Data-data kepegawaian seperti data pertumbuhan jumlah pegawai, data tentang struktur eselon pegawai, serta data tentang keadaan pendidikan
pegawai yang di dapat dari BKD Kabupaten Toba Samosir. Data-data pemerintahan yang di dapat dari Tobasa Dalam Angka.
Dokumen kebijakan diantaranya PP No.41 Tahun 2007 dan Perda-perda tentang organisasi perangkat daerah di Kabupaten Toba Samosir.
Beberapa dari data-data yang memungkinkan nantinya akan dilampirkan pada bagian akhir skripsi ini.
5.2 Perjalanan Penataan Organisasi Perangkat Daerah
Pada masa reformasi sekarang, Undang-Undang Pemerintahan Daerah sudah dua kali berubah. Undang-Undang No.22 Tahun 1999 yang lahir di awal
reformasi telah direvisi dengan lahirnya Undang-Undang No.32 Tahun 2004. Era reformasi disebut-sebut sebagai titik tolak perubahan kebijakan desentralisasi di
Indonesia ke arah yang labih nyata. Dalam Undang-Undang No. 221999 dapat dilihat bahwa titik berat pelaksanaan otonomi daerah berada pada tingkat
Kabupaten dan Kota. Fokus otonomi daerah yang berada di Kabupaten dan Kota menunjukkan
bahwa organisasi pemerintah yang semula menganut sentralisasi telah berubah menjadi desentralisasi. Di dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah,
pengertian dari desentralisasi disebutkan adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Berdasarkan pengertian tersebut ada
beberapa implikasi tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan otonomi daerah
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Dalam prespektif politik tujuan utama desentralisasi adalah demokratisasi di tingkat lokal sebagai persamaan politik, akuntabilitas lokal dan
kepekaan lokal. Dari sisi lain tujuan dari desentralisasi adalah untuk mendekatkan pemerintah ke masyarakat sehingga pelayanan oleh pemerintah untuk masyarakat
akan semakin dekat, selain itu masyarakat akan lebih dapat diberdayakan dengan dekatnya hubungan antara pemerintah dan masyarakat, termasuk dalam hal
pengambilan keputusan. Sementara dari prespektif administrasi, tujuan dari desentralisasi lebih menekankan pada aspek efisiensi penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan pembangunan ekonomi di daerah Romli, 2007:4-7. Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang merupakan salah satu
tujuan dari otonomi daerah yang sekarang ini kita kenal dengan istilah reformasi birokrasi daerah. Reformasi birokrasi pada tingkat daerah dilakukan dengan
berbagai strategi diantarannya penataan kelambagaan, penataan sumber daya manusia, penataan tata laksana dan peningkatan akuntabilitas organisional atau
akuntabilitas administratif. Reformasi birokrasi ini tidak lain adalah jalan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan capacity building organisasi perangkat
daerah. Tindakan-tindakan efisiensi yang dilakukan sesuai dengan strategi-strategi reformasi yang ada yaitu, dengan penghematan struktur organisasi sekaligus
penghematan biaya, peningkatan prefesionalisme aparatur dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Peningkatan kapasitas kelembagaan ini pada akhirnya
diharapkan dapat mengarah ke good local governance, yaitu terciptanya kepemerintahan di daerah yang baik, diprakarsai birokrasi yang handal serta di
dukung oleh partisipasi masyarakat dan swasta.
Universitas Sumatera Utara
Dari sisi regulasi atau undang-undang pemerintahan daerah isu kelembagaan dan kewenangan juga merupakan isu strategik yang sering dibahas dan sudah
mengalami beberapa kali revisi. Kelembagaan dan kewenangan merupakan dua komponen dalam otonomi daerah yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Kelembagaan atau organisasi perangkat daerah yang akan dibentuk oleh pemerintah daerah ditentukan oleh pembagian urusan atau kewenangan yang
menjadi urusan pemerintahan daerah. Dalam UU No.22 Tahun 1999, kelembagaan pertama sekali diatur dengan
PP No.84 Tahun 2000. Sementara untuk kewenangan dalam pasal 7 dan pasal 11 UU No. 22 Tahun 1999 disebut bahwa urusan untuk pemerintah daerah adalah
kewenangan sisa. Semua kewenangan yang tidak disebutkan dalam UU No.22 Tahun 1999 sebagai kewenangan pusat dengan sendirinya menjadi kewenangan
kabupaten dan kota Prasojo, 2003:2. Disinilah otonomi kabupaten dan kota mengalami pembesaran. Ketentuan PP No.84 Tahun 2000 menyebabkan masalah
inefisiensi dan pembengkakan jumlah dinas dan Lembaga Pelaksana Teknis Daerah LPTD. Hal ini diakibatkan belum adanya standar kriteria yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat sebagai pedoman bagi pemerintah daerah untuk membentuk organisasi perangkat daerah.
Didasari oleh masalah tersebut, pemerintah pusat mengeluarkan PP No.8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Meskipun demikian,
PP No. Tahun 2003 juga tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan. Pertama, kelemahan PP No.84 Tahun 2000 berkaitan dengan struktur eselonisasi jabatan
Universitas Sumatera Utara
tidak direvisi dalam PP No.8 Tahun 2003. Secara horizontal, tidak tergantung dengan luas wilayah, jumlah penduduk dan kompleksitas permasalahan, semua
pemerintah daerah pada level yang sama memiliki struktur eselon yang sama. Tidak terdapat pertimbangan yang mengaitkan antara struktur eselon dengan
fungsi dan beban kerja dinas. Untuk menunjukkan tingkat hierarki antara provinsi dan kabupatenkota, struktur jabatan di tingkat provinsi memiliki eselon yang
lebih tinggi. PP No.8 Tahun 2003 sangat bernuansa efisiensi. Jumlah dinas di tingkat
Provinsi dibatasi maksimal 10, sedangkan di tingkat kabupaten dan kota maksimal 14. Demikian juga dengan LPTD yang dibatasi maksimal 8 baik di provinsi
maupun kabupatenkota. Secara internal, jumlah maksimal organisasi perangkat daerah dalam dinas dan LPTD juga ditentukan. Sebuah dinas baik provinsi
maupun kabupatenkota misalnya, memiliki jumlah bidang maksimal 4. Demikian juga jumlah maksimal sub bagian atau seksi yang boleh ada dalam sebuah dinas.
Di sisi lain PP No.8 Tahun 2003 ini juga tidak memuat dengan jelas tentang perbedaan antara Dinas dan LPTD Badan dan Kantor. Pasal 6 dan pasal 10
hanya menetapkan bahwa Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pelaksana tugas tertentu, dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan
bertanggun jawab kepada gubernur untuk provinsi dan bupatiwalikota untuk kabupatenkota.
Banyaknya kekurangan dan kelemahan dalam Undang-Undang Otonomi Daerah yang sangat mempengaruhi implementasinya oleh pemerintah daerah serta
Universitas Sumatera Utara
iklim politik pemerintahan yang masih dalam masa transisi mendorong pemerintah untuk segera mengeluarkan revisi atas undang-undang tersebut.
Undang-Undang Otonomi Daerah kemudian digantikan dengan undang-undang baru pada tahun 2004 melalui UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004.
Demikian juga dengan kelembagaan dan kewenangan harus diubah dengan Peraturan Pemerintah yang baru.
Pemerintah daerah dalam menyusun organisasi perangkat daerah untuk tahun 2004 sampai sekarang ini berpedoman pada dasar hukum yang baru. Dasar
hukum dalam pembentukan organisasi perangkat daerah setidaknya harus berpatokan pada:
a. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Dalam pasal 5 disebutkan bahwa “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Dalam pasal 3 juga disebutkan bahwa pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah. Undang-undang No.32
Tahun 2004 juga menyebutkan tentang pemmbagian urusan pemerintahan kewenangan. Urusan pemerintahan dibagi kedalam dua kelompok, yaitu
urusan ekslusif pemerintah pusat dan urusan bersama konkuren. b. Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah KabupatenKota.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Peraturan Pemerintah ini lebih lanjut diatur mengenai pembagian urusan pemerintahan kewenangan. Urusan bersama konkuren seperti yang
disebutkan dalam UU No.32 Tahun 2004 dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu urusan wajib dan urusan pilihan kemudian lebih dijeaskan dalam
Peraturan Pemerintah ini. c. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat
Daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi
adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari:
• unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat.
• unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk inspektorat. • unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan.
• unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam
lembaga teknis daerah, serta • unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam dinas daerah.
Dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi ini, urusan yang didesentralisasikan kebanyakan adalah urusan wajib dan masih sangat minim
untuk urusan pilihan. Akibatnya pengembangan kelembagaan dan kompetensi
Universitas Sumatera Utara
aparatur hanya terfokus pada urusa wajib. Hal inilah yang menyebabkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah masih setengah hati. Selain itu prinsip yang
digunakan dalam pelaksanaan PP No.41 Tahun 2007 ini adalah prinsip general competence. Dimana dalam penerapannya tidak memandang suatu daerah
merupakan daerah otonom lama atau otonom baru, semua daerah dianggap mampu untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah ini.
5.3 Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Toba Samosir