadar asam amino nonpolar yang sedikit lebih rendah daripada asam-asam amino polar dimungkinkan terjadi akibat ekstraksi yang dilakukan pada pH 9, yaitu kelarutannya juga meningkat saat menjauhi titik isoelektriknya. Fraksi globulin tersusun terutama oleh asam amino polar bermuatan, yaitu asam amino lisin Gambar 29. Hal ini terkait dengan adanya dua buah gugus amina yang dimiliki oleh asam amino ini sehingga kelarutannya pada kondisi basa menjadi lebih tinggi. Komposisi asam amino tidak secara langsung mencerminkan sifat kelarutan protein dalam suatu fraksi. Hal ini terkait pula dengan struktur dan urutan asam amino sequence protein tersebut. Kondisi ini tampak pada fraksi prolamin, yaitu kadar asam amino asam glutamat yang terbesar Gambar 29. Adapun asam amino tersebut merupakan asam amino polar. Apabila ditinjau berdasarkan asam amino penyusunnya, maka kondisi tersebut memberikan hasil yang berlawanan dengan prinsip kelarutan fraksi prolamin. Fraksi prolamin merupakan fraksi protein yang larut pada larutan etanol 70. Dengan demikian asam-asam amino yang cenderung non polar akan lebih mudah terlarutkan.

4.7. Analisis Sifat Fungsional Protein Okara