Biologi Reproduksi TINJAUAN PUSTAKA
Siklus reproduksi pada tanaman sayuran misalnya berbeda dengan tanaman keras, secara genetis tanaman sayuran berumur lebih pendek daripada tanaman
keras, sehingga siklusnya berlangsung lebih cepat. Tipe organ reproduksi pada individu tanaman bervariasi seperti
hermaprodit ♂ + ♀ dalam satu bunga, monoecious ♂ + ♀ dalam satu tanaman, androecious hanya menghasilkan bunga ♂, gynoecious hanya
menghasilkan bunga ♀ serta kombinasi antara karakteristik diatas Schmidt 2000. Tanaman mindi termasuk tipe hermaprodit dan monoecious, sementara
jenis Meliaceae lainnya seperti suren Toona chinensis memiliki tipe hermaprodit dan androecious Hidayat 2008.
Struktur organ reproduksi suatu jenis sangat kuat dipengaruhi oleh faktor genetika, namun demikian faktor lingkungan dapat merubah struktur reproduksi
terutama dalam ukuran dimensinya melalui proses evolusi. Keragaman yang luas dalam hal ukuran dan morfologi bunga serta pola pemanjangan stamen dan
stylus selama bunga hidup anthesis ditemukan pada jenis Collinsia dan Tonella yang merupakan jenis tanaman tahunan yang self-compatible Armbruster et al.
2007. Memahami struktur dan sistem organ reproduksi tanaman hutan sangat
penting dalam kaitannya dengan sistem perkawinan yang terjadi, sehingga manajemen penyerbukan dapat dilakukan secara tepat dengan memperhatikan
bentuk, ukuran, warna dan aroma bunga yang dapat menarik vektor penyerbuk. Selain memahami struktur bunga dan sebagai bagian dari sistem organ
reproduksi, informasi tentang kematangan polen dan reseptivitas stigma sangat penting dalam rangka mempelajari biologi reproduksi. Penyerbukan akan
berhasil apabila terjadi sinkronisasi antara polen viabel dengan stigma yang reseptif.
Polen yang sudah matang akan menghasilkan daya kecambah yang tinggi dan kematangan polen biasanya dicirikan dengan terbukanya antera tempat
polen diproduksi dan menempelnya polen pada permukaan stigma. Ketika polen matang, secara otomatis kepala sari antera akan pecah dan
menghamburkan butiran-butiran polen yang matang. Kematangan polen berhubungan dengan penurunan kadar air dan penyusutan jaringan pada stigma,
yang merupakan fungsi higroskopis untuk membuka kantung polen. Mekanisme ini diduga merupakan fungsi alami dari tanaman untuk menghamburkan butiran
polen demi kepentingan penyebaran dan regenerasi Sedgley dan Griffin, 1989.
Butiran polen tersusun atas empat komponen mendasar: exine atau lapisan dinding terluar, intine atau lapisan dinding dalam keduanya mengandung
protein, pollenkit atau mantel memberi warna pollen dan colpi atau lubang germinasi mengandung lemak Esau 1976.
Secara visual, polen yang matang dapat dideteksi dari perubahan warna dan kelekatan stickiness butiran-butirannya Sedgley Griffin 1989, Ghazoul
1997. Perubahan warna permukaan butiran polen dari kuning pucat menjadi kuning terang mengindikasikan adanya peningkatan sporopollenin
– bagian dari exine
yang merupakan ciri spesifik dari suatu spesies yang mempengaruhi kenampakan luarnya dan pollenkit yang basah, lengket dan berwarna,
mengandung lemak, protein, karbohidrat, pigmen, senyawa fenolik dan enzim. Peningkatan kelekatan butiran polen mengindikasikan bahwa polen
tersebut telah siap untuk berkecambah dengan melakukan proses hidrasi dan melepaskan protein. Mekanisme hidrasi inilah yang dianggap paling menentukan
dalam mengawali terjadinya proses penyerbukan, yang merupakan rangkaian dari proses interaksi jantan-betina, perkecambahan polen dan pembentukan
tabung polen Griffin Sedgley 1989. Struktur polen beradaptasi dengan cara penyerbukan, apabila bentuk polen
lonjong dengan ukuran 300 µm atau agregat, dinding polen tebal, permukaan berminyak atau lengket maka penyerbukan biasanya dibantu oleh hewan.
Sedangkan bentuk polen yang lonjong dengan ukuran 50 µm, dinding polen tipis dan permukaan tipis tapi mudah menempel, penyerbukan dibantu oleh angin
Faegri and van der Pijl 1979. Penyebaran polen dan biji tanaman sangat berpengaruh terhadap
pergerakan gen yang dibawanya. Polen dan biji tanaman semak sering berpencar dekat dengan pohon induk Levin 1989. Implikasi dari penyebaran
polen yang terbatas menyebabkan hubungan antara individu tanaman menurun, akibatnya penurunan fertilitas sering terjadi pada tanaman yang melakukan
penyerbukan dengan pohon tetangga terdekat dibandingkan dengan pohon yang melakukan penyerbukan dengan pohon dengan jarak yang lebih jauh Soute et
al . 2002.
Stigma diperlukan untuk mendukung hidrasi polen, perkecambahan dan inisiasi pertumbuhan tabung polen. Dukungan ini terjadi dalam periode dan
waktu yang tepat selama perkembangan bunga, oleh karena itu reseptivitas stigma mempunyai implikasi yang penting dalam keberhasilan reproduksi
individu, biologi penyerbukan suatu populasi dan sistem persilangan jenis Wyatt 1983, Kalisz et al. 1999, Heslop-Harrison 2000, Sanzol 2003. Reseptivitas
stigma didefinisikan sebagai kemampuan stigma untuk mendukung perkecambahan polen yang mana merupakan tahap yang sangat penting dalam
keberhasilan penyerbukan dan sangat bervariasi antar spesies Heslop-Harrison 2000.
Secara umum masa reseptif stigma biasanya ditandai dengan : perubahan warna putik menjadi lebih terang, pembesaran pori-pori pada kepala putik,
tangkai putik berangsur menjadi lurus , permukaan putik memproduksi sekresi. Secara visual, reseptivitas stigma dapat dideteksi dari perubahan kelekatan
stickiness, warna dan bentuk, baik pada kepala maupun tangkai putik Sedgley Griffin 1989, Owens et al. 1991.
Pada saat reseptif stigma mengeluarkan sekresi yang berperan sebagai medium yang berfungsi untuk menangkap butiran polen, serta merupakan
penentu keberhasilan pembentukan tabung polen yang akan membawa sel gamet jantan menuju ke ovarium Sedgley Griffin, 1989. Menurut Owens et al.
1991, sekresi ekstraseluler tersebut mengandung lemak dan protein yang meningkat pada saat reseptif Ghazoul 1997.
Perubahan warna permukaan putik dari hijau menjadi kuning terang, yang dimulai dari pangkal tangkai putik stylus juga menandai reseptifnya stigma.
Makin terangnya warna stigma menunjukkan bahwa sel-sel epidermis terluar sedang berkembang untuk meningkatkan produksi sekresi dan pori-pori
membesar untuk meningkatkan kemampuan sekresi Jamsari 2006. Lamanya reseptivitas stigma berlainan untuk setiap jenis, biasanya
penyerbukan yang dilakukan oleh bantuan angin lebih lama daripada jenis yang dibantu oleh serangga Khadari et al. 1995. Reseptivitas dapat berlangsung
selama kurang dari satu jam jenis Avena atau lebih dari satu minggu seperti pada Eucalyptus Heslop-Harrison 2000.
Fase reproduksi khususnya dari penyerbukan ke pembuahan sangat rentan terhadap kondisi lingkungan saat itu termasuk suhu Stephenson et al.
1992. Suhu lingkungan dapat mempengaruhi reseptivitas stigma dimana kapasitas stigma dalam mendukung perkecambahan polen akan berkurang
dengan semakin tingginya suhu 30
O
C. Suhu optimal untuk reseptivitas stigma jenis Prunus avium terjadi pada suhu cukup rendah yaitu 10
O
C, karena tanaman
ini merupakan jenis temperate dimana lingkungan habitatnya bersuhu rendah Hedhly et al. 2003.
2.3 Keragaman Genetik dan Sistem Perkawinan 2.3.1 Keragaman Genetik
Penilaian keragaman genetik di dalam suatu populasi tegakan merupakan langkah pertama untuk mengevaluasi keragaman genetik saat ini dan yang akan
datang Moran et al 1980. Penilaian untuk menduga nilai duga keragaman dari suatu populasi dapat berdasarkan variasi fenotipik dan variasi genetik. Penilaian
ini dapat menduga tingkat keragaman genetik pada populasi tegakan alam ataupun populasi hasil penanaman. Keragaman genetik pada populasi hasil
pertanaman tidak menunjukkan penurunan keragaman genetik yang signifikan dibandingkan dengan keragaman pada populasi tegakan alam El-Kassaby
Ritland 1996. Hal ini mengindikasikan bahwa seleksi awal dan perlakuan silang breeding tidak menurunkan variasi genetik. Walaupun demikian, struktur
genetik pohon induk sangat kuat pengaruhnya terhadap keragaman benih keturunannya Nurtjahyaningsih 2008. Karena itu untuk mempertahankan
tingkat keragaman genetik yang sama antara populasi pohon induk dengan anakannya, maka derajat perkawinan silang outcrossing rate Moran et al.
1980 dan perkawinan acak yang diimbangi dengan kontribusi semua pohon induk dalam mewariskan gennya Panmictic Equilibrium harus tinggi Chaix et
al . 2003 serta harus sinkron dengan pembungaan pohon tetangga disekitar
tegakan pohon induk Gomory et al. 2003. Tingkat dan pola keragaman genetik pohon hutan sangat kuat dipengaruhi
oleh sistem perkawinannya serta pergerakan gen diantara populasi dari jenis yang sama penyebaran gengene flow. Sistem perkawinan pada pohon hutan
bervariasi dan ada rentang dari mekanisme untuk melakukan penyerbukan silang outcrossing ke mekanisme penyerbukan sendiri self pollination Finkeldey
2005.