Taubat 8 Sebelum Sakaratul Maut

1. Taubat 8 Sebelum Sakaratul Maut

Islam tidak menutup pintu bagi laki-laki dan wanita yang berdosa, dan tidak mengusir mereka dari masyarakat jika mereka ingin kembali kepada mereka dengan keadaan yang bersih dan bertaubat. Islam justru merentangkan jalan bagi mereka untuk menempuh jalan itu. Bahkan, demikian semangatnya dorongan Islam, sampai-sampai Allah menjadikan penerimaan taubat mereka –kalau mereka benar-benar tulus—sebagai keharusan bagi-Nya yang ditetapkan-Nya dengan firman-Nya. 9

Taubat merupakan suatu kemudahan yang diberikan Allah kepada seorang hamba sebelum ajal datang kepadanya, yaitu ketika ruh sampai di kerongkongan dan urat tali jantung telah putus (saat ruh naik dari dada ke kerongkongan). Oleh sebab itu, seseorang wajib bertaubat sebelum ajal datang dan sebelum ruh sampai di kerongkongannya, seperti perkataan Allah dalam firman-Nya:

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Nisâ`:17)

Ibn ‘Abbâs ra. dan al-Sudi berkata, "Makna kata min qarîb adalah: sebelum datang penyakit dan kematian." Sedangkan menurut pendapat

8 Taubat adalah kembalinya seorang hamba kepada Allah, dan menjauhkan diri dari jalan yang dimurkai dan sesat. Hal ini tidak akan tercapai kecuali dengan hidayah Allah kepada jalan yang

lurus, hidayah-Nya pun tidak akan diperoleh kecuali dengan pertolongan dan mentauhidkan-Nya. Hal ini telah tersusun baik dalam surat al-Fâtihah. Lihat Ibrâhîm Muhammad Jamâl, al-Hayâh ba’da al- Maut, (Beirut: Dâr al-Kitab al-‘Arabi, tt), hal.28

9 Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur’ân, (Cairo, Dâr al-Syurûq, 1992), jil. 2, h.159

Abû Mujalaz, al-Dhahak, 'Ikrimah, Ibn Zaid, dan yang lain, kata min qarîb maksudnya sebelum seseorang dilihat oleh Malaikat Maut. 10

Menurut para ulama, taubat saat melihat malaikat pencabut nyawa adalah sah, karena masih ada harapan dalam diri seseorang yang akan meninggal, sebagaimana sahnya penyesalan dan keinginan untuk meninggalkan perbuatan dosa saat itu.

Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa makna ayat tersebut

adalah: segera bertaubat setelah melakukan perbuatan dosa yang tidak terus menerus. Menyegerakan taubat ketika sehat lebih utama daripada hanya melakukan amal shaleh, apalagi jika kematian hampir

mendekatinya. 11 Dengan demikian maka taubat merupakan kewajiban bagi semua mukmin, berdasarkan firman Allah SWT:

"Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. al-Nûr :31)

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya." (QS. al-Tahrîm :8)

Firman Allah di atas, merupakan perintah untuk segera bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya. Taubat tersebut harus segera dilakukan sebelum datangnya kematian. Hal ini dimaksud agar seseorang

10 Muhammad ibn Ahmad ibn Bakar bin Farrâj al-Anshârî al-Khazraj al-Qurtûbî, al- Tadzkîrah fî Ahwâl al-mautâ wa Umûr al-Âkhirah, edisi Indonesia dengan judul Rahasia Kematian,

Alam Akhirat dan Kiamat, alih bahasa oleh Abdur Rosyad Shiddiq, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004), Cet.II, h. 51

11 Al-Qurtûbî, al-Tadzkîrah..., h. 52 11 Al-Qurtûbî, al-Tadzkîrah..., h. 52

Diriwayatkan dari Jabir ibn Abdillah, bahwa ia mengatakan: Rasulullah pernah memberikan khotbah kepada kami, beliau berkata, "Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah sebelum kalian meninggal, bersegeralah melakukan amal akhirat sebelum kalian disibukkan, perbanyaklah amalan yang dapat menghubungkan dengan Tuhan kalian, dengan banyak dzikir, biasakan bersedekah baik dalam keadaan tersembunyi atau terang-terangan; niscaya kalian akan diberikan rezeki, mendapat pertolongan, dan akan dikayakan." 12

Selanjutnya, ketika sesorang berniat untuk taubat (kembali) kepada Allah dengan memohon ampun dan mengakui kesalahan-kesalahan yang

pernah dilakukannya serta bertekad untuk tidak mengulanginya maka Allah akan menerima taubatnya. Hal dimaksud sesuai dengan Firman- Nya yang berbunyi:

"Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS.al-Baqarah: 160)

Dengan ini jelaslah kiranya bahwa Al-Qur`ân membuka pintu taubat yang menuju ke ruang luas dan terang dengan seluas-luasnya bagi siapa yang benar-benar hendak kembali ke tempat yang damai, dengan tekad serta niat yang kuat dan benar serta diikuti pula dengan amal perbuatannya. Juga dengan mengakui segala kesalahannya yang lalu dan menerangkan kepada siapa pun apa-apa yang telah disembunyikannya.

12 Abû ‘Abdillah ibn Yazîd al-Qazwainî ibn Mâjah, Sunan ibn Mâjah, bâb fardhi al-jumû’ah, (Bairut: Dâr al-Kutub al’Ilmiyyah, tt), juz. 1, h. 343

Kemudian, yakinlah dia akan rahmat dan percaya bahwa taubatnya akan diterima. 13

Menurut al-Qurtûbî menyebutkan bahwa, ada empat hal yang paling penting dan harus diperhatikan dalam melakukan taubat kepada Allah yaitu; menyesal dalam hati, meninggalkan perbuatan maksiat saat itu juga, bertekad tidak akan mengulangi perbuatan maksiat, dan menanamkan sikap malu serta takut pada Allah. 14

Apabila syarat-syarat taubat yang dijelaskan di atas terpenuhi dan selalu dibarengi dengan mengerjakan amal-amal yang shaleh, maka Allah pasti akan menerima taubat orang tersebut, walaupun dosa serta kesalahan setinggi gunung. Sesuai dengan firman-Nya: "Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar." (QS.Thâhâ:82). Diceritakan dari 'Aisyah ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Seorang hamba yang mengakui dosa-dosanya kemudian bertaubat kepada Allah, maka Allah pasti menerima taubat orang tersebut." 15

Selain itu ada hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad yang menjelaskan bahwa orang yang melakukan taubat dengan tulus dan murni serta melakukan perbuatan yang baik maka Allah memberikan anugerah kepadanya. Dari Anas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda, "Jika Allah menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, maka Dia akan melakukan itu kepadanya. "Kemudian beliau ditanya, "Bagaimana Allah

13 Quthb, Fî Zhilâl al-Qu`ân, jil. 1, h. 269 14 al-Qurtûbî, al-Tadzkîrah…, h. 52 15 al-Qurtûbî, Al-Tadzkîrah..., h.55 13 Quthb, Fî Zhilâl al-Qu`ân, jil. 1, h. 269 14 al-Qurtûbî, al-Tadzkîrah…, h. 52 15 al-Qurtûbî, Al-Tadzkîrah..., h.55

Sebagai penutup dari pembahasan tentang taubat ini, Al-Qur`ân telah menggariskan bahwa taubat selalu terbuka sampai ajal menjemput. Sebagaimana firman-Nya:

Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima taubat) orang- orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih (QS. al-Nisâ`: 18)

Melalui ayat ini dijelaskan batas akhir waktu penolakan taubat serta dampak dari penolakan tersebut, yaitu dengan menyatakan bahwa: tidaklah taubat yakni pengampunan dosa itu diberikan Allah untuk orang-orang yang mengerjakan kejahatan-kejahatan, yakni kedurhakaannya terus-menerus silih berganti tanpa penyesalan, hingga apabila datang kepada seseorang di antara mereka itu kematian, yakni sesaat sebelum keluarnya ruh dari jasad yang biasa ditandai dengan bunyi “gher” barulah ia mengatakan: “Sesungguhnya aku bertaubat sekarang.” Dan tidak pula ada pemberian pengampunan untuk orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran, yakni kematiaannya membawa serta

16 Abû ‘Isâ Muhammad ibn ‘Isâ ibn Saurah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, (Baerut: Dâr al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000), juz 3, no. 2142, h. 194 16 Abû ‘Isâ Muhammad ibn ‘Isâ ibn Saurah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, (Baerut: Dâr al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000), juz 3, no. 2142, h. 194