Biological and genetical aspects of reproductive system of mindi (Melia Azedarach Linn.)
i
ASPEK BIOLOGI DAN GENETIKA PADA SISTEM
REPRODUKSI MINDI (Melia azedarach Linn.)
DIDA SYAMSUWIDA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(2)
(3)
iii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Aspek Biologi dan Genetik Pada Sistem Reproduksi Mindi (Melia azedarach L) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan sebagian sudah diajukan dalam bentuk tulisan di jurnal ilmiah. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi.
Bogor, Juli 2012
Dida Syamsuwida NIM 461070061
(4)
(5)
v
ABSTRACT
DIDA SYAMSUWIDA. Biological and Genetical Aspects of
Reproductive System of Mindi (
Melia azedarach
Linn.).
Under academic supervision of ANDRY INDRAWAN, ISKANDAR Z SIREGAR and ENDAH R PALUPI.The study was aimed to determine biological and genetical aspects of reproductive system of mindi in relation to securing high quality of seeds. The study was conducted at four sites in West Java for the periods of 2009-2011. Direct observation over the trees (n=5-20 trees) were conducted on the periods of flowering and fruiting as well as floral morphology. Representative buds, flowers and fruits were sampled for microscopic dissection and reproductive study. The level of genetic diversities of maintained parental and produced offspring were evaluated either phenotipically or genotipically. Molecular characters were determined by using microsatellite markers. The genotipe deviation was evaluated based on Hardy-Weinberg and inbreeding structures. The observation revealed that floral initiation had proceeded for more than three months and the highest percentage of floral initiation occured in September. Reproductive cycle was proceeded for 5-6 months within the year, first observation commenced from generative buds to flower burst in September-October. Fruits reached maturity in January-February that took about 2-3 months after flower burst. The flower was hermaphroditic with position of anther was closed to stigma that selfing might be happened. Stigma receptivity lasted from 08.00 am to 11.00 am, rate of receptif was 66% in average, at 12.00 the receptivity was decreased to 40% and pollen viability was fluctuated from 4,89%-7,03% observed from 07.00 am-11.00 am. Controlled pollination exposed that mindi could be able to do both of cross- and self-pollination with the percentage of fruit set ranged of 70-77% and 42-57%, respectively. The genetic variation of mother trees and progenies for all loci and population were at range of 0,49-0,51 and 0,288-0,426, respectively. Genotipe deviation in progeny was detected at a small part of loci in two population with an average fixation index of -0,0680 and thus inbreeding might have been occured in a mating system of mindi in a low level. Assortative mating was detected in a very low degree. Three characters of seedling growth i.e length of bud, length of petiole and ratio of petiole to leaf length, might have to be used as keys to effective indicator for seedling selection. Key words: Genetic diversity, genotipe deviation, hermaprodititic, inbreeding,
(6)
(7)
vii
RINGKASAN
DIDA SYAMSUWIDA. Aspek Biologi dan Genetika Pada Sistem
Reproduksi Mindi (
Melia azedarach
Linn.) di bawah bimbingan
ANDRY INDRAWAN, ISKANDAR Z SIREGAR DAN ENDAH R PALUPI
Mindi (Melia azedarach Linn.) adalah salah satu jenis tanaman cepat tumbuh dari keluarga Meliaceae. Jenis ini memiliki kayu yang berkualitas baik dan sudah banyak dikembangkan pada hutan rakyat khususnya di Jawa-Madura. Penyediaan benih bermutu tinggi sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan hutan rakyat yang dapat dimulai dengan melakukan pemilihan pohon plus sebagai sumber benih. Namun demikian, perlu pemahaman sistem reproduksi individu pohon sebagai bagian dari populasi sumber benih.
Sistem reproduksi tanaman mindi baik dari aspek biologi maupun genetika sejauh ini belum diketahui dan dipahami dengan jelas dan benar.Oleh karena itu penelitian bertujuan mengkaji aspek-aspek biologi dan genetik pada sistem reproduksi tanaman mindi dalam rangka penyediaan benih berkualitas tinggi untuk peningkatan produktivitas tegakan hutan rakyat. Secara khusus tujuan penelitian adalah 1) menganalisis siklus reproduksi termasuk inisiasi bunga, morfologi bunga-buah dan perkembangannya, masa resptivitas stigma dan viabilitas polen serta tipe penyerbukan 2) Menganalisis tingkat keragaman genetik populasi pohon induk dan anakannya serta menganalisis tingkat inbreeding berdasarkan kesetimbangan Hardy-Weinberg dan struktur in-breeding.
Penelitian dilaksanakan pada tahun 2009 s/d 2011 pada tegakan mindi di Jawa Barat yaitu di Desa Gambung-Bandung, Padasari-Sumedang, Wanayasa-Purwakarta dan Megamendung-Bogor. Siklus reproduksi diamati mulai dari inisiasi bunga, munculnya tunas bunga, bunga mekar hingga buah masak. Pengamatan inisiasi bunga dilakukan terhadap sampel tunas dengan sayatan secara mikroskopis. Pengujian masa reseptivitas stigma menggunakan aktivitas peroksidase dan pengujian viabilitas polen menggunakan media kecambah Brewbaker dalam inkubator suhu 25±1OC, kedua pengujian dilakukan setiap satu jam mulai dari pk. 07.00-08.00 s/d pk.11.00-12.00.
Analisis tingkat keragaman genetik pada populasi di Sumedang dan Bandung terhadap 20 pohon induk dan 20 anakan menggunakan penanda DNA mikrosatelit, sedangkan di Wanayasa-Purwakarta menggunakan 9 pohon induk
(8)
viii
dan 90 anakan dengan penanda morfologi. Analisis penyimpangan genetik menggunakan struktur genotipe Hardy-Weinberg dan struktur in-breeding. Parameter genetik: Persentase polimorfik (PLP), jumlah alel obervasi (Na), alel efektif (Ne), heterosigotas observasi (Ho), heterosigotas ekspetasi (He) dan koefisien inbreeding, indeks fiksasi (Fis) dan perbedaan genetik antar populasi (Fst). Analisis data : ANOVA dilanjutkan dengan chi-square, AMOVA (Analysis of Molecular Variance). Pengolahan data menggunakan perangkat lunak PopGen versi 1.31 dan GenAlEx 6.3. Parameter fenotipik: ukuran morfologi benih, kapasitas perkecambahan dan morfologi semai. Analisis data menggunakan metode statistik peubah ganda dengan pendekatan PCA, PGM dan cluster analysis serta penghitungan nilai duga heritabilitas (Hbs) dan nilai duga kemajuan genetik (KG).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inisiasi bunga di Gambung-Bandung Selatan berlangsung lebih dari 3 bulan dimana persentase terbesar terjadi pada bulan September (70%) dan Oktober (60%). Siklus reproduksi berlangsung selama 5 – 6 bulan, mulai dari terjadinya tunas generatif (September), bunga kuncup (September), bunga mekar/anthesis (Oktober), buah muda (Okt-Nop) sampai buah masak panen (Januari-Februari). Mindi memiliki bentuk malai yang disebut panicle, satu malai terdiri atas 30-80 bunga dan mekar secara bergantian. Tipe bunga adalah hermaprodit. Perkembangan bunga terdiri atas lima fase dan fase ke lima ditandai dengan antera yang membuka dan polen sudah berhamburan keluar dan stigma yang berwarna hijau terletak di tengah antera yang memberikan indikasi periode penyerbukan. Stigma dan polen diambil dari bunga yang mekar pada hari pengamatan. Persentase reseptivitas stigma bervariasi mulai dari pengumpulan pukul 08.00 s/d 12.00 yaitu berkisar antara 40-73,33%. Pada pukul 12.00 reseptivitas stigma sudah menurun mencapai 40%. Viabilitas polen mindi berkisar antara 4,89-7,03%. Pengamatan viabilitas polen pada pukul 07.00 mencapai 7% yang tidak meningkat sampai pukul 11.00. Diduga periode penyerbukan terjadi pada pukul 08.00-11.00. Tanaman mindi memiliki kemampuan melakukan penyerbukan silang (outcrossing) atau penyerbukan sendiri (selfing) dengan kisaran nilai fruit set 70-77%.
Keragaman genetik populasi pohon induk dan anakan pada kedua populasi termasuk katagori rendah, masing-masing dengan kisaran 0,49-0,51 untuk pohon induk dan 0,297-0,426 untuk anakan. Keragaman genetik pohon
(9)
ix
induk dan anak yang tersimpan di dalam populasi mencapai 67% dan 33% keragaman disumbang dari populasi lain. Terjadi penurunan kualitas genetik yang diturunkan oleh tetua terhadap keturunan. Penyimpangan genotipe dari struktur genetik Hardy-Weinberg dan struktur inbreeding terdeteksi pada sebagian lokus di kedua populasi. Secara keseluruhan nilai indeks fiksasi (Fis) rata-rata -0,0680. Hal ini mengkonfirmasi terjadi inbreeding pada sistem perkawinan tanaman mindi pada tingkat yang masih rendah. Populasi Sumedang memiliki tingkat penyimpangan genotipe yang lebih tinggi daripada populasi Bandung. Perbedaan genetik antar populasi mencapai 17%. Fenomena perkawinan berpilih (assortative mating) terdeteksi pada populasi Bandung pada lokus yang menyimpang dari struktur Hardy-Weinberg.
Karakter daya berkecambah, waktu mulai berkecambah, panjang pucuk semai, panjang petiole daun semai dan ratio panjang petiol terhadap panjang daun, dapat menjadi penciri dalam seleksi pohon induk dan pembibitan pada populasi Wanayasa-Purwakarta. Pohon induk P2, P15 dan P24 pada umumnya memperlihatkan keberagaman karakter fenotipe yang tinggi dibandingkan dengan pohon induk lain.
Simpulan hasil penelitian adalah siklus reproduksi tanaman mindi berlangsung selama 5-6 bulan dan inisiasi bunga terjadi lebih dari tiga bulan. Bunga termasuk tipe hermaprodit dan rentang waktu antara reseptivitas stigma dan polen viabel terjadi bersamaan. Mindi mampu melakukan penyerbukan silang dan penyerbukan sendiri. Tingkat keragaman genetik populasi pohon induk dan keturunan termasuk katagori rendah, terdapat penyimpangan genetik namun dugaan inbreeding pada sistem perkawinan tidak terbukti, sedangkan fenomena perkawinan berpilih terdeteksi pada populasi Bandung. Beberapa karakter perkecambahan dan morfologi semai dapat secara efektif digunakan dalam seleksi pembibitan secara fenotipik. Disarankan memanfaatkan potensi tegakan mindi di Sumedang dan Bandung untuk pengembangan sumber benih hutan rakyat namun perlu memperluas keragaman genetik dengan melakukan pengumpulan benih dari lokasi lain yang tersebar di Indonesia terutama dari luar Jawa setelah dilakukan analisis terhadap keragamannya terlebih dahulu.
(10)
(11)
xi
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
(12)
(13)
xiii
ASPEK BIOLOGI DAN GENETIKA PADA SISTEM
REPRODUKSI MINDI (
Melia azedarach
Linn.)
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Mayor Silvikultur Tropika
DIDA SYAMSUWIDA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN
BOGOR
2012
(14)
xiv Penguji Luar :
Ujian tertutup : 1. Dr. Ir. Cahyo Wibowo M.Sc 2. Dr. Ir. Yulianti, M.Si.
Ujian terbuka : 1. Dr. Ir. Imam Santoso, M.Sc. 2. Dr. Ir. Supriyanto
(15)
xv
(16)
(17)
xvii
PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas rakhmat dan karuniaNya yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas akhir di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Program Studi Mayor Silvikultur Tropika. Tugas akhir tersebut adalah tersusunnya disertasi yang berjudul ”Aspek Biologi dan Genetika pada Sistem Reproduksi Mindi (Melia azedarach Linn.)”.
Dengan tersusunnya disertasi ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Prof.Dr.Ir. Andry Indrawan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Prof.Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc. dan Dr. Ir. Endah R. Palupi MSc.selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari penyusunan proposal, selama penelitian dan analisis hingga selesainya penulisan disertasi.
Penyelesaian disertasi ini tidak terlepas juga dari bantuan semua pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan Litbang Kehutanan, Kepala Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk dapat mengikuti studi program S-3 di Sekolah Pascasarjana, IPB serta Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, yang telah memberikan dana Hibah Penelitian Tim Pascasarjana, tahun 2009-2010 (No kontrak: 78/13.24.4/SPK/BG/-PD/2009 dan 4/13.24.4/SPK/PD/2010), sehingga penelitian ini dapat berjalan. Terima kasih disampaikan pula kepada pengelola Program Studi Silvikultur Tropika, seluruh staf Fakultas Kehutanan dan adik-adik di Laboratorium Genetika-Silvikultur khususnya Laswi dan Azizah, yang telah membantu kelancaran penyelesaian studi.
Terima kasih yang tak terhingga disampaikan pula untuk suami tercinta (Aam P Permana), anak-anak terkasih (Ghina Amanda Putri dan M Faisal Adha) atas do’a dan keikhlasannya, serta seluruh keluarga dan teman-teman atas dorongan moril maupun materil.
Akhirnya, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi pengembangan program hutan tanaman di tanah air.
Bogor, Juli 2012
(18)
(19)
xix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung 3 Juli 1957 sebagai anak terakhir dari enam bersaudara, dari ayah R.O Kosasih (Alm) dan ibu Sudewi Striretna (Almh). Penulis menikah dengan Aam Padma Permana dan dianugerahi satu orang putri dan satu orang putra : Ghina Amanda Putri dan Moch. Faisal Adha.
Pendidikan dimulai di Sekolah Dasar Negeri Ciujung II Bandung, Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bandung dan Sekolah Menengah Atas Negeri I Bandung, Jawa Barat. Pada tahun 1977 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas MIPA, jurusan Biologi UNPAD Bandung, dan memperoleh gelar sarjana biologi tahun 1983. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai pegawai honorer di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Alam, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan dan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai peneliti Silvikultur pada tahun 1986. Pada tahun 1989 penulis mendapat beasiswa dari pemerintah Australia melalui program AIDAB melanjutkan pendidikan program Pascasarjana di Faculty of Agriculture and Forestry, Melbourne University, Victoria-Australia dan memperoleh gelar Master of Forest Science pada tahun 1991. Pada tahun 1994, penulis dipromosikan menjadi Kepala Seksi Pelayanan Teknis di Balai Penelitian Pemuliaan Hutan Yogyakarta dan tahun 1996 kembali menjadi peneliti pada Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor sampai sekarang. Tahun 2007 mendapat ijin belajar program doktor pada Sekolah Pascasajana, IPB. Sebagai peneliti, penulis berhasil mencapai jenjang fungsional Ahli Peneliti Utama (APU) pada tahun 2012.
(20)
(21)
xxi DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……….. xxi
DAFTAR TABEL ………..……… xxiii
DAFTAR GAMBAR ……….. xxv
DAFTAR LAMPIRAN ……….……….. xxvii
I. PENDAHULUAN .……….. 1
1.1 Latar Belakang……… 1
1.2
Perumusan Masalah
………
41.3
Tujuan Penelitian
………..
61.4
Ruang Lingkup ...
61.5 Hipotesis……….. 7
1.6
Manfaat Penelitian
………...
71.7
Kerangka Pemikiran
……….
81.8
Kebaruan (
Novelty
)
……….
101.9
Sistematika Penelitian
………..
101.10 Risalah Lokasi ………. 12
II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 15
2.1 Deskripsi Umum Mindi ……… 15
2.1.1 Sebaran dan Tempat Tumbuh Mindi ………. 15
2.1.2 Karakteristik Pohon, Taksonomi dan Pemanfaatan …... 15
2.1.2.1 Karakteristik Pohon ………. 15
2.1.2.2 Taksonomi ……… 17
2.1.2.3 Pemanfaatan tanaman ……….. 18
2.2 Biologi Reproduksi ……… 19
2.3 Keragaman Genetik dan Sistem Perkawinan ……… 23
2.3.1 Keragaman Genetik ……….. 23
2.3.2 Sistem Perkawinan ……….. 23
2.3.3 Penyimpangan Genotipe dalam Sistem Perkawinan (Inbreeding) ……… 26
2.4 Penanda Genetik Mikrosatelit ………. 29
2.5 Perbenihan Tanaman Mindi ………. 30
2.5.1 Sumber benih ………. 30
2.5.2 Produksi benih ………... 31
III. ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI ……….. 33
3.1 Pendahuluan ………... 33
3.2 Bahan dan Metode ………. 34
3.3 Hasil dan Pembahasan ………. 39
3.3.1 Hasil ………. 39
3.3.2 Pembahasan ……….. 48
IV. ASPEK GENETIKA REPRODUKSI ……….. 53
4.1 Struktur Genetik Populasi Pohon Induk dan Keturunan ……….. 54
4.1.1 Bahan dan Metode ……… 54
4.1.2 Hasil dan Pembahasan ………... 56
4.2 Keragaman Fenotipik Keturunan ………. 70
(22)
xxii
4.2.2 Hasil dan Pembahasan ………... 76
V. PEMBAHASAN UMUM ………... 95
VI. SIMPULAN DAN SARAN ……… 103
6.1 Simpulan ……….. 103
6.2 Saran ……… 104
DAFTAR PUSTAKA ……….. 105
(23)
xxiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Uraian tentang topik penelitian/sub-penelitian, kegiatan dan metode pada penelitian Aspek Biologi dan Genetik pada Sistem
Reproduksi Mindi (Melia azedarach L) ... 9 2 Rekapitulasi risalah lokasi penelitian dan kegiatan penelitian
yang dilakukan pada setiap lokasi ... 12 3 Periode dan waktu perkembangan pembungaan dan pembuahan
mindi... 42 4 Tahap perkembangan bunga mindi ... 44 5 Persentase reseptivitas stigma dan perkecambahan polen mindi
... 47 6 Delapan pasang sekuen primer mikrosatelit beserta urutan
basanya dan rentang ukuran yang digunakan, dikembangkan dari jenis Azadirachta indica (Meliaceae) (Bontoong et al. 2008)
………... 56 7 Rangkuman F-statistik untuk semua lokus ... 58 8 Rangkuman F-statistik untuk semua lokus pada dua populasi ... 59 9 Hasil analisis keragaman molekuler (AMOVA) ... 60 10 Keragaman genetik pada dua populasi pohon induk dan anakan
untuk semua lokus ... 61 11 Keragaman genetik lokus mikrosatelit pada sampel pohon induk
dan anakan mindi dari dua populasi ... 63 12 Hasil pengujian statistik struktur genetik dan dua acuan struktur
(Hardy- Weinberg dan struktur inbreeding) ...………… 64 13 Parameter alel preferensi Uij untuk lokus dengan genotipe yang
menyimpang dan tidak menyimpang dari struktur
Hardy-Weinberg……….. 66
14 Pengamatan karakter fenotipik keturunan mindi (diadopsi dari
Hidayat 2010) ……… 71
15 Varians fenotipe, varians genotipe, heritabilitas (H) dan kemajuan
genetik (KG) progeni mindi berdasarkan pertumbuhan semai. .... 77 16 Varians fenotipe, varians genotipe, heritabilitas (H) dan kemajuan
(24)
xxiv
17 Analisis ragam variabel morfologi benih, perkecambahan dan
morfologi semai mindi ... 80 18 Nilai eigenvalue dan persentase total variasi dari karakter
morfologi benih, perkecambahan dan morfologi semai mindi ..… 82 19 Matrik hasil klasifikasi dugaan kedekatan antar pohon induk
berdasarkan karakter morfologi benih mindi ... 85 20 Matrik hasil klasifikasi dugaan kedekatan antar pohon induk
berdasarkan kapasitas perkecambahan benih mindi ... 87 21 Matrik hasil klasifikasi dugaan kedekatan antar pohon induk
(25)
xxv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Alur kerangka pemikiran penelitian Aspek Biologi dan Genetika
pada Sistem Reproduksi Mindi (Melia azedarach ) ... 9 2 Peta lokasi penelitian Aspek Biologi dan Genetik pada Sistem
Reproduksi Mindi (Melia azedarach L) di Jawa Barat ... 13 3 Tegakan pohon dan bentuk daun, rangkaian bunga dan buah mindi
(insert) ... 16 4 Papan mebel kayu mindi bercorak indah ... 18 5 Irisan longitudinal tunas vegetatif memperlihatkan meristem apikal
(ma) mindi: tunas generatif memperlihatkan primordia bunga (pb), primordia daun (pd). A. tunas vegetatif : meristem apikal
membentuk primordial daun dan B.meristem apikal sudah
membentuk primordia bunga ... 39 6 Grafik terjadinya bakal bunga dan bakal daun pada irisan sampel
tunas. ... 40 7 Siklus reproduksi tanaman mindi di Bandung Selatan-Jawa Barat
... 42 8 Deskripsi organ bunga A] petal (p), B] pistil (ps) dan sepal (sp), C]
anther (a), stigma (s)………. 43 9 Deskripsi polen (P), lubang pori (lp), dinding luar (ex), dinding dalam
(in) dan polen yang berkecambah (KP) serta tabung polen (tp)…… 43 10 Perkembangan ovarium menjadi buah muda ... 45 11 Pembesaran ovarium [ovr], stilus [st] A) irisan melintang ovarium
memperlihatkan 5 ovul [ovl] B) dan penampang melintang buah (bh)
memperlihatkan lokus [lk], endokarp [end] dan biji [s] C) ... 46 12 Buah masak berwarna kuning (A) dan benih kering (B) ... 46 13 Grafik rasio buah/bunga (fruit set) mindi setelah penyerbukan ... 48 14 Pola polimorfik DNA mikrosatelit pada mindi dengan rentang
ukuran 100-220 bp ………. 57
15 Dimensi karakter semai mindi yang diukur ……… 73 16 Analisis komponen utama/PCA pohon induk mindi berdasarkan
(26)
xxvi
17 Analisis komponen utama/PCA pohon induk mindi berdasarkan
karakter perkecambahan ……… 83
18 Analisis komponen utama/PCA pohon induk mindi berdasarkan
karakter morfologi semai ……… 84
19 Dendrogram hasil clustering pohon induk mindi menggunakan
karakter morfologi benih... 90 20 Dendrogram hasil clustering pohon induk mindi menggunakan
karakter perkecambahan benih... 91 21 Dendrogram hasil clustering populasi pohon induk mindi
(27)
xxvii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel data skoring inisiasi pembungaan mindi di lokasi
Gambung-Bandung ... 115 2 Reseptivitas stigma dan Viabilitas Polen... 116 3 Penyerbukan mindi di Megamendung-Bogor... 119 4 Produksi buah mindi di lima lokasi di Jawa Barat ... 120 5 Data Pengukuran Karakter Fenotipik Pohon Induk Mindi... 121 6
7
Prosedur Laboratorium Analisis DNA dengan Penanda Mikrosatelit.. Analisis Data Keragaman Genetik...
123 130
(28)
(29)
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mindi (Melia azedarach Linn.) adalah salah satu jenis dari keluarga Meliaceae yang termasuk jenis tanaman cepat tumbuh. Jenis ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan rakyat karena bersifat serbaguna (multipurposes tree species). Bagian tanaman lain seperti kulit batang, daun, buah dan biji dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit kepala, demam, antiseptik, pestisida atau obat HIV dan kanker karena kandungan antibiotiknya (Khan et al. 2008). Tanaman ini memiliki tiga komponen kimia yang bersifat komersil yaitu azadirachtin, selanin dan meliantriol (Hanum & van der Maesen 1997). Mindi juga merupakan salah satu kayu alternatif pengganti kayu berkualitas yang saat ini sudah mulai sulit ditemukan dan berharga mahal karena permintaan pasar yang semakin meningkat. Kayu dapat digunakan dalam bentuk kayu utuh untuk bahan bangunan, bahan furniture dan barang kerajinan, sebagai kayu lapis dan vinir laminar karena kayu bercorak indah dan mudah dikerjakan (Basri & Yuniarti 2006). Jenis ini juga menghasikan kualitas kayu yang dapat diandalkan untuk bahan pulp dan kayu bakar dengan nilai kalor 5100 kcal/kg (ICRAF database).
Tanaman mindi memiliki sifat mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tumbuh karena dapat tumbuh pada zona ekologi yang cukup luas. Mindi diduga merupakan jenis eksotik yang berasal dari India (Asia Utara) dengan keragaman tinggi sehingga mudah beradaptasi dengan baik di wilayah Indonesia dan ditemukan tersebar di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Jenis ini tumbuh pada ketinggian 200 – 1400 m dpl dengan curah hujan > 900 mm/thn, termasuk tipe iklim A-C (Martawijaya, et al. 1989, Soerianegara & Lemmens 1995).
Di Jawa Barat mindi tumbuh pada daerah dengan curah hujan rata-rata cukup tinggi yaitu > 2000 mm/th (Pramono et al. 2008). Memerlukan tanah dengan drainase yang baik, subur dan sedikit asam (pH 5,5 -6,5). Musim berbuah terjadi pada bulan Desember – Januari setiap tahunnya, walaupun kadang-kadang ada yang berbuah pada bulan Juni (Danu 2000).
Hasil survei di Jawa Barat memperlihatkan bahwa pohon mindi banyak dijumpai pada lahan masyarakat sebagai bagian dari ekosistem hutan rakyat
(30)
2
(Pramono et al. 2008). Melihat kenyataan ini maka ada kecenderungan masyarakat menggunakan jenis mindi yang dapat beradaptasi luas dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan papannya.
Di Kabupaten Bogor dilaporkan bahwa dari luasan hutan yang ada, 4% (13.320 ha) diantaranya adalah hutan rakyat dan jenis mindi mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan sebagai bahan pasokan kayu yang dipasarkan secara internasiona. Satu perusahaan eksportir furnitur memerlukan bahan baku kayu mindi sekitar 250 m³ sawn timber setiap bulan (Karyono & Hariyatno 2001). Dengan demikian, tantangan yang perlu diperhatikan adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas tegakan mindi pada lahan masyarakat agar menghasilkan nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Penyediaan benih bermutu tinggi sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan hutan rakyat yang dapat dimulai dengan melakukan pemilihan pohon plus sebagai sumber benih. Namun demikian, perlu pemahaman sistem reproduksi individu pohon sebagai bagian dari populasi sumber benih.
Keragaman genetik tanaman mindi pada beberapa lokasi hutan rakyat di Jawa Barat tergolong rendah yaitu antara 0,16-0,19 dan 70% keragaman terdapat dalam populasi (Yulianti 2011). Produksi benih mindi pada lokasi-lokasi tersebut pada tahun 2009-2010 dilaporkan berkisar antara 5,1 – 9,9 kg/pohon (Atmandhini 2011). Produksi ini dinilai cukup rendah dibandingkan dengan produksi benih yang dilaporkan Nurhasybi & Danu (1997) yakni 15-20 kg/pohon dari beberapa lokasi di Jawa Barat. Keragaman genetik yang cukup rendah sudah diteliti pada beberapa tanaman. Pada pinus keragaman genetik yang rendah dikaitkan dengan sistem perkawinan (Siregar 2000), pada Veratum nigrum (Liliaceae) disebabkan oleh terbatasnya kelimpahan polen dan tidak efektifnya penyerbukan (Liao et al. 2006), dan pada tanaman Trillium camschatcense (Trilliaceae) kurangnya alokasi sumber pembungaan (Tomimatsu & Ohara 2006). Pola sebaran tanaman juga menjadi salah satu penyebab tinggi rendahnya keragaman genetik dalam populasi terutama pada hutan rakyat yang umumnya bercampur dengan tanaman lain dengan pola penanaman yang tersebar serta jumlah dan luasan yang terbatas (Hamid et al. 2008).
Dengan demikian dalam upaya pengembangan sumber benih hutan rakyat di Jawa Barat, masih diperlukan pengetahuan dasar yang terkait sistem
(31)
3
reproduksi tanaman untuk mendukung peningkatan kualitas benih tanaman mindi yang ditanam pada areal milik masyarakat.
Tanaman dengan variasi genetik yang tinggi dapat menghasilkan benih (keturunan) dengan berbagai sifat yang menguntungkan. Irwanto (2006) menyatakan bahwa metode pemuliaan (breeding system) yang tepat untuk suatu jenis tanaman tergantung kepada sistem penyerbukan, tingginya variabilitas, tujuan pemuliaan serta produksi benih.
Faegri and van de Pijl (1979), Sedgley (1986) dan Willian et al. (2001) juga mengemukakan bahwa untuk memperoleh strategi pemuliaan yang berhasil secara efisien, reproduksi suatu jenis perlu dipelajari melalui pengamatan yang spesifik terhadap fenologi pembungaan, karakteristik perkembangan bunga, arsitektur pembungaan, penyebaran polen dan vektornya, struktur organ seksual, sistem perkawinan, sistem inkompatibilitas dan implikasi genetik dengan adanya in-breeding serta hubungan paternalistik.
Adam & William (2001) menyatakan bahwa penyerbukan pada tanaman tropis di hutan alam dengan jenis yang terisolasi secara spasial, jarang melakukan perkawinan silang, karena itu kompatibilitas pada perkawinan sendiri (self-compatibility) sering terjadi. Pada tanaman mindi fenomena tersebut masih perlu dibuktikan dengan mengkaji karakteristik lingkungan tempat tumbuh serta tipe penyerbukan yang dikaitkan dengan aspek genetik pada sistem reproduksi. Informasi genetik pada suatu populasi sangat diperlukan dan pola variasi genetik di alam sangat ditentukan oleh mekanisme penyerbukan pada tanaman (Sedgley & Griffin 1989). Semakin besar kecenderungan terjadinya perkawinan silang, semakin tinggi variasi genetik yang terjadi dan berpeluang menghasilkan benih yang melimpah dengan vigor yang tinggi (Sedgley & Griffin 1989). Dengan demikian, sistem perkawinan pada tanaman merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembentukan biji yang pada gilirannya akan menentukan tingkat kualitas dan kuantitas benih atau buah yang dihasilkan.
(32)
4
Sistem perkawinan acak biasa terjadi pada jenis tanaman hutan dan penyimpangan terhadap genotipe perkawinan acak banyak terbukti pada populasi alam. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan membandingkan struktur genetik populasi pohon induk dan keturunannya (progeny) (Muller-Starck & Liu 1989). Penyimpangan genotipe yang terjadi umumnya disebabkan oleh adanya inbreeding yang merupakan akibat dari perkawinan kerabat (sendiri).
Sistem reproduksi tanaman mindi baik dari aspek biologi maupun genetika sejauh ini belum diketahui dan dipahami dengan jelas dan benar.Oleh karena itu dalam penelitian ini telah dilakukan pengamatan terhadap beberapa aspek reproduksi biologi meliputi pengamatan siklus reproduksi, morfologi bunga dan perkembangannya, reseptivitas stigma dan viabilitas polen dan aspek genetika pada sistem reproduksi yang meliputi keragaman genetik pohon induk dan turunannya serta penyimpangan struktur genetik pada sistem perkawinan mindi.
1.2 Perumusan Masalah
Studi tentang reproduksi tanaman mindi sejauh ini masih sangat terbatas. Hal ini menyulitkan pengembangan sumber benih mindi karena dalam pembangunan dan pengelolaannya diperlukan informasi dasar yang berkaitan dengan biologi reproduksi termasuk organ reproduksi, siklus reproduksi dan periode perkembangan pembungaan-pembuahan. Dari satu siklus reproduksi tanaman dalam satu periode pembungaan dan pembuahan dapat diprediksi waktu yang efektif melakukan penyerbukan dan kapan buah masak fisiologis dapat dipanen. Siklus reproduksi tanaman mindi belum diketahui secara detail mulai dari inisiasi bunga, tunas generatif, bunga mekar (anthesis) hingga terjadinya pembentukan buah dan buah masak. Kajian terhadap inisiasi bunga sangat diperlukan karena informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk menduga waktu pembungaan. Waktu inisiasi bunga juga merupakan informasi yang diperlukan ketika akan mempercepat atau menstimulasi pembungaan.
Struktur organ reproduksi mindi dapat diketahui lebih jelas dan detail melalui pengamatan terhadap morfologi bunga dan tahap perkembangannya. Akan tetapi, informasi tentang morfologi bunga mindi masih sangat terbatas, demikian juga tahapan perkembangannya. Pengamatan morfologi bunga erat kaitannya dengan pemahaman tentang tipe seksual, posisi serta kesesuaian waktu masak antara antera dan/atau keluarnya polen dan stigma. Informasi tersebut diperlukan dalam melakukan penyerbukan buatan. Masa reseptif stigma
(33)
5
dan viabilitas polen akan menentukan keberhasilan sistem penyerbukan. Informasi reseptivitas stigma dan viabilitas polen pada tanaman mindi belum diketahui. Oleh karena itu perlu dikaji lebih jauh tentang masa reseptif dan viabilitas polen. Waktu terjadinya stigma yang reseptif dan polen yang viabel juga merupakan informasi yang sangat bermanfaat ketika akan melakukan penyerbukan buatan yang efektif. Struktur organ reproduksi tanaman mindi adalah hermaprodit, dimana organ jantan dan betina berada dalam satu bunga yang sama, sehingga berpeluang terjadinya penyerbukan sendiri (selfing). Dengan demikian perlu dipelajari tipe penyerbukannya dalam rangka pembangunan sumber benih dan meningkatkan produksi benih.
Beberapa jenis tanaman hutan yang satu famili dengan mindi (Meliaceae) seperti mahoni (Swietenia macrophylla) dan mimba (Azadirachta indica) memiliki derajat penyerbukan silang yang tinggi yaitu masing-masing 96,6% (Lemes et al. 2007) dan 90,4% (Kundu 1999). Tanaman dengan pola penyerbukan silang akan memiliki keragaman yang luas sebagai akibat dari persilangan acak antar individu didalam populasi. Dengan demikian maka diduga keragaman pada keturunannya (progeni) akan mengikuti pola keragaman pohon induk. Akan tetapi pada jenis mindi informasi keragaman genetik pohon induk dan keturunan masih sangat terbatas, dengan demikian perlu mengevaluasi keragaman populasi pohon induk dan keturunannya melalui analisis terhadap variasi fenotipik dan variasi genetik.
Sistem reproduksi tanaman mindi dapat dianalisis secara genetik.. Penyimpangan genotipe pada sistem perkawinan sering terjadi pada populasi alam dan umumnya terjadi karena adanya inbreeding yang merupakan akibat dari perkawinan kerabat (sendiri). Oleh karena itu perlu analisis terhadap struktur inbreeding pada sistem reproduksi mindi untuk mengetahui kemungkinan adanya penyimpangan pada sistem perkawinan mindi.
Dari perumusan masalah di atas maka beberapa pertanyaan muncul yaitu sebagai berikut:
1. Kapan dan berapa lama terjadinya siklus reproduksi dan kapan inisiasi bunga mindi terjadi dalam satu periode waktu pada suatu populasi tegakan?
2. Kapan terjadinya stigma yang reseptif dan polen yang viabel? 3. Bagaimana tipe penyerbukan tanaman mindi?
(34)
6
dan keturunan pada jenis mindi dan bagaimana tingkat inbreeding yang terjadi berdasarkan kesetimbangan Hardy-Weinberg dan struktur inbreeding?
ontinuing interpretations is the lacot begenetic variatio
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji aspek-aspek biologi reproduksi dan genetik pada sistem reproduksi tanaman mindi dalam rangka penyediaan benih berkualitas tinggi.
Tujuan spesifiknya adalah:
1. Mengetahui aspek biologi reproduksi tanaman mindi yang meliputi siklus reproduksi, morfologi bunga dan tahap perkembangannya, masa reseptivitas stigma dan viabilitas polen serta tipe penyerbukan
2. Menganalisis tingkat keragaman genetik populasi pohon induk dan keturunan serta menganalisis tingkat inbreeding berdasarkan kesetimbangan Hardy-Weinberg dan struktur inbreeding
1.4 Ruang lingkup
Kegiatan penelitian meliputi dua aspek besar yang terkait biologi reproduksi dan genetika reproduksi. Aspek lingkungan bukan merupakan bagian dari penelitian studi reproduksi karena aspek ini sudah diteliti oleh Atmandhini (2011) terkait faktor tempat tumbuh dan produksi benih.
Penelitian aspek biologi dan genetika pada sistem reproduksi mindi meliputi:
1. Biologi reproduksi tanaman mindi Kegiatan penelitian termasuk: a. pengamatan siklus reproduksi
b. penentuan waktu inisiasi pembungaan c. pengamatan morfologi bunga
d. pengamatan reseptivitas stigma dan viabilitas polen e. penentuan tipe penyerbukan
2. Keragaman genetik pohon induk dan keturunan pada mindi Kegiatan penelitian termasuk:
(35)
7
a. Menganalisis keragaman genetik pohon induk dan keturunan (single tree progeny)
b. Menganalisis penyimpangan genetik pada perkawinan mindi menurut struktur Hardy-Weinberg dan struktur inbreeding
c. Menganalisis keragaman fenotipik keturunan
1.5 Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Reseptivitas stigma dan viabilitas polen terjadi pada rentang waktu yang bersamaan, sehingga penyerbukan dapat terjadi secara efektif.
2. Keragaman genetik populasi tanaman mindi yang rendah dengan tipe penyerbukan sendiri cenderung terindikasi adanya penyimpangan genetik pada sistem perkawinan.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat dalam peningkatan produktivitas tegakan mindi melalui penyediaan benih bermutu dalam suatu manajemen sumber benih. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya yaitu:
1. Pemahaman tentang biologi reproduksi tanaman yang sangat bermanfaat dalam pengelolaan suatu tegakan atau sumber benih berkaitan dengan manajemen penyerbukan, waktu inisiasi bunga dan pembuahan sehingga masa panen buah mindi dapat di prediksi.
2. Mengetahui tingkat keragaman genetik populasi pohon induk dan anakan mindi pada lokasi yang berbeda sehingga benih atau bibit yang dikumpulkan dari lokasi tersebut dapat diterima tingkat kualitasnya secara genetik sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan kebun benih rakyat. 3. Mengetahui tingkat struktur inbreeding tanaman mindi dalam suatu populasi
dapat digunakan sebagai gambaran tentang fenomena yang terkait dengan persilangan antar kerabat. Informasi ini sangat bermanfaat bagi praktisi dalam membangun kebun benih untuk menghindari penggunaan benih dari tegakan yang terindikasi adanya inbreeding dan memperluas keragaman genetik dengan menggunakan benih dari berbagai provenan.
(36)
8
1.7 Kerangka Pemikiran
Hutan berbasis masyarakat terutama di pulau Jawa saat ini berkembang cukup pesat (Departemen Kehutanan 2003) dan salah satu jenis potensial yang dapat dikembangkan pada hutan yang dikelola masyarakat atau hutan rakyat adalah mindi. Dalam pengembangannya perlu dukungan dari berbagai sektor yang terkait termasuk diantaranya adalah ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Produktivitas tegakan hutan sangat kuat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik serta kombinasi keduanya (Zobel & Talbert 1984). Salah satu upaya untuk menghasilkan produktivitas tegakan hutan yang tinggi terutama pada luasan yang terbatas adalah melalui penggunaan dan penyediaan benih berkualitas tinggi secara berkelanjutan. Benih berkualitas tinggi secara genetis dapat diperoleh dari sumber benih terkatagori (kelas sumber benih) apabila sudah tersedia, selain itu benih berkualitas secara fisik dan fisiologik diperoleh melalui penanganan benih yang optimal.
IPTEK perbenihan sangat diperlukan untuk mendukung peningkatan kualitas benih dan produksi yang memadai dalam rangka penyediaan bahan pertanaman. Dengan demikian, sangat penting untuk memahami dan menguasi sistem reproduksi pohon induk sebagai bagian dari populasi sumber benih.
Sistem reproduksi tanaman mindi sejauh ini belum diketahui dan dipahami dengan jelas dan benar. Sistem reproduksi meliputi studi tentang aspek biologi reproduksi dan aspek genetika pada sistem reproduksi. Informasi ini sangat bermanfaat dalam pengelolaan suatu tegakan benih atau pembangunan sumber benih berkaitan dengan perolehan benih berkualitas.
Pengamatan biologi reproduksi yang meliputi siklus reproduksi, morfologi bunga dan tahap perkembangannya, masa reseptifitas stigma dan viabilitas polen serta tipe penyerbukan menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat terkait prediksi masa panen buah dan efektivitas penyerbukan. Hasil kajia terhadap karakteristik reproduksi secara biologis akan saling mendukung dengan hasil analisis reproduksi secara genetis, sehingga dapat dievaluasi untuk dijadikan bahan pertimbangan perencanaan pembangunan atau pengelolaan sumber benih.
Menganalisis sistem reproduksi tanaman mindi dari aspek genetika akan menghasilkan suatu pengetahuan dan pemahaman mengenai keragaman genetik populasi pohon mindi dan keturunan. Keragaman genetik populasi dapat
(37)
9
diduga melalui pendekatan marka genetik dan marka morfologi. Penyimpangan genotipe yang mungkin terjadi akibat perkawinan kerabat (selfing) pada tanaman mindi yang mempunyai tipe bunga hermaprodit, dapat diketahui dengan menganalisis tingkat inbreeding berdasarkan kesetimbangan struktur Hardy-Weinberg dan struktur inbreeding.
Seluruh informasi yang didapatkan dari hasil analisis genetika dan biologi terkait sistem reproduksi tersebut tentu akan sangat bermanfaat dalam mengevaluasi pengelolaan sumber benih secara efisien dengan memperhatikan aspek reproduksi yang efektif untuk menghasilkan benih yang berkualitas tinggi secara berkelanjutan. Selain itu informasi yang diperoleh dapat menjawab permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya keragaman genetik populasi pohon mindi dan produksi benih pada hutan rakyat di Jawa Barat.
Kerangka pemikiran untuk penelitian ini disajikan alurnya pada Gambar 1 .
Gambar 1 Alur kerangka pemikiran penelitian Aspek Biologi dan Genetik pada Sistem Reproduksi Mindi (Melia azedarach )
(38)
10
1.8 Kebaruan (Novelty)
Kebaruan informasi yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Diperolehnya informasi mengenai sistem biologi reproduksi tanaman mindi
berdasarkan pengamatan siklus reproduksi yang intensif mulai dari inisiasi bunga hingga ke pembentukan bunga dan buah serta diketahuinya tipe penyerbukan mindi.
2. Diketahuinya tingkat keragaman genetik tanaman mindi berdasarkan marka molekuler mikrosatelit.
3. Diketahuinya tingkat inbreeding populasi tegakan mindi berdasarkan evaluasi terhadap penyimpangan struktur genetik yang terjadi dan selanjutnya dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam penggunaan tegakan sebagai sumber benih.
1.9 Sistematika Penelitian
Tabel 1 Uraian tentang topik penelitian/sub-penelitian, kegiatan dan metode pada penelitian Aspek Biologi dan Genetika pada Sistem Reproduksi Mindi (Melia azedarach L)
Topik penelitian/
Sub penelitian Kegiatan Penelitian Metode Penelitian
1. Aspek Biologi Reproduksi:
Siklus reproduksi dan
inisiasi bunga Mengamati siklus reproduksi dan periode
perkembangan pembungaan-pembuahan
Pengamatan langsung di plot penelitian di Gambung-Bandung Selatan Mengambil tunas, menyayat jaringan dan mengamati primordia bunga di bawah mikroskop.
Pengamatan mikroskopis jaringan tunas
Morfologi bunga dan tahap perkembangannya Mengamati, mengukur dan membuat foto/ sketsa struktur organ reproduksi. Mengamati dan membuat foto tahap perkembangan bunga
Pengamatan langsung di plot penelitian di
Gambung-Bandung Selatan
(39)
11
Lanjutan Tabel 1
Topik penelitian/
Sub penelitian Kegiatan Penelitian Metode Reseptivitas stigma
dan viabilitas polen Mengamati stigma reseptif berdasarkan kriteria tahap
pemekaran bunga dengan interval waktu pengambilan sampel bunga setiap 1 jam selama 5 jam
Pengamatan reaksi permukaan stigma terhadap H2O2 (Kearns & Inouye 1993) Mengamati polen viabel berdasarkan kriteria tahap pemekaran bunga dengan interval waktu pengambilan sampel bunga setiap 1 jam selama 5 jam
Pengamatan perkecambahan polen pada kultur media Brewbaker (Brewbaker&Kwack 1963)
Tipe penyerbukan Melakukan
penyerbukan buatan dan alami
Penyerbukan sendiri dan silang terkendali,
penyerbukan sendiri secara alami dan penyerbukan terbuka (Palupi 2006)
Penelitian
2. Aspek Genetika: Struktur genetik pohon induk dan keturunan
Menganalisis keragaman genetik pohon induk dan keturunannya (single tree progeny) dengan pendekatan marka DNA dan menentukan tingkat struktur inbreeding berdasarkan kesetimbangan Hardy-Weinberg Dugaan tingkat keragaman genetik menggunakan penanda mikrosatelit dan menghitung frekuensi inbreeding observasi dan harapan (Muller-Starck&Liu 1989) Keragaman fenotipik
keturunan Menganalisis keragaman genetik keturunan dengan pendekatan marka fenotipik Observasi deskriptif dengan pengukuran karakter morfologi
(40)
12
1.10 Risalah Lokasi Penelitian
Penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan penelitian yang dimulai pada tahun 2009 dan diakhiri tahun 2011. Kegiatan penelitian dilaksanakan di Jawa Barat yaitu pada tegakan mindi yang ada di kebun campuran baik milik masyarakat maupun areal perkebunan BUMS. Pemilihan lokasi berdasarkan hasil survey penyebaran tanaman mindi di Jawa Barat yang dilakukan oleh Pramono et al. (2008) yakni daerah penyebaran mindi yang mewakili tipe tapak dengan ketinggian yang berbeda.
Tabel 2 Rekapitulasi risalah lokasi penelitian dan kegiatan penelitian yang dilakukan pada setiap lokasi
No Lokasi Kondisi umum Kegiatan
penelitian 1 Ds. Tegalmindi, Kec.
Megamendung, Kab. Bogor
Letak pada 06O40’ 477” S-106O53’635’’E. Jenis tanah podsolik coklat, topografi bergelombang. Curah hujan rata-rata 2200-4500 mm/th, ketinggian 710 m dpl. Suhu rata-rata berkisar antara 25 0C - 29 0C dengan kelembaban 70 % - 75 %. Merupakan kebun campuran dengan beberapa jenis tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan. Tanaman mindi ditanam pada bagian pematang sebagai tanaman peneduh.
Percobaan tipe
penyerbukan
Ds.Nagrak, Kec.
Sukaraja, Kab. Bogor Letak pada 06
O40’ 472” S-106O53’615’’E. Podsolik merah kunig, topografi sedikit bergelombang. Curah hujan rata-rata 2200-4500 mm/th, ketinggian 250-350 m dpl. Suhu rata-rata berkisar antara 26 0C - 27 0C dengan kelembaban 70 %.
Percobaan reseptivitas stigma dan viabilitas polen
2 Kab. Purwakarta, Kec.Wanayasa, Ds. Legokhuni
Letak pada 06O39’ 378” S-106O32’479’’E. Jenis tanah podsolik merah kuning, topografi sedikit bergelombang dengan kelerengan 5 O– 10 O danketinggian 620 meter dpl. Suhu rata-rata 26 – 28 0C dengan kelembaban 70-75 %, pencahayaan 15.000 – 62.500 flux. Lahan merupakan kebun campuran yang didominasi oleh tanaman teh serta beberapa tanaman keras seperti kopi, pisang, sengon, aren, manggis, cengkeh, pala, suren, kayu afrika, duren, rambutan, kelapa, nangka dan limus. Tanaman mindi merupakan tanaman peneduh yang cukup dominan, ditanam pada tahun 2001.
Keragaman fenotipik keturunan (progeni)
(41)
13
Lanjutan Tabel 2
No Lokasi Kondisi umum Kegiatan
penelitian Pemilik memanfaatkan kayu mindi
sebagai bahan pembuatan mebel terutama lemari dan kursi. Kayu mindi dinilai lebih tinggi harganya dibandingkan dengan kayu sengon/jeungjing.
3 Ds. Padasari, Kec.Cimalaka, Kab.Sumedang
Letak pada 06 O 47” S-107O56’E. Jenis tanah podsolik merah kuning, topografi bergelombang dengan ketinggian 600-700 meter dpl. Suhu berkisar antara 26-30 OC dan kelembaban 80-85%. Plot penelitian berada di areal kebun milik masyarakat, dimana mindi tumbuh bercampur dengan jenis tanaman lain seperti buah-buahan, tanaman pangan dan jenis hutan lainnya seperti suren, sengon, kayu afrika dlsb.
Struktur genetik pohon induk dan keturunan
4 Ds. Gambung, Kec.Ciwidey, Kab. Bandung
Letak pada 07 O14’ S-107O56’E . Jenis andosol, topografi bergelombang dengan ketinggian 1340 m dpl, curah hujan rata-rata 1200-1600 mm/th 700, suhu berkisar 15 O C – 28 O C dengan kelembaban 40 % - 50 %.Tegakan mindi berada pada areal perkebunan teh sebagai pohon pelindung.
1.Pengamatan siklus reproduksi, inisiasi bunga dan morfologi bunga 2.Struktur genetik pohon induk dan keturunan
Gambar 2 Peta lokasi penelitian Aspek Biologi dan Genetika pada Sistem Reproduksi Mindi (Melia azedarach L) di Jawa Barat KAB. BOGOR
KAB. BANDUNG
1
4 3
KAB. SUMEDANG
2 KAB.PURWAKARTA
(42)
(43)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Umum Mindi2.1.1 Sebaran dan Tempat Tumbuh Mindi
Mindi merupakan jenis eksotik yang tumbuh baik dan tersebar luas di Indonesia. Di tempat asalnya yaitu Asia Utara (India dan Pakistan) dapat tumbuh hingga ketinggian 2.200 m dpl di kaki pegunungan Himalaya, menyebar hingga ke Solomon, Malaysia dan Indonesia. Kemudian menyebar antar benua yaitu Amerika (Amerika Serikat bagian selatan dan Hawai), Amerika Latin ( Argentina), Eropa (Croatia dan Perancis), China dan Australia (bagian timur dan selatan) (Hanum & van der Maesen 1997).
Jenis ini dapat beradaptasi pada perbedaan kondisi yang luas mulai dari dataran rendah (1 – 1.200 m dpl) di Papua Nugini hingga ke dataran tinggi Himalaya (1.200-2.200 m dpl) dengan kisaran suhu dari – 5 0C hingga 39 0C dan curah hujan 600 – 2.000 mm/th (Hanum & van der Maesen 1997). Di Afrika ditanam sebagai tanaman peneduh yang toleran kekeringan dan di Amerika bagian selatan dan barat daya tumbuh liar pada daerah kering dengan curah hujan dibawah 600 mm/tahun.
Menurut Heyne (1987) di Jawa mindi tidak tumbuh liar, tapi awalnya ditanam untuk pohon peneduh pada perkebunan kopi pada zaman pendudukan Belanda. Namun di perkebunan teh dan kina Gambung (Bandung Selatan) juga ditemukan mindi sebagai pohon peneduh tanaman teh yang berasal dari India yang ditanam dengan jarak 2,5 m x 2,5 m hingga umur > 10 tahun, kemudian dijarangi dan kayu hasil penjarangan digunakan untuk bahan bakar pada proses pengeringan di pabrik pengolahan teh. Selain itu penanaman mindi juga ditujukan untuk mengurangi serangan hama pada tanaman teh, karena daun dan biji mindi dapat digunakan sebagai biopestisida (Erwan Johan1) 2009 , komunikasi pribadi).
2.1.2 Karakteristik Pohon, Taksonomi dan Pemanfaatan 2.1.2.1 Karakteristik Pohon
Tanaman mindi dapat mencapai tinggi total hingga 20 - 25 m dengan tinggi batang bebas cabang 8 - 20 m, diameter 60-80 cm setelah kurang lebih 20 tahun (Gambar 3). Batang silindris tanpa banir, tegak dengan kulit batang ada yang
(44)
16
beralur, halus atau berbintil. Bentuk tajuk relatif simetris dengan percabangan melebar, berdaun ringan, tipe daun majemuk, bentuk anak daun bulat lonjong dengan bagian tepi bergerigi atau kadang halus (Gambar 3 insert). Umumnya menggugurkan daun pada musim kering (decidoeus), bertunas setelah masa rontok daun yang diikuti dengan pembungaan. Berakar tunggang yang dalam dengan akar cabang yang banyak (Heyne 1987).
Dokumentasi: Dida Syamsuwida
Gambar 3 Tegakan pohon dan bentuk daun, rangkaian bunga dan buah mindi (insert)
Bunga hermaprodit (organ jantan dan betina berada dalam satu bunga), berkelompok dalam satu rangkaian bunga majemuk yang disebut panicle (malai) bunga mekar berbau harum, kelopak bunga berwarna putih (6-7 mm) dengan kolom staminal ungu tua (3-4 mm). Bentuk buah bulat lonjong, berukuran panjang 1 – 2 cm, diameter 0,5 – 1 cm, berwarna kuning saat masak panen, berkulit licin. Buah terdiri atas 4-5 lokus yang masing-masing berisi satu biji, namun yang berkecambah biasanya hanya 2-3 (Syamsuwida, tidak dipublikasikan). Bagian perikarp yaitu lapisan kulit antara mesokarp (daging buah) dengan biji, sangat keras sehingga untuk mengecambahkan benih perlu perlakuan khusus.
(45)
17
Sifat kayu:
Secara fisik kayu mindi tergolong kelas kuat III dengan berat jenis 0,53 (0,42-0,65) dan keawetan terhadap jamur pelapuk termasuk kelas II-III (Basri & Yuniarti 2006), kekuatan kayu mindi setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah. Kayu teras pada pohon mindi berwarna merah coklat muda keunguan dengan kayu gubal berwarna putih kemerahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Serat lurus atau agak berpadu, berat jenis rata-rata 0,53 g/cm3, kerapatan 510-660 kg/m3. Besarnya penyusutan dari keadaan basah sampai kering tanur adalah 3,3% (radial) dan 4,1% (tangensial). Pengeringan alami, pada papan tebal 2,5 cm dari kadar air 37% sampai 15% memerlukan waktu 47 hari, dengan kecenderungan pecah ujung dan melengkung. Pengeringan dalam dapur pengering dengan bagan pengeringan yang dianjurkan adalah suhu 60-80% dengan kelembaban nisbi 80-40% (Martawidjaja et al. 1989).
2.1.2.2 Taksonomi
Klasifikasi tanaman mindi menurut sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut (Stanley & Ross 1983):
famili : Meliaceae genus : Melia
species : azedarach Linn.
Sinonim: Melia australasica A. Juss.
Melia composita Willd. Melia dubia Cavanilles Melia japonica Don. Melia bukayan Royle. Melia sempervirens (L.) Sw.
Jenis lain yang berfungsi sebagai biopestisida alami serta satu famili dengan mindi adalah mimba (Azadirachta indica A. Juss). Jenis ini memiliki kemiripan dalam bentuk pohon, daun maupun buahnya. Mindi dan mimba dapat dibedakan dari karakteristik kanopi yaitu kanopi mindi lebih ringan dengan gerigi daun tidak terlalu tajam serta permukaan kulit biji berlekuk pada batas antar karpel (ruang biji). Permukaan kulit biji mimba rata (halus). Kulit batang mindi beralur lebih halus dibandingkan dengan mimba.
(46)
18
2.1.2.3 Pemanfaatan Tanaman
Tanaman mindi dalam bentuk tegakan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman ornamental, peneduh, penahan angin dan rehabilitasi hutan dan lahan. Sifatnya yang cepat tumbuh dan mampu tumbuh pada kondisi yang tidak optimal sangat cocok untuk penghijauan dan reklamasi lahan marjinal di area semi arid pada daerah tropis dan subtropis.
Kayunya dapat diolah menjadi kayu papan, kayu bakar, pembuatan mebel, pertukangan, veneer, kayu lapis dan bubur kertas (pulp) (Florido et al. 2002). Pemanfaatan mindi untuk kayu bakar sangat baik karena dapat menghasilkan nilai kalor sebesar 5100 kcl/kg. Kayu mindi terbukti baik sebagai bahan baku mebel untuk ekspor dan dikembangkan secara domestik. Sifat kayu mindi yang mudah dikerjakan, dapat mengering tanpa cacat, sangat sesuai untuk pembuatan mebel (Gambar 4). Selain itu kayunya mengkilap dan menghasilkan venir bercorak indah seperti kayu mewah yang terdapat pada kayu sonokeling atau kayu kuku (Martawidjaia et al. 1989).
Dokumentasi: Dida Syamsuwida
Gambar 4 Papan mebel kayu mindi bercorak indah
Ekstrak daun mindi mengandung insektisida (azadirachtin) yang dapat digunakan sebagai bahan untuk mengendalikan hama pada pakaian dan belalang. Kulit mindi dipakai sebagai penghasil obat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit daun dan akar mindi telah digunakan sebagai obat reumatik, demam, bengkak dan radang. Selain itu, suatu glycopeptide yang disebut meliacin diisolasi dari daun dan akar mindi yang berperan dalam menghambat perkembangan beberapa DNA dan RNA dari beberapa virus misalnya virus polio (Khan et al. 2008).
(47)
19
Minyak biji adalah merupakan produk penghasil bahan obat paling aktif pada tanaman mindi yang dapat digunakan sebagai antiseptik untuk radang. Juga digunakan untuk rematik dan penyakit kulit serta pengobatan bagian dalam seperti demam malaria dan leprosi (Florido et al. 2002, Khan et al. 2008).
2.2 Biologi Reproduksi
Seperti halnya terjadi pada semua makhluk hidup tingkat tinggi, umumnya tanaman secara alami memperbanyak diri melalui alat reproduksi yang terdiri dari organ jantan dan betina. Perkawinan antara organ jantan dan betina menghasilkan individu baru yang memiliki sifat gabungan antara kedua organ tersebut.
Tanaman memproduksi biji karena secara alami tanaman memiliki kemampuan untuk mempertahankan jenis agar keberadaannya tetap lestari. Selain itu juga untuk menghasilkan individu baru yang beragam agar memiliki berbagai sifat yang menguntungkan. Biji sendiri adalah merupakan ovul yang sudah masak setelah dibuahi yang mengandung embrio, nutrisi tersimpan, integumen dan testa (Esau 1976).
Proses reproduksi dimulai dari inisiasi atau induksi pembungaan. Inisiasi biasanya dibedakan dengan induksi. Inisiasi adalah suatu transisi dari meristem vegetatif (memproduksi primordia daun) menjadi apikal reproduktif (primordia bunga) yang akan berkembang menjadi bunga (Owens & Blake 1985). Perubahan ini dilihat secara anatomi dengan pemeriksaan mikroskopis, sedangkan induksi, perubahannya dilihat dari kandungan biokimia seperti asam nukleus, total protein, sintesis RNA, formasi ribosom dan indeks mitosis (Esau 1976, Sedgley & Griffin 1989). Perubahan terjadi beberapa hari, minggu atau bulan sebelum munculnya primordia (bakal) bunga. Inisiasi pembungaan terjadi setelah tanaman melewati fase juvenilitas. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya proses inisiasi pembungaan diantaranya : suhu, intensitas cahaya, panjang hari, kelembaban, mineral dan hara serta faktor cekaman (stress air, pelukaan, pencekikan dll) (Sedgley & Griffin 1989).
Siklus reproduksi yang dimulai dari insiasi pembungaan, penyerbukan hingga menghasilkan individu baru pada tanaman Angiopermae di daerah tropis umumnya berlangsung beberapa bulan hingga satu tahun dan tidak diinterupsi oleh masa dormansi (Owens et al. 1991). Lamanya siklus reproduksi suatu jenis tanaman sangat bergantung pada dua faktor utama yaitu genetik dan lingkungan.
(48)
20
Siklus reproduksi pada tanaman sayuran misalnya berbeda dengan tanaman keras, secara genetis tanaman sayuran berumur lebih pendek daripada tanaman keras, sehingga siklusnya berlangsung lebih cepat.
Tipe organ reproduksi pada individu tanaman bervariasi seperti hermaprodit (♂ + ♀ dalam satu bunga), monoecious (♂ + ♀ dalam satu tanaman), androecious (hanya menghasilkan bunga ♂), gynoecious (hanya menghasilkan bunga ♀) serta kombinasi antara karakteristik diatas (Schmidt 2000). Tanaman mindi termasuk tipe hermaprodit dan monoecious, sementara jenis Meliaceae lainnya seperti suren (Toona chinensis) memiliki tipe hermaprodit dan androecious (Hidayat 2008).
Struktur organ reproduksi suatu jenis sangat kuat dipengaruhi oleh faktor genetika, namun demikian faktor lingkungan dapat merubah struktur reproduksi terutama dalam ukuran dimensinya melalui proses evolusi. Keragaman yang luas dalam hal ukuran dan morfologi bunga serta pola pemanjangan stamen dan stylus selama bunga hidup (anthesis) ditemukan pada jenis Collinsia dan Tonella yang merupakan jenis tanaman tahunan yang self-compatible (Armbruster et al. 2007).
Memahami struktur dan sistem organ reproduksi tanaman hutan sangat penting dalam kaitannya dengan sistem perkawinan yang terjadi, sehingga manajemen penyerbukan dapat dilakukan secara tepat dengan memperhatikan bentuk, ukuran, warna dan aroma bunga yang dapat menarik vektor penyerbuk. Selain memahami struktur bunga dan sebagai bagian dari sistem organ reproduksi, informasi tentang kematangan polen dan reseptivitas stigma sangat penting dalam rangka mempelajari biologi reproduksi. Penyerbukan akan berhasil apabila terjadi sinkronisasi antara polen viabel dengan stigma yang reseptif.
Polen yang sudah matang akan menghasilkan daya kecambah yang tinggi dan kematangan polen biasanya dicirikan dengan terbukanya antera (tempat polen diproduksi) dan menempelnya polen pada permukaan stigma. Ketika polen matang, secara otomatis kepala sari (antera) akan pecah dan menghamburkan butiran-butiran polen yang matang. Kematangan polen berhubungan dengan penurunan kadar air dan penyusutan jaringan pada stigma, yang merupakan fungsi higroskopis untuk membuka kantung polen. Mekanisme ini diduga merupakan fungsi alami dari tanaman untuk menghamburkan butiran polen demi kepentingan penyebaran dan regenerasi (Sedgley dan Griffin, 1989).
(49)
21
Butiran polen tersusun atas empat komponen mendasar: exine atau lapisan dinding terluar, intine atau lapisan dinding dalam (keduanya mengandung protein), pollenkit atau mantel (memberi warna pollen) dan colpi atau lubang germinasi (mengandung lemak) (Esau 1976).
Secara visual, polen yang matang dapat dideteksi dari perubahan warna dan kelekatan (stickiness) butiran-butirannya (Sedgley & Griffin 1989, Ghazoul 1997). Perubahan warna permukaan butiran polen dari kuning pucat menjadi kuning terang mengindikasikan adanya peningkatan sporopollenin – bagian dari exine yang merupakan ciri spesifik dari suatu spesies yang mempengaruhi kenampakan luarnya dan pollenkit yang basah, lengket dan berwarna, mengandung lemak, protein, karbohidrat, pigmen, senyawa fenolik dan enzim.
Peningkatan kelekatan butiran polen mengindikasikan bahwa polen tersebut telah siap untuk berkecambah dengan melakukan proses hidrasi dan melepaskan protein. Mekanisme hidrasi inilah yang dianggap paling menentukan dalam mengawali terjadinya proses penyerbukan, yang merupakan rangkaian dari proses interaksi jantan-betina, perkecambahan polen dan pembentukan tabung polen (Griffin & Sedgley 1989).
Struktur polen beradaptasi dengan cara penyerbukan, apabila bentuk polen lonjong dengan ukuran < 300 µm atau agregat, dinding polen tebal, permukaan berminyak atau lengket maka penyerbukan biasanya dibantu oleh hewan. Sedangkan bentuk polen yang lonjong dengan ukuran> 50 µm, dinding polen tipis dan permukaan tipis tapi mudah menempel, penyerbukan dibantu oleh angin (Faegri and van der Pijl 1979).
Penyebaran polen dan biji tanaman sangat berpengaruh terhadap pergerakan gen yang dibawanya. Polen dan biji tanaman semak sering berpencar dekat dengan pohon induk (Levin 1989). Implikasi dari penyebaran polen yang terbatas menyebabkan hubungan antara individu tanaman menurun, akibatnya penurunan fertilitas sering terjadi pada tanaman yang melakukan penyerbukan dengan pohon tetangga terdekat dibandingkan dengan pohon yang melakukan penyerbukan dengan pohon dengan jarak yang lebih jauh (Soute et al. 2002).
Stigma diperlukan untuk mendukung hidrasi polen, perkecambahan dan inisiasi pertumbuhan tabung polen. Dukungan ini terjadi dalam periode dan waktu yang tepat selama perkembangan bunga, oleh karena itu reseptivitas stigma mempunyai implikasi yang penting dalam keberhasilan reproduksi
(50)
22
individu, biologi penyerbukan suatu populasi dan sistem persilangan jenis (Wyatt 1983, Kalisz et al. 1999, Heslop-Harrison 2000, Sanzol 2003). Reseptivitas stigma didefinisikan sebagai kemampuan stigma untuk mendukung perkecambahan polen yang mana merupakan tahap yang sangat penting dalam keberhasilan penyerbukan dan sangat bervariasi antar spesies (Heslop-Harrison 2000).
Secara umum masa reseptif stigma biasanya ditandai dengan : perubahan warna putik menjadi lebih terang, pembesaran pori-pori pada kepala putik, tangkai putik berangsur menjadi lurus , permukaan putik memproduksi sekresi. Secara visual, reseptivitas stigma dapat dideteksi dari perubahan kelekatan (stickiness), warna dan bentuk, baik pada kepala maupun tangkai putik (Sedgley &Griffin 1989, Owens et al. 1991).
Pada saat reseptif stigma mengeluarkan sekresi yang berperan sebagai medium yang berfungsi untuk menangkap butiran polen, serta merupakan penentu keberhasilan pembentukan tabung polen yang akan membawa sel gamet jantan menuju ke ovarium (Sedgley & Griffin, 1989). Menurut Owens et al. (1991), sekresi ekstraseluler tersebut mengandung lemak dan protein yang meningkat pada saat reseptif (Ghazoul 1997).
Perubahan warna permukaan putik dari hijau menjadi kuning terang, yang dimulai dari pangkal tangkai putik (stylus) juga menandai reseptifnya stigma. Makin terangnya warna stigma menunjukkan bahwa sel-sel epidermis terluar sedang berkembang untuk meningkatkan produksi sekresi dan pori-pori membesar untuk meningkatkan kemampuan sekresi (Jamsari 2006).
Lamanya reseptivitas stigma berlainan untuk setiap jenis, biasanya penyerbukan yang dilakukan oleh bantuan angin lebih lama daripada jenis yang dibantu oleh serangga (Khadari et al. 1995). Reseptivitas dapat berlangsung selama kurang dari satu jam (jenis Avena) atau lebih dari satu minggu seperti pada Eucalyptus (Heslop-Harrison 2000).
Fase reproduksi khususnya dari penyerbukan ke pembuahan sangat rentan terhadap kondisi lingkungan saat itu termasuk suhu (Stephenson et al. 1992). Suhu lingkungan dapat mempengaruhi reseptivitas stigma dimana kapasitas stigma dalam mendukung perkecambahan polen akan berkurang dengan semakin tingginya suhu (30 OC). Suhu optimal untuk reseptivitas stigma jenis Prunus avium terjadi pada suhu cukup rendah yaitu 10 OC, karena tanaman
(51)
23
ini merupakan jenis temperate dimana lingkungan habitatnya bersuhu rendah (Hedhly et al. 2003).
2.3 Keragaman Genetik dan Sistem Perkawinan 2.3.1 Keragaman Genetik
Penilaian keragaman genetik di dalam suatu populasi tegakan merupakan langkah pertama untuk mengevaluasi keragaman genetik saat ini dan yang akan datang (Moran et al 1980). Penilaian untuk menduga (nilai duga) keragaman dari suatu populasi dapat berdasarkan variasi fenotipik dan variasi genetik. Penilaian ini dapat menduga tingkat keragaman genetik pada populasi tegakan alam ataupun populasi hasil penanaman. Keragaman genetik pada populasi hasil pertanaman tidak menunjukkan penurunan keragaman genetik yang signifikan dibandingkan dengan keragaman pada populasi tegakan alam (El-Kassaby & Ritland 1996). Hal ini mengindikasikan bahwa seleksi awal dan perlakuan silang (breeding) tidak menurunkan variasi genetik. Walaupun demikian, struktur genetik pohon induk sangat kuat pengaruhnya terhadap keragaman benih (keturunannya) (Nurtjahyaningsih 2008). Karena itu untuk mempertahankan tingkat keragaman genetik yang sama antara populasi pohon induk dengan anakannya, maka derajat perkawinan silang (outcrossing rate) (Moran et al. 1980) dan perkawinan acak yang diimbangi dengan kontribusi semua pohon induk dalam mewariskan gennya (Panmictic Equilibrium) harus tinggi (Chaix et al. 2003) serta harus sinkron dengan pembungaan pohon tetangga disekitar tegakan pohon induk (Gomory et al. 2003).
Tingkat dan pola keragaman genetik pohon hutan sangat kuat dipengaruhi oleh sistem perkawinannya serta pergerakan gen diantara populasi dari jenis yang sama (penyebaran gen/gene flow). Sistem perkawinan pada pohon hutan bervariasi dan ada rentang dari mekanisme untuk melakukan penyerbukan silang (outcrossing) ke mekanisme penyerbukan sendiri (self pollination) (Finkeldey 2005).
2.3.2 Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan adalah sistem yang menentukan penggabungan gamet-gamet organisme yang berbeda yaitu gamet-gamet jantan (♂) dan betina (♀) untuk membentuk zigot (Sedgley & Griffin 1989). Perkawinan pada tanaman ditentukan oleh sistem seksual yang mungkin terjadi antara anggota populasi.
(1)
efektif dari tipe genotipe, bisa kurang atau sama dengan jumlah aktual
tipe genotipe yang ada, maka v dihitung :
n
v = [∑ p
k 2]
-1, dimana p
kadalah frekwensi tipe genotipa ke -k
k=1
- Heterosigositas observasi dan harapan (H
odan H
e= δ
T)
Penghitungan heterosigositas digunakan untuk melihat karekteristik
struktur genotipe. Nilai heterosigositas observasi (H
o) merupakan
proporsi seluruh genotipe heterosigot yang dihitung berdasarkan tiap
lokus atau rata-rata semua lokus. Sedangkan heterosigositas harapan
(H
e) atau diferensiasi total populasi δ
Tdihitung dengan :
H
e= [ 1-
∑p
i2] = δ
T, dimana pi adalah frekwensi dari alel
ke-i
Lampiran 8
Tabel 1 Hasil skoring penanda mikrosatelit pada induk dan anak dari populasi
Sumedang dan populasi Bandung
Individu
Primer
Ai_5
Ai_11
Ai_13
Ai_34
Ai_4
Ai_6
Ai_14
S1
22
12
11
22
12
11
12
S2
22
12
11
22
12
11
12
S3
22
12
11
22
11
11
12
S4
22
12
11
22
11
11
12
S5
22
22
11
22
11
22
12
S6
22
12
11
22
11
11
12
S7
22
11
11
22
11
11
12
S8
22
12
11
22
11
11
12
S9
22
11
11
22
11
22
22
S10
22
12
11
12
11
22
12
S11
11
12
12
22
12
22
12
S12
11
12
11
12
22
22
12
S13
11
12
11
11
22
13
12
S14
11
12
11
12
22
33
12
S15
11
22
11
11
22
33
12
(2)
Lanjutan Tabel 1
Primer
Individu Ai_5
Ai_11
Ai_13
Ai_34
Ai_4
Ai_6
Ai_14
S16
13
12
11
12
22
33
12
S17
33
12
12
12
22
33
12
S18
33
22
22
11
22
33
12
S19
33
11
22
22
22
33
12
S20
12
11
22
11
22
33
22
B1
12
22
22
33
12
33
12
B2
12
12
22
33
12
33
12
B3
11
12
22
22
12
33
12
B4
11
12
22
22
12
33
12
B5
11
12
22
22
12
33
12
B6
11
11
22
22
12
33
12
B7
12
22
22
22
12
33
12
B8
11
22
22
22
12
33
12
B9
11
22
22
22
12
11
12
B10
11
22
12
22
12
11
12
B11
12
12
12
12
12
12
12
B12
12
12
22
22
12
12
12
B13
11
12
22
12
12
11
12
B14
12
12
11
12
12
11
23
B15
12
12
11
12
12
11
11
B16
12
11
11
12
12
11
22
B17
12
12
12
12
12
11
12
B18
12
12
12
12
12
11
12
B19
11
12
11
12
12
11
12
B20
11
22
11
12
12
11
12
AS1
22
12
33
12
22
12
12
AS2
22
12
22
12
12
12
12
AS3
12
12
11
12
12
12
12
AS4
12
22
22
22
12
12
12
AS5
12
22
11
22
11
12
12
AS6
12
22
12
22
12
12
22
AS7
22
22
12
22
12
12
22
AS8
22
22
12
22
12
12
22
AS9
22
22
12
22
12
12
22
AS10
22
22
12
22
12
22
22
AS11
22
22
12
22
12
12
22
AS12
22
22
12
22
12
12
22
AS13
22
22
12
11
12
12
22
AS14
22
22
12
11
12
12
22
(3)
Lanjutan Tabel 1
Primer
Individu Ai_5
Ai_11
Ai_13
Ai_34
Ai_4
Ai_6
Ai_14
AS16
22
22
12
11
12
12
12
AS17
22
22
12
11
12
12
12
AS18
22
22
12
11
12
12
12
AS19
22
22
12
11
12
12
12
AS20
11
11
22
22
12
12
12
AB1
11
12
12
12
11
12
12
AB2
11
11
12
12
11
12
12
AB3
11
11
12
12
12
12
12
AB4
12
11
12
12
12
12
12
AB5
11
11
22
12
11
12
12
AB6
11
11
22
22
12
12
12
AB7
11
11
22
22
12
12
12
AB8
11
11
22
22
12
12
12
AB9
11
11
22
22
12
12
12
AB10
11
11
22
22
12
11
12
AB11
11
12
22
22
11
11
12
AB12
11
12
22
22
12
11
12
AB13
11
11
22
22
12
11
12
AB14
11
11
22
22
12
11
12
AB15
11
11
22
22
12
11
12
AB16
11
11
22
22
12
11
12
AB17
11
11
22
22
12
11
12
AB18
11
11
22
22
12
12
12
Keterangan: S(1-20) : induk populasi Sumedang
AS(1-20) : anak dari populasi Sumedang
B (1-20) : induk populasi Bandung
AB (1-38) : anak dari populasi Bandung
(4)
LAMPIRAN 9. Tabel jarak antar pohon induk pada plot penelitian di Wanayasa-Purwakarta POHON (meter)
DARI POHO
N KE- 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 A B C D E F
01 0, 0 12, 2 19,
9 7,6 7,8
30, 4 79, 4 90, 7 97, 0 93, 4 78, 6 77, 1 78, 8 103 ,3 80, 7 86, 7 99, 6 99, 5 114 ,5 161 ,7 120 ,6 124 ,1 116 ,5 111 ,8 110 ,0 105 ,2 104 ,5 133 ,2 134 ,3 131 ,6 144 ,8 152 ,6 136 ,8 125 ,9 145 ,9 138 ,4
02 0,0
31,
8 5,0
19, 9 31, 0 81, 2 92, 2 95, 0 92, 2 80, 2 76, 0 76, 6 94, 8 73, 8 79, 7 92, 7 91, 7 106 ,6 157 ,0 113 ,3 117 ,6 110 ,5 106 ,3 104 ,9 100 ,4 100 ,0 127 ,0 129 ,5 127 ,2 140 ,1 148 ,4 133 ,3 126 ,7 146 ,8 138 ,4
03 0,0
26, 9 12, 0 34, 7 75, 7 87, 0 98, 6 93, 7 75, 0 78, 0 81, 4 115 ,0 90, 5 96, 5 109 ,0 110 ,2 125 ,3 166 ,6 130 ,3 132 ,2 123 ,9 118 ,7 116 ,4 111 ,0 109 ,8 140 ,7 139 ,7 136 ,2 149 ,7 156 ,5 140 ,0 122 ,4 141 ,8 135 ,8
04 0,0
15, 0 28, 7 78, 7 89, 9 94, 1 90, 9 77, 8 74, 7 75, 7 96, 9 75, 0 81, 0 94, 0 93, 4 108 ,4 157 ,3 114 ,8 118 ,7 111 ,4 106 ,9 105 ,3 100 ,7 100 ,1 128 ,0 129 ,9 127 ,3 140 ,4 148 ,5 133 ,1 124 ,7 144 ,8 136 ,7
05 0,0
30, 5 77, 2 88, 6 97, 0 92, 9 76, 4 76, 7 79, 1 107 ,5 84, 0 90, 0 102 ,8 103 ,3 118 ,4 163 ,3 124 ,0 126 ,8 118 ,9 114 ,0 112 ,0 106 ,9 106 ,0 135 ,7 136 ,0 132 ,9 146 ,3 153 ,7 137 ,6 124 ,0 143 ,8 136 ,9
06 0,0
50, 2 61, 3 66, 7 62, 9 49, 2 46, 7 48, 6 81, 2 56, 0 62, 1 74, 4 76, 0 91, 0 132 ,8 95, 6 97, 5 89, 3 84, 1 81, 9 76, 7 75, 6 106 ,0 105 ,6 102 ,4 115 ,8 123 ,2 107 ,1 96, 0 116 ,1 108 ,2
07 0,0
11, 4
31, 1
24,
0 1,0
18, 4 25, 5 80, 2 56, 9 60, 1 66, 0 72, 5 83, 5 99, 9 82, 8 78, 8 69, 6 63, 3 59, 8 53, 8 51, 2 83, 7 76, 0 71, 0 84, 2 88, 3 71, 0 46, 9 66, 6 60, 1
08 0,0
26, 8 19, 7 12, 2 22, 8 28, 6 81, 5 60, 4 62, 7 66, 5 73, 7 83, 1 92, 1 81, 0 75, 6 66, 7 60, 4 56, 8 51, 1 48, 4 79, 4 69, 9 64, 5 77, 1 80, 2 63, 1 35, 5 55, 2 48, 8
09 0,0 7,3
31, 1 20, 6 18, 4 57, 5 41, 3 41, 5 41, 9 49, 7 57, 3 69, 9 54, 4 48, 8 39, 8 33, 6 30, 0 24, 4 21, 6 52, 9 45, 0 40, 2 53, 6 58, 8 41, 8 39, 0 57, 6 46, 6
10 0,0
24, 0 16, 3 16, 8 63, 0 44, 6 45, 7 47, 6 55, 2 63, 7 76, 3 61, 3 56, 0 47, 0 40, 7 37, 1 31, 4 28, 7 60, 2 52, 0 47, 0 60, 3 65, 0 47, 8 37, 5 57, 0 47, 0
11 0,0
17, 7 24, 8 79, 5 56, 1 59, 4 65, 5 71, 8 83, 0 100 ,0 82, 4 78, 5 69, 3 62, 9 59, 5 53, 5 51, 0 83, 6 76, 0 71, 0 84, 2 88, 5 71, 2 47, 6 67, 4 60, 8
12 0,0 7,2
61, 9 38, 6 41, 7 48, 0 54, 2 65, 8 89, 8 65, 8 63, 0 53, 8 47, 5 44, 3 38, 2 36, 1 69, 1 64, 0 59, 7 73, 3 79, 1 62, 2 51, 9 71, 9 62, 7
13 0,0
54, 7 31, 9 34, 7 40, 8 47, 0 58, 6 85, 4 58, 8 56, 4 47, 3 41, 1 38, 0 32, 0 30, 1 63, 0 58, 9 55, 0 68, 6 75, 2 58, 7 54, 1 73, 8 63, 7
14 0,0
26, 3
21, 0
15,
7 7,8
12, 8 75, 3 22, 0 31, 3 30, 4 32, 0 34, 2 36, 4 38, 9 40, 8 52, 2 53, 9 61, 5 71, 9 64, 6 93, 3 108 ,3 95, 7
15 0,0 6,1
19, 0 20, 1 35, 0 85, 0 40, 0 43, 8 37, 2 33, 9 33, 4 30, 9 31, 8 53, 3 58, 0 57, 0 68, 6 78, 0 65, 5 80, 2 98, 1 86, 3
16 0,0
13, 0 14, 3 29, 0 79, 9 34, 0 38, 1 31, 9 29, 2 29, 2 27, 5 28, 9 47, 7 53, 3 52, 7 63, 8 73, 4 61, 7 79, 9 97, 1 85, 0
17 0,0 8,3
18, 0 68, 0 21, 2 25, 2 20, 0 19, 0 20, 2 21, 2 23, 5 35, 0 42, 2 42, 5 52, 4 62, 4 52, 5 77, 8 93, 2 80, 8
18 0,0
15, 1 73, 0 22, 0 29, 1 26, 0 26, 3 28, 0 29, 4 31, 8 39, 0 48, 3 49, 3 58, 2 68, 4 59, 7 86, 0 101 ,4 89, 0
19 0,0
63,
5 9,9
20, 4 22, 6 26, 4 29, 5 33, 6 36, 4 29, 2 42, 3 45, 0 50, 7 61, 1 56, 0 89, 9 103 ,1 90, 4
20 0,0
53, 7 44, 1 48, 1 51, 1 52, 2 56, 6 57, 3 34, 5 27, 5 30, 5 17, 0 12, 2 29, 0 72, 7 72, 7 63, 1
21 0,0
11, 0 15, 8 21, 2 24, 8 30, 0 32, 8 19, 3 33, 0 36, 2 41, 0 51, 4 47, 3 84, 1 96, 0 83, 4
22 0,0 9,2
15, 5 19, 0 25, 0 27,
5 9,9
22, 0 25, 3 30, 4 40, 8 36, 4 75, 0 85, 9 73, 4
135
(5)
23 0,0 6,3 9,9 15,
8 18,
4 16,
8 22,
4 23,
5 32,
5 42,
5 34,
2 68,
3 80,
7 68,
0
24 0,0 3,6 9,5
12, 1
22, 2
24, 1
23, 7
34, 7
44, 2
33, 5
63, 5
76, 9
64, 3
25 0,0 6,1 8,5
25, 0
24, 8
23, 6
35, 5
44, 6
32, 7
60, 4
74, 2
61, 6
26 0,0 2,8
31, 0
29, 2
26, 9
39, 7
48, 2
34, 7
57, 0
72, 0
59, 5
27 0,0
33, 1
30, 0
27, 2
40, 3
48, 4
34, 2
54, 4
69, 7
57, 3
28 0,0
16, 2
21, 1
22, 1
32, 4
31, 4
74, 3
83, 0
70, 7
29 0,0 5,8
10, 6
20, 3
15, 2
59, 7
67, 1
55, 0
30 0,0
13, 6
21, 3
11, 1
53, 9
61, 9
49, 7
A 0,0
10, 4
15, 7
62, 3
66, 5
55, 2
B 0,0
17, 3
60, 8
61, 9
51, 6
C 0,0
46, 7
52, 2
40, 4
D 0,0
20, 1
14, 3
E 0,0
12, 7
(6)