Nilai guna relatif Index Kepentingan Budaya Nilai guna dan Nilai Guna Relatif Tanaman Obat

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

3.7. Analisis Data

A. Pendekatan kuantitatif

Data yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai guna pemanfaatan setiap jenis tumbuhan UVis dan nilai guna relatif setiap nara sumber RUV Rugayah, 2004, Degradasi pengetahuan D yang terjadi Maturbongs et al , 2001, suatu kelompok masyarakat atau etnik Cotton, 1996 serta indeks Kepentingan Budaya atau indekx of Cultural Significance ICS Rugayah et al , 2004 dengan analisis data sebagai berikut :

a. Nilai Guna

s is s i UV UV   Dimana : UVs = jumlah nilai total dari suatu jenis UVis= jumlah nilai guna jenis s yang diberikan oleh informan i is = jumlah total informan yang diwawancarai untuk nilai guna jenis s

b. Nilai guna relatif

Relative-Use Value = RUV n s is i S UV UV RUV       Dimana: i RUV = nilai guna relatif informan i is UV = nilai guna setiap jenis lokal s oleh informan i s UV = nilai guna total setiap jenis lokal s dalam penelitian ini n S = jumlah jenis lokal menurut informan i , untuk data ini dapat juga didasarkan pada dua atau beberapa informan Universitas Sumatera Utara DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

c. Index Kepentingan Budaya

Index of Cultural Significance      n i ni qxixe ICS 1 Dimana :untuk penggunaan n, q = nilai kualitas, i = nilai intensitas, e = nilai ekslusivitas . Sedangkan mengenai perhitungan nilai dari suatu jenis tumbuhan dihitung para meternya sebagai berikut: Nilai q = nilai kualitas Quality value , dihitung dengan menggunakan cara memberikan skor atau nilai terhadap kualitas dari suatu jenis tumbuhan, sebagai contohnya: 5 = makanan pokok, 4 = makanan sekunder tambahan + material primer, 3 = bahan makanan lainnya + material sekunder + tumbuhan obat-obatan, 2 = ritual, mitologi, rekreasi, etc; 1 = more recognition . Nilai i = nilai intensitas intensity value , yaitu menggambarkan intensitas pemanfaatan dari suatu jenis berguna dengan memberikan nilai, misalnya: nilai 5 = untuk sangat tinggi intensitasnya, nilai 4 = secara moderat tinggi intensitasnya, nilai 3 = medium intensitas penggunaannya, nilai 2 = rendah intensitas penggunaannya, dan nilai 1 = intensitas penggunaannya sangat jarang minimal Nilai e = nilai ekslusivitas exclusivity value , sebagai contoh: nilai 2 = paling disukai dan merupakan pilihan utama dan tidak adaduanya, nilai 1 = terdapat beberapa jenis yang ada kemungkinan menjadi pilihan, dan nilai 0,5 = sumber sekunder atau merupakan bahan yang sifatnya sekunder Cotton, 1996. Universitas Sumatera Utara DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

d. Penghitungan Degradasi Pengetahuan D

100 1       C A C D 100 2       C B C D 100 3       C A B D Dimana : D 1,2,3, = Degradasi Pengetahuan ∑ A = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur A 15-29 tahun ∑ B = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur B 30-49 tahun ∑ C = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur C 50 tahun

A. Pendekatan Kualitatif

Koleksi spesimen herbarium Koleksi dan identifikasi spesimen jenis tumbuhan berguna dalam penelitian etnobotani. Koleksi spesimen tidak hanya berupa voucer spesimen herbarium yang digunakan untuk identifikasi, tetapi juga koleksi satu bagian tumbuhan daun, bunga, buah, akar atau bagian secara keseluruhan dari tumbuhan untuk keperluan analisis taksonomi. Pengambilan koleksi herbarium berupa voucer spesimen sangat penting karena merupakan catatan permanen dari suatu jenis tumbuhan berguna dan merupakan koleksi data etnobotani. Universitas Sumatera Utara DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

1. Pemanfaatan Spesimen Herbarium.

Secara umum koleksi herbarium dibuat berganda dan disimpan di berbagai herbarium di seluruh dunia. Walaupun pembuatan voucher spesimen herbarium berperan penting dalam penelitian etnobotani dan juga penting untuk menjaga kemungkinan tidak dapat melakukan identifikasi di lapangan, koleksi herbarium juga penting artinya untuk identifikasi in-situ bila diinginkan. Jenis-jenis tumbuhan yang belum diketahui nama ilmiahnya, diambil contohnya, dibuat herbariumnya untuk diidentifikasi di laboratorium MIPA USU. Identifikasi jenis – jenis tumbuhan dimulai setelah spesimen kering dengan menggunakan buku acuan Flora Malesiana Steenis, 1967.

2. Studi Taksonomi: Identifikasi Tumbuhan

Pada proses identifikasi awal di lapangan didasarkan pada penampakan morfologi. Bila memungkinkan diidentifikasi pada tingkat famili dan dilanjutkan ke tingkat genus dan nama jenisnya. Bila dalam pengambilan contoh herbarium tidak diketahui nama ilmiahnya atau masih ragu-ragu, maka diperlukan pembuatan spesimen herbarium untuk proses identifikasi di laboratorium. Identifikasi suatu jenis tumbuhan, setiap bagian tumbuhan akan memberikan suatu karakteristik yang menjadi dasar pengidentifikasian termasuk bentuk, bentuk pertumbuhan growth habit , ukurannya, bentuk daun, posisi daun, sistem perakaran, dan lain-lain. Termasuk struktur reproduksi seperti bunga, biji, buah, dan bagian – bagian lainnya yang dapat membantu identifikasi suatu jenis tumbuhan. Universitas Sumatera Utara DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Nilai guna dan Nilai Guna Relatif Tanaman Obat

Dari hasil penelitian mengenai pemanfaatan tanaman obat yang telah dilakukan pada masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai, telah diperoleh angka nilai guna, nilai guna relatif dan Index of Cultural Significance tanaman obat yang dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Nilai Guna, Nilai Guna Relatif dan Index of Cultural significance tanaman Obat. No. Famili Nama Ilmiah Total UV is Nilai Guna UV s RUV i ICS 1 Alliaceae Allium cepa 1137 3,344 6,1820 36 2 Allium fistulosum 318 0,935 6,1837 21 3 Allium sativum 2946 8,664 6,1823 66 4 Acanthaceae Graptophyllum pictum 963 2,832 6,1825 33 5 Amaryllidaceae Hymenocallis litthoralis 910 2,676 6,1829 31,5 6 Apiaceae Apium graveolus 1177 3,461 6,1831 36 7 Araceae Acorus calamus 553 1,626 6,1836 24 8 Arecaceae Areca catechu 538 1,582 6,1831 25,5 9 Arenga pinnata 1378 4,052 6,1832 51 10 Cocos nucifera 1974 5,805 6,1827 24 11 Asteraceae Ageratum conyzoides 549 1,614 6,1845 30 12 Crassocephalum crepidiodes 739 2,173 6,1833 28,5 13 Bromelliaceae Ananas comosus 723 2,126 6,1831 55,5 14 Caricaseae Carica papaya 2239 6,585 6,1820 24 15 Cucurbitaceae Cucuribita hispida 573 1,685 6,1828 24 16 Cucurbita moschata 534 1,570 6,1841 24 17 Euphorbiaceae Aleurites moluccana 592 1,741 6,1824 39 18 Jatropa curcas 1393 4,097 6,1819 36 19 Manihot esculenta 1124 3,305 6,1834 43,5 20 Phylantus urinaria 1534 4,511 6,1828 31,5 21 Sauropus androgynus 974 2,864 6,1833 39 Universitas Sumatera Utara DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 22 Lamiaceae Orthosipo stamineus 1389 4,079 6,1824 39 23 Coleus amboinicus 489 1,438 6,1828 24 24 Ocimum basilicum 363 1.067 6,1855 16,5 25 Lauraceae Persea gratissima 2140 6,294 6,1819 57 26 Lythraceae La wsonia inermis 543 1,597 6,1820 24 27 Malvaceae Hibiscus rosa-sinensis 1276 3,752 6,1833 37,5 28 Urena lobata 1521 4,473 6,1825 45 29 Meliaceae Phaleria macroca rpha 1383 4,067 6,1828 40,5 30 Myristicaceae Myristica fragrans 747 2,197 6,1819 30 31 Myrtaceae Psidium guajava 1485 4,367 6,1827 39 32 Schizigium aromaticum 523 1,538 6,1827 25,5 33 Oxalidaceae Averhoa blimbi 1289 3,791 6,1821 37,5 34 Pandanaceae Pandanus amaryllifolius 521 1,532 6,1832 25,5 35 Piperaceae Piper betle 2114 6,217 6,1824 63 36 Piper nigrum 724 2,129 6,1820 30 37 Plantaginaceae Plantago mayor 2712 7,976 6,1821 64,5 38 Poaceae Andropogon nardus 1112 3,270 6,1810 39 39 Imperata cylindrica 387 1,138 6,1830 21 40 Oryza sativa 2179 6,408 6,1826 51 41 Rubiaceae Morinda citrifolia 1585 4,661 6,1828 43,5 42 Rutaceae Citrus aurantifolia 1848 5,435 6,1821 48 43 Citrus histryx 924 2,717 6,1832 33 44 Sapindaceae Nephelium lappaceum 1381 4,061 6,1829 39 45 Solanaceae Datura metel 1362 4,005 6,1831 39 46 Verbenaceae Stachytarphete jamaicensis 1109 3,261 6,1832 36 47 Zingiberaceae Alpinia galanga 1346 3,958 6,1831 39 48 Curcuma domestica 1968 5,788 6,1820 51 49 Curcuma xanthoriza 1297 3,814 6,1829 39 50 Etlingera elatior 573 1,685 6,1828 24 51 Kaempferia galanga 2167 6,373 6,1823 61,5 52 Zingiber officinale 1935 5,691 6,1820 51 53 Zingiber officinala 3947 11,66 6,1858 67,5 54 Zingiber purpureum 1458 4,288 6,1821 43,5 55 Zingiber zerumbet 914 2,688 6,1823 31,5 Dari hasil penelitian mengenai kajian pemanfaatan tanaman obat pada masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai, telah diperoleh 55 jenis tumbuhan berkhasiat obat dalam 29 famili, dengan nilai guna UV s yang tertinggi dimiliki oleh tanaman jahe merah Zingiber officinale dengan nilai 11,66 sedangkan nilai guna terendah dimiliki oleh tanaman bawang batak Universitas Sumatera Utara DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU Allium fistulosum yaitu sebesar 0,935. Nilai guna relatif RUV s yang tertinggi dimiliki oleh jahe merah Zingiber officinale yaitu 6,1858 dan yang terendah adalah serai Andropogon nardus yaitu 6,1810. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa tanaman jahe merah Zingiber officinale merupakan tanaman yang paling banyak dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit oleh masyarakat etnis Simalungun di kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang bedagai. Tanaman jahe merah bukan hanya digunakan oleh para tabib atau dukun kampung untuk mengobati berbagai penyakit tetapi masyarakat juga telah lama mengetahui manfaat tumbuhan ini untuk kesehatan dan sering menggunakannya untuk keseharian mereka seperti untuk bumbu masakan juga untuk mengobati berbagai macam penyakit misalnya batuk, demam, penyakit perut, luka, penyakit kulit, sakit kepala, salesma dan lain-lain. Menurut Wasito 2011, salah satu tanaman yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obat tradisional Indonesia adalah jahe merah Zingiber officinale . Tanaman ini merupakan tanaman obat utama yang sedang dikembangkan oleh pemerintah yakni oleh Badan POM yang bekerjasama dengan berbagai perguruan tinggi dan klinisi pada dekade saat ini Wasito, 2011. Jahe merah mengandung minyak atsiri dan oleoresin yang cukup tinggi pada rimpangnya, memiliki aroma yang sangat tajam dan rasa yang sangat pedas, berbeda dengan jahe biasa sehingga banyak digunakan oleh masyarakat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit Santhyami dan Sulistyawati, 2008. Dari data yang diperoleh pada penelitian ini, tanaman yang memiliki nilai guna yang paling rendah adalah bawang batak Allium fistulosum, hal ini disebabkan karena bawang batak Allium fistulosum sangat jarang digunakan oleh masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis untuk mengobati suatu penyakit, sebagian dari mereka beranggapan bahwa bawang batak hanya dimanfaatkan untuk sayur- sayuran dan bukan untuk mengobati suatu penyakit. Universitas Sumatera Utara DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU Menurut Widyaningrum et al. 2011, daun dan akar tumbuhan bawang batak Allium fistulosum mengandung saponin, tanin, dan minyak atsiri. Khasiatnya adalah sebagai obat perut kembung dan peluruh angin perut. Nilai guna relatif yang tertinggi terdapat pada jenis tanaman jahe merah Zingiber officinale. Nilai tersebut mengevaluasi seluruh pengetahuan penggunaan jenis tumbuhan setiap narasumber dibandingkan dengan narasumber-narasumber lainnya Rugayah et al , 2004. Masyarakat etnis Simalungun yang berada di Kecamatan Sipispis mengatakan bahwa mereka menggunakan tumbuhan ini untuk obat batuk, demam, rematik, sakit perut, luka, masuk angin, memperlancar ASI, dan sariawan. Menurut Dalimartha 2004 kandungan dari jahe merah adalah gingerol, oleoresin, minyak atsiri. Dari data penelitian di lapangan diperoleh nilai guna relatif yang paling rendah terdapat pada tanaman serai Andropogon nardus. Masyarakat etnis Simalungun di Kecamatan Sipispis biasanya memanfaatkan serai selain sebagai bumbu dapur juga untuk mengobati masuk angin, batuk dan demam. Kandungan kimia serai adalah minyak atsiri sitronelol, geranial, geranil butirat, limonene, eugenol, sitral, metileugenol Agoes, 2010. Menurut Widyaningrum et al. 2011, akar serai Andropogon na rdus digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak, obat batuk, bahan untuk kumur dan penghangat badan. Sedangkan daunnya digunakan untuk peluruh angin perut, penambah nafsu makan, pengobatan pasca melahirkan, penurun panas, dan pereda kejang.

4.2. Index of Cultural Significance ICS