15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Media Literacy
1. Pengertian media literacy
Barry Duncan dalam Guntarto Dina, 2002, seorang ahli media literacy berpendapat bahwa media literacy sangat perhatian dalam hal membantu
para siswa mengembangkan suatu pemahaman yang penuh informasi dan kritis mengenai sifat the nature dari media massa, teknik-teknik yang digunakan, dan
dampak dari teknik-teknik tersebut. Lebih spesifik, merupakan suatu pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kenikmatan para siswa
tentang bagaimana media bekerja, bagaimana media memproduksi pengertian- pengertian, bagaimana media diorganisir, dan bagaimana media membangun
realitas. Media literacy juga bertujuan untuk mempersiapkan siswa dengan kemampuan untuk menciptakan produk media.
The National Leadership Conference on Media Literacy dalam Baran, 2004 menyatakan bahwa media literacy merupakan kemampuan untuk
mengakses, menganalisa, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan. Hal senada diungkapkan oleh Wikipedia 2007 yang menyatakan bahwa media
literacy merupakan proses mengakses, menganalisa, mengevaluasi pesan dalam suatu variasi yang mendalam mengenai model media, genre, dan bentuk di mana
menggunakan model instruksional berbasis inkuiri yang mendorong individu untuk bertanya tentang apa yang mereka tonton, lihat, dan baca.
Universitas Sumatera Utara
16 Sedangkan Rubin dalam Baran, 2004 menyatakan bahwa media literacy
adalah pemahaman terhadap sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode- kode yang digunakan, pesan-pesan yang diproduksi, dan seleksi, interpretasi, dan
akibat dari pesan-pesan tersebut. Sementara Astuti 2007 menyatakan bahwa media literacy perlu dibedakan pengertiannya dari media education. Media
education memandang media dalam fungsi yang senantiasa positif, yaitu sebagai a site of pleasure—dalam berbagai bentuk. Sedangkan media literacy yang
memakai pendekatan inocculationist berupaya memproteksi anak-anak dari apa yang dipersepsi sebagai efek buruk media massa. Penggunaan media dan produk
media sebagai bagian dari proses belajar mengajar, misalnya mempelajari cara memproduksi film independen atau menggunakan surat kabar sebagai sumber
penelusuran data, tergolong dalam media education. Adapun media literacy bergerak lebih jauh dari itu. Dengan pendekatan yang lebih kritis, media literacy
tidak hanya mempelajari segi-segi produksi, tetapi juga mempelajari kemungkinan apa saja yang bisa muncul akibat kekuatan media. Media literacy
mengajari publik memanfaatkan media secara kritis dan bijak. Berdasarkan pemaparan di atas, media literacy berarti kemampuan untuk
mengakses, menganalisa, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan dalam sebuah variasi yang mendalam dengan tidak hanya mempelajari segi-segi
produksi, tetapi juga mampu mempelajari kemungkinan apa saja yang bisa muncul akibat kekuatan media serta dapat memanfaatkan media tersebut secara
kritis dan bijak.
Universitas Sumatera Utara
17
2. Elemen-elemen media literacy