Bertakwa dan Bertawakkal (Berserah Diri)

4. Bertakwa dan Bertawakkal (Berserah Diri)

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar- benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (QS. `Âli ‘Imrân: 102)

Perintah untuk bertakwa dengan sebenar-benarnya dan mati dalam keadaan menjaga keislaman (berserah diri), mengisyaratkan hubungan antara prestasi hidup dan bobot kematian yang dikehendaki al-Qur`ân .

Semakin berkualitas ketakwaan seorang hamba yang mu’min, maka semakin berbobot keislamannya saat maut menjemputnya. Ini ketetapan dan sunatullah, sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Takwa merupakan pangkal dari ketaatan orang-orang yang beragama. Ketaatan tersebut diaplikasikan dengan menjalankan perintah Allah SWT. dan menjauhi segala macam yang dilarang oleh-Nya. Hal ini mengindikasikan bahwa, ketika seseorang bertakwa kepada Allah SWT berarti telah mengabdikan dirinya hanya kepada-Nya. Sedangkan pegabdian diri sepenuhnya berarti ia telah bertawakkal kepada Allah SWT. Selanjutnya, dengan dua modal tersebut seseorang akan mendapatkan kemudahan dan keberuntungan baik di dunia dan akhirat. Dalam hal ini Allah SWT. berfirman:

"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS. al-Thalâq: 2-3)

Menurut Ahmad Mushthafâ al-Marâghî, di dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa takwa merupakan pokok dari segala urusan di sisi Allah Menurut Ahmad Mushthafâ al-Marâghî, di dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa takwa merupakan pokok dari segala urusan di sisi Allah

Setelah Allah menjelaskan akibat yang akan didapat bagi orang-orang yang bertakwa, kemudian pada ayat selanjutnya Allah SWT menjelaskan orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Ini artinya, hal tersebut

menunjukkan adanya munasâbah (keterkaitan) antara takwa dan tawakkal. Yakni, ketika seseorang sudah melakukan takwa yang sebenar-benarnya maka hal itu tentu lebih tepat dibarengi dengan kepasrahan hanya kepada Allah SWT. Yakni menggantungkan segala urusan hanya kepada-Nya.

Dan barangsiapa yang menyerahkan urusannya kepada Allah dan memasrahkan kebebasannya kepada-Nya, maka Dia akan mencukupinya dalam hal yang menyulitkannya di dunia dan akhirat. Maksudnya, hamba itu mengambil sebab-sebab yang dijadikan Allah, termasuk Sunnah-sunnah-Nya dalam kehidupan ini, dan menunaikan dengan cara yang sebaik-baiknya, kemudian menyerahkan urusannya kepada Allah dalam sebab-sebab yang tidak diketahuinya dan tidak ia capai pengetahuannya. 38

Yang dimaksud, bukanlah ia melemparkan urusan ke tempat sampah, meninggalkan usaha dan kerja serta menyerahkannya kepada Allah. Ini bukan perintah agama berdasarkan firman-Nya:

38 al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî ,vol. 28, h.238 Quthb, Fî Zhilâl al-Qur`ân,jil.10, h.165

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang" (QS. al-Anfâl: 60)

Dalam hal tawakkal ini, Rasulullah SAW. memperjelasnya dalam sebuah hadis, yaitu sabdanya: “Kalaulah kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar

tawakal, pasti kalian diberi rizki sebagaimana burung diberi rizki, ia terbang bagi hari dengan tembolok kosong, dan kembali sore hari dengan tembolok yang penuh dengan makanan. 39

Kemudian, Allah menyebutkan sebab wajib bertawakkal kepada-Nya.

Firman-Nya:

"Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."

Sesungguhnya Allah pasti melaksanakan hukum-hukum-Nya pada makhluk menurut apa yang dikehendaki Allah. Dan Allah telah membuat untuk segala sesuatu, ketentuan dan waktu. Maka, janganlah kamu bersedih, wahai orang Mu'min, bila kamu ketinggalan sesuatu yang kamu inginkan dan kamu harapkan, karena segala sesuatu itu bergantung pada waktu dan ditentukan dengan ketentuan yang khusus, sebagaimana difirmankan:

"Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya." (QS. al-Ra’d: 8) Ayat di bawah ini menjelaskan bahwa, hanya kepada Allah-lah

semuanya berserah diri (tawakkal). Firman Allah:

39 !al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, juz 3, h. 304

"Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati", (QS. Al-Furqân: 58)

Menurut Sayyid Quthb, bahwa seluruh apa yang selain Allah adalah mati, karena semuanya akan mati, sehingga hanya Dialah Allah Yang Maha Hidup dan tak mati. Sebab itu, menyandarkan diri kepada makhluk yang mati, yang nantinya akan mati, baik berusia panjang maupun pendek, berarti bersandar kepada sandaran yang rapuh, dan kepada bayangan yang lenyap. Maka, seharusnya kita hanya bertawakkal kepada

Allah yang Maha Hidup Abadi dan tak pernah lenyap. 40