yang akan dibentuk. Pertimbangan-pertimbangan tersebut sudah tertuang dalam PP No.41 Tahun 2007 dan Permendagri No.57 Tahun 2007. Namun,
pertimbangan-pertimbangan tersebut belum dijelaskan dengan rinci. Pertimbangan-pertimbangan yang ada di PP No.41 Tahun 2007 ini sesuai dengan
hasil wawancara dengan staf Bagian Organisasi dan Tata Laksana, disebutkan bahwa dalam menentukan besaran organisasi perangkat daerah sekurang-
kurangnya harus mempertimbangkan: ”Besaran OPD sekurang-kurangnya harus mempertimbangkan:
• Faktor keuangan • Kebutuhan daerah. Butuh tidak kita kelautan? Kita tidak butuh.
• Cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan • Jenis dan banyaknya tugas
• Luas wilayah kerja harus jelas • Kondisi geografis. Makanya kita lihat jadi BPBD kitakan, karena ini
bukan daerah rawan bencana. • Jumlah dan kepadatan penduduk
• Potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, kita punya dong? Potensi apa yang kita bisa dari sana, hanya
pariwisatanyakah? • Sarana dan prasarana penunjang tugas
• Harus ada sasarannya”. Beberapa pertimbangan yang ada dalam peraturan dimaksud seperti variabel
APBD, jumlah penduduk, luas wilayah menjadi variabel utama untuk menentukan skor ataupun pola maksimal besaran organisasi perangkat daerah yang bisa
dibentuk oleh pemerintah daerah. Beberapa dari pertimbangan-pertimbangan yang ada akan peneliti bahas dalam bagian berikut ini:
a. Potensi dan Kebutuhan Daerah
Potensi daerah merupakan sumber daya penting yang dimiliki oleh daerah yang perlu digali dan dikembangkan dalam rangka untuk meningkatkan daya
Universitas Sumatera Utara
saing pembangunan ekonomi suatu daerah. Potensi daerah akan menjadi keunggulan sebuah daerah jika dikembangkan dengan baik sehingga manfaat dari
potensi tersebut akan maksimal. Untuk itu pemerintah daerah harus mampu mengenali potensi daerah yang dimiliki agar bisa diwadahi dalam sebuah lembaga
atau SKPD. Pendayagunaan potensi oleh organisasi yang berkompeten dengan baik nantinya akan menghasilkan penerimaan yang akan sangat mendukung bagi
keuangan daerah, seperti disampaikan oleh Bapak Asisten III Administrasi Umum berikut ini:
“Untuk apa kita bentuk sebuah organisasi kalau kita tidak memiliki potensi daerah. Hal-hal yang bersifat produktiflah contohnya…. Karena
kita potensi pertanianlah makanya kita bentuk Dinas Pertanian, coba di kota dibentuk Dinas Pertanian, kan agak lucu Tetapi banyak sekarang ini
seolah-olah itu menjadi sebuah kewajiban, seolah-olah menjadi pekerjaan padahal dari segi manfaat belum tentu. Nah kita coba lucu tidak kalau
kita tidak memiliki Dinas Pertanian? Lucukan Lucu tidak kalau penyuluh tidak ada sama kita? nah itu makanya Tapi kita tetap bisa fungsikan
sebagaimana mestinya”.
Tetapi kemudian yang menjadi permasalahan adalah sedikitnya urusan pilihan yang didesentralisasikan, kebanyakan adalah urusan wajib. Untuk masalah ini
Asisten III Administrasi Umum menyampaikan: “iya, tapikan urusan itu bisa digabung, jadi ada itu yang kita gabungkan
dan ada yang tidak kita gabungkan. Sepertiininya itu, kan ada pelimpahan wewenang urusan wajib dan urusan pilihan, diurusan wajib itupun kita
bisa iya, bisa tidak”.
Pertimbangan lain disamping potensi adalah kebutuhan daerah. Kebutuhan organisasi perangkat daerah menyangkut organisasi yang benar-benar perlu untuk
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Orientasi kebutuhan ini tertuang dalam prinsip miskin struktur kaya fungsi. Tetapi kenyataan yang terlihat
Universitas Sumatera Utara
dari organisasi perangkat daerah yang ada sangat berbanding terbalik dan bertentangan dengan kebijakan reformasi birokrasi yang sedang digalakkan
belakangan ini. Penyusunan organisasi perangkat daerah dengan kondisi seperti ini akan semakin sulit dengan penetapan arah pertumbuhan pegawai sekarang ini
menekankan pada keseimbangan, yaitu terwujudnya organisasi yang rightsizing. Rightsizing menurut Staf Bagian Organisasi dan Tata Laksana yaitu adanya
kesesuaian antara ukuran organisasi dengan fungsi yang dimilikinya.
b. Urusan yang menjadi kewenangan daerah