Al-Maut Berarti Ketiadaan Hidup di Dunia
1. Al-Maut Berarti Ketiadaan Hidup di Dunia
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu ang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. al-Mulk: 2)
Kematian manusia dalam pentas bumi ini bukanlah ketiadaan. Ia masih wujud tetapi berpindah ke alam lain. Itulah salah satu yang
diisyaratkan oleh kata ! !! !!!!ƒ!! ! !! !!!! (menciptakan kematian). Ada juga yang
27 Muhammad Fuâd Abd al-Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzh al-Qur`ân al-Karîm, (Bairut: Dâr al-Fikr, tt), h. 678-680. Sementara menurut Hasan al-Hamashiy, terdapat 144 ayat yang
membahas al-maut dan kata jadiannya, Fihrisât al-Alfâzh, (Bairut: Muassasah al-Îmân, 2003), cet.2, hal. 205-206
28 M. Quraish Shihab ”Wawasan al-Qur`ân Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat”, (Bandung: Mizan,1996, cet. XI), hal. 68 28 M. Quraish Shihab ”Wawasan al-Qur`ân Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat”, (Bandung: Mizan,1996, cet. XI), hal. 68
ketiadaan, maka itu hanya berarti ketiadaan di pentas bumi ini. 29 Ayat-ayat al-Qur`ân dan Hadis Nabi menunjukkan bahwa al-maut
bukanlah ketiadaan hidup secara mutlak, tetapi ia adalah ketiadaan hidup di dunia, dalam arti bahwa manusia yang meninggal pada hakikatnya masih tetap hidup di alam lain dan dengan cara yang tidak dapat diketahui sepenuhnya, sebagaimana ayat:
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki (QS. Âli ‘Imrân: 169)
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya (QS. al-Baqarah: 154)
Melalui ayat Âli ‘Imrân ini, Al-Qur`ân menanggapi cemoohan dan issu kaum munafikin yang diisyaratkan oleh ayat sebelumnya. Ayat ini memberikan informasi bahwa keadaan mereka yang gugur di jalan Allah, mempertahankan atau memperjuangkan nilai-nilai Ilahi. Janganlah engkau yakin bahwa mereka telah mati dan punah, sekarang ini bahkan mereka itu hidup dengan kehidupan yang berbeda dengan kehidupan manusia yang masih hidup di dunia, karena hidup mereka di sisi Tuhan
29 Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`ân, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), cet.ke-3, vol. 14, hal. 343. Imam Abû ‘Abdillâh Muhammad ibn Ahmad al-Anshârî al-Qurthûbî,
al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, (Bairut: Dâr Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), Juz. 18, h. 562 al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, (Bairut: Dâr Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), Juz. 18, h. 562
perjuangan mereka dan kebesaran serta kemurahan Allah SWT. 30
Kematian, yang dikenal sebagai berpisahnya ruh dari badan, merupakan sebab yang mengantar manusia menuju kenikmatan abadi. Kematian adalah perpindahan dari satu negeri ke negeri yang lain, sebagaimana diriwayatkan bahwa, “Sesungguhnya kalian diciptakan
untuk hidup abadi, tetapi kalian harus berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain sehingga kalian menetap di satu tempat”. 31
Imam Bukhârî meriwayatkan melalui sahabat Nabi al-Barrâ’, bahwa Rasulullah SAW bersabda ketika putra beliau, Ibrâhîm, meninggal dunia, “Sesungguhnya untuk dia (Ibrâhîm) ada seseorang yang menyusukannya
di surga”.
Al-maut dalam pengertian ini, terdapat dalam banyak ayat, pada bab tiga akan dijelaskan bahwa al-maut adalah hanya pintu dan setiap manusia pasti memasukinya, dan setelah pintu itu pasti ada rumah yang akan dihuni selamanya.
Oleh karena itu, sangat tepat penggunaan bahasa Indonesia kepada seseorang yang telah dijemput al-maut dengan ucapan “meninggal dunia”, karena pada hakekatnya ia tidak binasa bersama jasadnya dalam
30 Shihab, Tafsir al-Mishbah…, hal. 276 31 Shihab, Wawasan al-Qur`ân…, hal. 73 32 Muhammad ibn Ismâ’îl ibn al-Mughîrah al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, (Kairo: Maktabah
al-Syurûq, 2003), jilid 5, h. 177 al-Syurûq, 2003), jilid 5, h. 177
jiwa itu dari badan dan keluarnya dari sana. 33