Pembahasan Hasil dan Pembahasan .1 Hasil
malai. Pengamatan jaringan tunas pada bulan September dan Oktober masih
menunjukkan persentase inisiasi bunga yang tinggi 60-70
.
Data ini menunjukkan kemungkinan besar inisiasi bunga masih berlangsung pada bulan
berikutnya, namun hal ini perlu dijelaskan dengan pengamatan lebih lanjut. Umumnya inisiasi pada jenis tropis berlangsung dalam waktu yang lama seperti
pada jenis Shorea stenoptera Diprterocarpaceae berlangsung selama lebih dari enam bulan Syamsuwida Owens 1997.
Pada bulan Oktober sebagian besar bunga mekar dan menjadi buah muda 12-16 hari kemudian. Tahap dari buah muda menjadi buah yang siap
panen memerlukan waktu 50-65 hari Tabel 3 atau jatuh pada bulan Januari- Februari. Periode perkembangan bunga menjadi buah masak pada tanaman
mindi tidak sama untuk setiap daerah. Seperti yang dilaporkan Aminah et al 2009 hasil pengamatan fenologi pembungaan mindi di Bogor menunjukkan
pembungaan dimulai dengan ditandai tunas generatif muncul pada bulan Agustus, lebih cepat satu bulan dari tanaman mindi yang diamati di Gambung
pada tahun yang sama. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan tempat tumbuh dengan ketinggian dan faktor iklim yang berbeda menyebabkan waktu mulai
terjadinya pembungaan yang berbeda pula Bawa et al 2003. Menurut Gibblin 2005 variasi geografis dalam ketahanan pembungaan didukung dengan adanya
perbedaan spesifik gender pada respon yang kondisional terhadap kesesuaian kecepatan pertumbuhan. Selain itu masa pembungaan akan lebih panjang ketika
kesesuaian kecepatan pertumbuhan lebih rendah dan pengeluaran energi dalam mempertahankan pembungaan floral maintenance costs juga sedikit.
Ketahanan pembungaan dalam periode waktu tertentu dipengaruhi oleh jumlah bunga dalam satu malai. Bunga mekar dalam malai yang sebelumnya
sebagian kuncup bunganya dibuang memperlihatkan ketahanan mekar antesis yang lebih lama daripada kontrol dan ketika bunga tersebut diserbuki, maka
dengan cepat bunga bagian petal layu Abdala-Roberts 2007. Dengan demikian ada kemungkinan dalam satu populasi dari jenis yang sama, terdapat
perbedaan ketahanan pembungaan yang dipengaruhi oleh jumlah individu bunga dalam malai serta proses penyerbukan yang terjadi.
Posisi stigma alat kelamin ♀ di dalam bunga mempengaruhi efisiensi
transfer polen Waites and Agren 2006. Walaupun demikian, menurut Kittelson
and Maron 2000 proporsi penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang dalam suatu populasi dipengaruhi oleh self-sterility, perilaku pembungaan dan
keberadaanaktivitas agen penyerbuk. Struktur dan warna bunga berkaitan erat dengan agen penyerbuk. Menurut Sedgley and Griffin 1989, karakter malai
bunga inflorescence dan struktur bunga sangat erat kaitannya dengan tipe penyerbukan baik yang yang dilakukan oleh hewan atau angin. Bunga mindi
berwarna putih atau krem, berbentuk seperti mangkok yang terdiri dari 5 petal mahkota bunga, memiliki tempat mendarat dan bunga tegak Gambar 8A,
memberikan indikasi bahwa lebah dan ngengat merupakan polinator untuk jenis ini Faegri and van der Pijl, 1979
.
Namun demikian, dugaan ini masih perlu dibuktikan dengan penelitian lebih spesifik terhadap vektor penyerbuk tanaman
mindi. Menurut Hedhly et al. 2003 suhu lingkungan dapat mempengaruhi
reseptivitas stigma dimana kapasitas stigma dalam mendukung perkecambahan polen akan berkurang dengan semakin tingginya suhu 30
O
C. Pada pengamatan mindi, suhu berkisar antara 24-30
O
C pada pk.08.00-11.00 merupakan suhu yang optimal untuk reseptivitas stigma dan semakin siang
reseptivitas berkurang ketika suhu juga semakin meningkat antara 32-33
O
C pada pk. 12.00.
Bunga mindi memiliki tipe malai yang mekar secara simultan antar ranting dan bunga bersifat hermaprodit dimana letak antera dan stigma sangat
berdekatan. Stigma berada di tengah kolom staminal yang pada bagian ujungnya terdapat 8 antera. Masa reseptif stigma dan polen yang viabel terjadi pada
rentang waktu yang sama pk 07.00-11.00 yang menunjukkan masa terjadinya penyerbukan Tabel 5. Karakter bunga mindi yang mekar bersamaan antar
malai serta memiliki tipe hermaprodit dengan posisi stigma dan antera yang berdekatan dan periode penyerbukan pada rentang yang sama menyebabkan
peluang terjadinya penyerbukan sendiri selfing sangat besar. Hasil pengamatan terhadap tipe penyerbukan bunga mindi juga memberikan indikasi adanya
penyerbukan sendiri Gambar 13. Walaupun demikian, kesimpulan ini masih perlu didukung dengan penjelasan lebih lanjut melalui analisis molekuler yang
secara genetis dampak terjadinya selfing akan diwariskan kepada keturunannya progeny sehingga terjadi penurunan kualitas benih atau anakan karena adanya
penyimpangan genetik Wiens et al 1987. Berkaitan dengan tipe seksual bunga mindi,
Styles 1972 mengklasifikasikan mindi sebagai jenis andromonoecious dimana tanaman
menghasilkan dua tipe bunga yaitu hermaprodit dan bunga jantan. Pengamatan
dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa tanaman mindi yang tumbuh di Desa Gambung, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, hanya menghasilkan
bunga hermaprodit. Dalam hal ini, dapat saja terjadi ketika tanaman tumbuh pada lokasi yang berbeda dengan kondisi lingkungan yang sangat berbeda,
seperti yang dinyatakan oleh Ambruster et al 2007 bahwa struktur reproduksi tanaman dapat berubah secara evolusi baik oleh faktor genetik maupun
lingkungan. Penyerbukan sendiri pada tanaman hermaprodit kadang-kadang mampu
menghasilkan biji yang viabel. Tanaman tersebut disebut self compatible. Hasil pengamatan penyerbukan pada mindi memperlihatkan bahwa tanaman ini
memiliki kemampuan baik melakukan penyerbukan silang outcrossing rata-rata sebesar 70 maupun sendiri selfing yang mencapai persentase rata-rata 42
Gambar 13. Menurut Karon 1987 nilai yang dicapai pada penyerbukan sendiri adalah termasuk katagori self compatible. Mekanisme terjadinya fertilisasi
pembuahan pada jenis self compatible masih belum jelas, namun menurut Souto et al 2002 jenis ini memiliki stilus yang berpotensi sebagai saringan
selektif yang dapat secara efektif membedakan genotip polen donor. Waites and Agren 2006 menyatakan bahwa pada tanaman Lythrum salicaria yang memiliki
beberapa tipe posisi stigma dan antera, ternyata tipe medium dengan stigma di luar corola kelopak bunga menghasilkan seed set paling tinggi melalui proses
penyerbukan sendiri selfing pollination dan ini menunjukkan jenis yang self compatible.
Memperhatikan karakteristik penyerbukan tanaman mindi yang bersifat outcrosser
maupun selfer, maka dapat dikatakan bahwa mindi memiliki sumber polen yang cukup berlimpah yang dapat memenuhi kebutuhan proses
penyerbukannya. Menurut Widura 2011 tanaman yang dapat menyediakan polennya sendiri, akan memiliki tingkat inbreeding yang tinggi sehingga ia
mampu berkembang dengan baik. Namun hal ini perlu dijelaskan lebih lanjut pada hasil analisis struktur inbreeding selanjutnya. Dengan demikian, walaupun
tanaman mindi monocious dan self-compatible ternyata juga melakukan penyerbukan silang sehingga termasuk memiliki sistem reproduksi campuran
dengan penyerbukan silang yang dominan.
IV ASPEK GENETIKA REPRODUKSI
Pendahuluan
Penilaian sumber benih mindi pada hutan rakyat harus berdasarkan kepada informasi genetik pohon induk yang ada di dalam populasi tegakan.
Penilaian keragaman genetik di dalam suatu populasi tegakan merupakan langkah pertama untuk mengevaluasi keragaman genetik saat ini dan yang akan
datang Moran et al 1980. Informasi genetik sangat diperlukan untuk melihat tingkat keragaman yang dimiliki pohon induk. Apabila tingkat keragaman rendah
atau sempit di dalam suatu populasi terutama dalam luasan yang terbatas maka kemungkinan akan terjadi depresi silang dalam inbreeding depression yang
akibatnya akan menurunkan kualitas genetik keturunannya atau generasi berikutnya, sehingga keragaman genetik secara populasi akan menurun
Finkeldey 2003. Keragaman genetik adalah variasi yang dapat diwariskan dalam populasi
sebagai hasil dari perbedaan alel yang ada dalam gen. Penilaian untuk menduga nilai duga keragaman dari suatu populasi dapat berdasarkan variasi fenotipik
dan variasi genetik. Penilaian ini dapat menduga tingkat keragaman genetik pada populasi tegakan alam ataupun populasi hasil penanaman. Keragaman genetik
pada populasi hasil pertanaman tidak menunjukkan penurunan keragaman genetik yang signifikan dibandingkan dengan keragaman pada populasi tegakan
alam El-Kassaby Ritland 1996. Hal ini mengindikasikan bahwa seleksi awal dan perlakuan silang breeding tidak menurunkan variasi genetik. Walaupun
demikian, struktur genetik pohon induk sangat kuat pengaruhnya terhadap keragaman benih keturunannya Nurtjahyaningsih 2008. Karena itu untuk
mempertahankan tingkat keragaman genetik yang sama antara populasi pohon induk dengan anakannya, maka derajat perkawinan silang outcrossing rate
Moran et al. 1980 dan perkawinan acak yang diimbangi dengan kontribusi semua pohon induk dalam mewariskan gennya Panmictic Equilibrium harus
tinggi Chaix et al. 2003 serta harus sinkron dengan pembungaan pohon tetangga disekitar tegakan pohon induk Gomory et al. 2003. Akan tetapi terbukti
banyak jenis pohon baik pada populasi alam maupun populasi tanaman mengalami penyimpangan genotipe dari perkawinan acak random. Sehingga
penyimpangan dari proses random dalam sistem reproduksi adalah merupakan
suatu ketetapan dibandingkan sebagai pengecualian dalam populasi tanaman hutan Muller-Starck Liu 1989.
Salah satu cara untuk mendeteksi keragaman genetik pohon induk dan anakan dalam satu populasi sumber benih adalah dengan marka DNA. Beberapa
pendekatan marka DNA untuk menentukan variabilitas genetik tanaman hutan telah banyak digunakan antara lain RFLP Restriction Fragment Length
Polymorphysm , RAPD Random Amplified Polymorphic DNA, AFLP Amplified
Fragment Length Polymorphysm dan SSRs Simple Sequence Reapets atau
Microsatellite .
Mikrosatelit atau SSRs merupakan penanda genetik yang terdiri dari rangkaian pola nukleotida antara dua sampai enam pasang basa yang berulang
secara berurutan. Penanda mikrosatelit sangat cocok untuk menganalisis tingkat keragaman genetik dalam populasi serta aliran gen yang terjadi dengan kriteria
ko-dominan, allel ganda dan mengandung polimorfisme tinggi serta diwariskan mengikuti hukum Mendel White Powel 1997, Weising et al 2005.
Teknik mikrosatelit telah banyak digunakan pada tanaman kehutanan seperti Azadirachta indica Boontong et al. 2008, mahoni Swietenia
macrophylla Lemes et al. 2003, Lemes et al. 2010, Cabralea canjerana
Meliaceae Pereira et al. 2011, Phitocelebium elegans Dayanandan et al. 1997.
Tujuan penelitian adalah menganalisis keragaman genetik populasi pohon induk dan keturunannya serta menganalisis penyimpangan struktur
genetik dari kesetimbangan Hardy-Weinberg .