Koordinasi dan Komunikasi Sumber Daya

lebih dapat menyesuaikan tanggung jawab yang baru dari pada birokrasi yang tidak flekksibel. Winarno, 2004: 151-152. Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisasi. Tanggung jawab bagi suatu bidang kebijakan sering tersebar di antara beberapa organisasi. Akibatnya pelaksanaan implementasi akan terhambat terutama akan berpengaruh terhadap koordinasi. Badan-badan cenderung mempertahankan fungsi-fungsi mereka dengan alasan perbedaan prioritas dan menghindari koordinasi dengan badan-badan lain. Padahal, penyebaran wewenang dan sumber-sumber untuk melaksanakan kebijakan- kebijakan yang kompleks membutuhkan koordinasi. Sehingga jika semakin besar koordinasi akan semakin berkurang kemungkinan implementasi untuk berhasil.

3. Koordinasi dan Komunikasi

Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan yakni, transmisi, konsistensi dan kejelasan clarity. Persyaratan pertama bagi implementasi yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan- keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah-perintah itu dapat diikuti. Tentu saja komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana. Akan tetapi, banyak hambatan-hambatan yang menghadang transmisi komunikasi-komunikasi pelaksanaan dan hambatan ini akan menghalangi pelaksanaan kebijakan Winarno, 2004: 127. Universitas Sumatera Utara Implementasi yang efektif juga membutuhkan mekanisme-mekanisme dan prosedur-prosedur lembaga yang terkoordinasi. Hal ini sangat penting untuk menjaga konsistensi dari semua pelaksana kebijakan. Organisasi implementasi tidak tunggal, banyak aktor-aktor yang terlibat. Setiap aktor atau lembaga tersebut perlu dikoordinasi karena sering kali mereka terlihat kaku dengan prosedur- prosedur yang rumit yang mengedepankan prioritas lembaga masing-masing. Oleh karena itu keterlibatan dari para aktor kebijakan perlu dijaga konsistensinya dengan koordinasi yang tepat, untuk menjaga implementasi dapat dijalankan dengan baik.

4. Sumber Daya

Sumber-sumber merupakan faktor yang penting dalam implementasi kebijakan. Bagaimana implementasi akan berjalan jika sumber-sumber yang diperlukan kurang atah bahkan tidak tersedia? Sumber-sumber yang penting dalam proses implementasi meliputi: staf atau personil yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugasmmereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menterjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik, serta informasi mengenai program atau kebijakan yang akan diimplementasikan. Staf atau personil barangkali merupakan sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan. Aspek yang paling utama yang harus dimiliki oleh staf adalah kualitas yang menyangkut keterampilan-keterampilan yang diperlukann untuk melaksanakan kebijakan. Sumber penting yang kedua adalah informasi. Universitas Sumatera Utara Informasi dalam implementasi kebijakan dibagi menjadi dua bentuk yaitu, informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan dan informasi mengenai ketatan personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. Sumber-sumber lain yang harus diperhatikan adalah wewenang. Wewenang akan berbeda-beda dari suatu program ke program lain serta mempunyai bentuk-bentuk yang berbeda-beda. Lindblom mengemukakan pemahaman akan wewenang sebagai penggunaan metode kontrol untuk membujuk orang-orang yang dikontrol agar mentaati peraturan dan mereka harus tunduk terhadapnya. Sumber-sumber penting dalam implementasi yang lain adalah fasilitas-fasilitas. Fasilitas fisik dalam implementasi biasanya tergantung dari jenis dan tipe kebijakan yang akan dilaksanakan. Pada intinya adalah bahwa sumber-sumber kebijakan akan sangat penting dalam implementasi kebijakan yang efektif. Tanpa sumber-sumber, kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan hanya akan menjadi rencana saja dan tidak pernah ada realisasinya Winarno, 2004: 132-137. 2.4 Konsep dan Pengertian Restrukturisasi Organisasi 2.4.1 Struktur Organisasi dalam Implementasi Kebijakan Publik Menurut Jones 2004 struktur organisasi merupakan sistem hubungan formal antara tugas dan wewenang yang mengendalikan serta mengkoordinasikan sumberdaya untuk mencapai tujuan. Argumen senada juga dikemukakan oleh Hodge, Anthony, dan Gales 1996: “structure refers to sum total of the ways in which an organization divides its labor into distinct tasks and then coordinates among them”. Sementara itu Robbins 2001 dalam bukunya Organizational Behavior juga membuat defenisi mengenai struktur organisasi sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara “an organizational structure defines how job tasks formally divided, grouped and coordinated”. Jadi intinya struktur organisasi merupakan instrument bagaimana berbagai unsur organisasi tersebut dipedukan agar organisasi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Dalam kegiatan implementasi kebijakan, struktur organisasi merupakan wadah atau wahana interaksi di mana para petugas, aparat birokrasi, atau pejabat yang berwenang mengeloala impementasi dengan berbagai kegiatannya. Dari berbagai defenisi tersebut, maka proses terbentuknya struktur organisasi merupakan serangkaian logika peyederhanaan kerja yang terdiri dari: adanya kebutuhan untuk melakukan pembagian kerja di antara anggotanya karena pekerjaan untuk mencapai misi organisasi tidak dapat dilakukan sendiri. Sebagai konsekuensi dari pembagian kerja tersebut kemudian maka diperlukan koordinasi di antara berbagai departemen, unit kerja, dan individu-individu yang memiliki tugas berbeda-beda. Dan terakhir tentu dibutuhkan pengawasan kontrol untuk menjamin bahwa departemen, unit kerja, dan individu-individu yang diberi tugas tersebut menjalankan kewajibannya dengan baik sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan. Agar struktur organisasi yang diberi mandat untuk mengimplementasikan suatu kebijakan bisa bekerja secara efektif, maka struktur organisasi harus disusun sesuai dengan tujuan dan kompleksitas kebijakan. Secara teoritis ada tiga pendekatan untuk membentuk struktur organisasi yaitu, horizontal, vertikal dan spasial. Ketiganya mencerminkan adanya deferensiasi pembagian tugas. Struktur Universitas Sumatera Utara horizontal dibentuk dengan menggunakan dasar pembagian kerja menurut spesialisasi masing-masing unit organisasi. Struktur vertikal adalah struktur yang pembagian kerjanya didasarkan pada hirarki, otoritas, atau rantai komando. Sementara itu, struktur spasial menggunakan pembagian pekerjaan berdasarkan pada wilayah geografis atau wilayah administratif. Sejalan dengan pendekatan itu Goggin et. al. 1990 mengemukakan bahwa penyusunan struktus organisasi implementasi juga dipengaruhi pendekatan yang digunakan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan. Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan top down dan pendekatan bottom up. Pendekatan top down memberikan pengaruh terhadap struktur organisasi yang bersifat multi-level dan hirarkis. Sedangkan oendekatan bottom up menjadi dasar terhadap pemahaman hubungan jaringan yang bersifat horizontal antar unit kerja dalam struktur organisasi implementasi. Meskinpu n seolah-olah bersifat dikhotomis, kenyataannya antara pendekatan top down dan bottom up tidak bisa dipisahkan dalam proses implementaasi karena realitas bahwa organisasi implementasi melibatkan hubungan hirarkis antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. Pada saat yang bersamaan implementasi kebijakan juga melibatkan kerjasama antar dinas dalam suatu area pemerintah kabupatenkota. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.8 Proses terbentuknya struktur organisasi Sumber: Purwanto, 2012:132 Proses pembentukan struktur organisasi pada gambar di atas di dasarkan pada dua aspek penting, yaitu: seberapa jauh kebutuhan untuk melakukan diferensiasi dan seberapa mendesak perlu melakukan integrasi. Pertimbangan yang berkaitan dengan aspek diferensiasi akan menentukan apakah struktur yang dibangun lebih bersifat horizontal, vertikal, atau spasial. Sedangkan pertimbangan pada aspek integrasi atau koordinasi akan menentukan seberapa jauh derajat formalisasi, sentralisasi, rentang kendali dan standarisasi dalam membangun struktur Purwanto, 2012:129-132. 2.4.2 Pengertian Restrukturisasi Organisasi Restrukturisasi berarti penataan ulang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1997, Restrukturisasi didefinisikan penataan kembali supaya struktur Struktur Organisasi Pembagian Kerja 1 Pembagian Kerja 2 Pembagian Kerja 3 Koordinasi dan Integrasi Universitas Sumatera Utara atau penataannya baik. Menurut Sarundajang 2001, restrukturisasi organisasi adalah tindakan untuk merubah struktur yang dipandang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman dan dianggap sudah tidak efektif lagi dalam memajukan organisasi. Sedangkan restrukturisasi dalam penelitian ini adalah tindakan untuk merubah struktur organisasi pemerintahan karena dianggap sudah tidak efektif, tidak efisien, dan tidak akuntabel lagi dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. Penataan ulang organisasi pemerintah publik dalam istilah teknis lebih dikenal dengan restrukturisasi organisasi merupakan hal yang paling mendesak untuk segera dilaksanakan. Hampir seluruh organisasi di dunia ini menjalankan restrukturisasi besar-besaran agar bisa hidup. Restrukturisasi pada hakekatnya akan membentuk struktur yang lebih ramping mulai dari pusat sampai daerah tingkat II Nugroho, 2001:19. Menurut Sarundajang 2001 ada beberapa poin penting dalam restrukturisasi organisasi yang dapat dilakukan, yaitu :

a. Merubah Struktur Organisasi Pemerintah Daerah

Dokumen yang terkait

Analisis Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Medan ( Studi Pada Kantor Walikota Medan)

26 173 113

Implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Di Kabupaten Gayo Lues

1 41 135

Persepsi Pejabat Daerah Mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah (Analisa Birokrasi di Kabupaten Sumenep)

0 6 2

TESIS PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KARO BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH.

0 3 13

PENDAHULUAN PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KARO BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH.

0 4 17

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PADA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN KARO BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH.

0 10 56

peraturan daerah nomor 12 tahun 2014 tentang organisasi perangkat daerah

0 0 124

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

0 0 13

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI

0 0 87

Pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah di kota Surakarta

0 0 85