28 Penyampaian
pembelajaran Melalui ceramah serta pemberian
stimulan berupa tayangan televisi. Instrumen evaluasi
Kuesioner, untuk mengukur kemajuan peserta didik dan keberhasilan program.
Sumber Belajar
Disesuaikan dengan rancangan pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan pemaparan di atas, pembelajaran media literacy televisi mencakup segala cara mengkaji, mempelajari dan mengajarkan pada semua
tingkat dasar, menengah, tinggi, dewasa dan pendidikan seumur hidup serta dalam semua konteks, sejarah, kreativitas, penggunaan dan evaluasi media
sebagai suatu ketrampilan teknis dan praktis untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan media terutama televisi secara kritis pada anak yang
dilakukan di sekolah maupun di rumah. Pembelajaran media literacy televisi ini akan dijabarkan dalam rancangan pelaksanaan pembelajaran yang mengacu
kepada model disain pembelajaran melingkar circular model.
E. Tahap Perkembangan Remaja
Menurut Havighurst dalam Hurlock, 2004, remaja memiliki tugas-tugas perkembangan sepanjang rentang kehidupannya, yaitu mencapai hubungan baru
dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan wanita, menerima keadaan fisiknya dan menggunakan
tubuhnya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang
Universitas Sumatera Utara
29 bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-
orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis
sebagai pegangan untuk berperilaku. Secara tradisional, masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan
tekanan,” yaitu suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar Hurlock, 2004. Remaja mengalami
perkembangan kepribadian yang berada pada tahap kritis antara memiliki identitas yang jelas dengan kebingungan identitas. Diharapkan pada masa ini mereka sudah
memiliki kemampuan untuk memahami kebutuhan, keinginan dan bantuan yang diharapkan untuk mengadaptasi tuntutan dari masyarakat Soendjojo dalam
Guntarto, 2004. Perkembangan sosial yang penting dalam masa remaja meliputi
meningkatnya pengaruh kelompok teman sebaya, pola perilaku sosial yang lebih matang, pengelompokan sosial baru dan nilai-nilai baru dalam pemilihan teman
dan pemimpin, dan dalam dukungan sosial. Sementara perkembangan moralitas selama masa remaja terdiri dari mengganti konsep-konsep moral khusus dengan
konsep-konsep moral tentang benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode moral berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individual, dan
mengendalikan perilaku melalui perkembangan hati nurani Hurlock, 2004. Masa remaja merupakan suatu periode transisi yang paling penting dalam
perkembangan berpikir kritis karena pada masa tersebut anak mengalami perubahan kognitif kapasitas dalam memproses informasi; lebih mendalam
Universitas Sumatera Utara
30 mengenai isi pengetahuan; meningkatkan kemampuan untuk membentuk
kombinasi pengetahuan yang baru, serta lebih baik dan spontan dalam menggunakan strategi Santrock, 1996. Remaja mengembangkan kekuatan
pikiran yang membuka pola kognitif yang baru dan horizon sosial. Pikiran mereka menjadi lebih abstrak, logis, dan idealistis, mampu menilai pikirannya sendiri,
pikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan mengenai sesuatu, serta mudah untuk menginterpretasi dan memonitor dunia sosial Santrock, 1999.
Menurut Piaget, kemampuan intelektual remaja sudah sempurna dan sudah masuk tahap operasional formal yaitu pada anak berumur 11-15 tahun.
Kemampuan berpikir pada tahap operasional formal sudah mencapai kemampuan untuk berpikir lebih abstrak, idealistik, dan lebih logis daripada pada tahap
operasional konkret. Piaget meyakini bahwa remaja mampu untuk memahami alasan yang bersifat hipotetif-deduktif Santrock, 1999.
Tahap operasional formal merupakan suatu tahap perkembangan kognitif bagi para remaja, di mana idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri
dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka
dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan
abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi
mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
Universitas Sumatera Utara
31 masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka Setiono,
2002. Perkembangan kemampuan berpikir pada tahap operasional formal ini
memberikan sesuatu yang baru, cara yang lebih fleksibel untuk memanipulasi informasi. Mereka dapat menggunakan simbol untuk simbol yang lainnya,
misalnya menggunakan huruf X untuk angka 15 dan mereka dapat menemukan makna yang lebih dalam pada literatur, serta dapat berpikir mengenai apa yang
mungkin terjadi, tidak hanya apa sedang terjadi dan dapat membentuk dan menguji hipotesis Papalia, 2001.
Menurut Santrock 1996, tahap operasional formal ini terdiri dari dua fase, yaitu sebuah fase asimilasi di mana kenyataan menjadi faktor yang
melimpah remaja awal dan fase akomodasi di mana keseimbangan intelektual disimpan kembali melalui sebuah penguatan pada tahap berpikir operasional
formal remaja menengah. Pada masa remaja awal prepuber daya pikir anak SMP sudah mencapai
tahap operasional formal. Pada usia ini secara mental anak telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata lain, berpikir
operasional formal lebih bersifat hipotetis dan abstrak serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berpikir konkrit. Implikasi pendidikan atau
bimbingan dari periode berpikir operasi formal ini, adalah perlunya disiapkan program pendidikan atau bimbingan yang memfasilitasi perkembangan
Universitas Sumatera Utara
32 kemampuan berpikir siswa. Upaya yang dapat dilakukan antara lain 1
penggunaan metode mengajar yang mendorong anak untuk aktif bertanya, mengemukakan gagasan, atau mengujicobakan suatu materi; dan 2 melakukan
dialog, diskusi, atau curah pendapat dengan siswa tentang masalah-masalah sosial, baik itu menyangkut geografi, sejarah maupun ekonomi Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional, 2003.
F. Efektivitas Pembelajaran Media Literacy Televisi terhadap Media Literacy