Perempuan Sebagai Partner laki-laki

4. Perempuan Sebagai Partner laki-laki

Segala sesuatu diciptakan Allah berpasang-pasangan (Q., S. al- Dzâriyyât/51: 49). Ada siang ada malam, ada dunia ada akhirat, ada surga ada neraka, ada jantan dan ada betina, demikian seterusnya, itulah ciri makhluk, hanya Dia yang Maha Esa, (laisa kamitslihi syaiun) "Tidak ada yang seperti-seperti- Nya" (Q., S. al-Syûra/42: 11), apalagi yang seperti Dia, dan lebih-lebih wujud dua Tuhan.

Manusia terdiri dari dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan (Q., S. al- Hujarât/49: 13). Perbedaan jenis kelamin manusia ini adalah suatu kenyataan sekaligus keniscayaan, ia harus dipahami sekaligus dihadapi dan diterima serta dimanfaatkan. Laki-laki harus menyadari bahwa ada jenis kelamin lain, yakni perempuan yang wajar mendampinginya demi ketenangan dan kebahagiaan hidup serta kelanjutan jenis manusia. Demikian juga halnya dengan perempuan.

79 Lihat Ibn Jarîr al-Thabarî, Jâmi' al-Bayân fî Tafsîr al-Qur'ân, jil. ke-3, h 489-493.

Al-Qur'ân menjelaskan, bahwa dalam menunjang tugasnya sebagai hamba dan khalîfah di muka bumi, Allah berikan untuk kaum laki-laki para wanita sebagai partner dalam hidup di dunia ini untuk menuju kehidupan kekal abadi kelak di akhirat. Al-Qur’ân menegaskan bahwa antara laki-laki dan perempuan sama-sama mendapat kedudukan mulia di sisi Allah (Q., S. al-Isrâ'/17: 70).

Laki-laki dan perempuan banyak memiliki perbedaan, baik disebabkan oleh perbedaan budaya atau pengalaman sejarah yang telah berlangsung sedemikian lama, maupun perbedaan kodrati yang telah terbawa oleh masing- masing sejak kelahirannya. Kalau yang pertama memungkinkan saja untuk diubah, maka yang kedua yang merupakan bawaan kodrati, tidak mungkin dapat diubah, kalaupun dipaksakan, maka akan lahir jenis yang bukan laki-laki dan

bukan pula perempuan. 80 Perbedaan fisik telah tampak sejak manusia lahir dan dari hari ke hari

semakin jelas perbedaan itu, sampai saat kematangan seksual. Rambut perempuan panjang dan halus, tidak mengalami kebotakan, sedang rambut laki-laki tumbuh di dagu menjadi jenggot dan di atas bibir atasnya (kumis) dan tidak jarang pula, dengan lebatnya tampak pada alis, telinga dan hidungnya, serta di pundak dan dadanya. Kerongkongan laki-laki lebih menonjol, sedang pinggul perempuan lebih luas daripada bahunya. Ini membantu perempuan ketika hamil dan melahirkan.

Quraish Shihab memaparkkan, bahwa para pakar menemukan badan perempuan lebih mirip dengan bayi, atau dengan kata lain "perempuan adalah bayi besar," suaranya lembut seperti anak-anak, kulitnya pun halus seperti mereka, biasanya lelaki lebih berat dan kuat ototnya daripada perempuan, sedang perempuan melebihi lelaki dalam proses pertumbuhan walau sebelum kelahirannya, karena itu masa kandung janin perempuan lebih pendek dari janin

80 Quraish Shihab, Penganten al-Qur'ân: Kalung Permata Buat Anak-anaku, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 13 80 Quraish Shihab, Penganten al-Qur'ân: Kalung Permata Buat Anak-anaku, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 13

Betapa Allah Swt mengatur kodrat masing-masing seperti itu dalam rangka menunjang keberpasangan laki-laki dan perempuan serta menyukseskan tugas yang berada di pundak mareka. Rambut yang halus atau tebal, tumbuh dan lebatnya di tempat-tempat tertentu, dapat menjadi perangsang bagi masing- masing, sedang pinggul yang berbeda itu, diciptakan sedemikian rupa untuk tujuan tertentu pula.

Dalam bukunya (yang diterjemahkan oleh Abu al-Zahrâ' al-Najaf ke dalam bahasa Arab) Nizhâm Huqûq al-Mar'ah, Murtadha Muthahhari mengungkapkan bahwa secara umum lelaki lebih cenderung pada olah raga, berburu, dan pekerjaan yang melibatkan gerakan dibanding perempuan. Lelaki secara umum cenderung pada tantangan dan perkelahian, sedangkan perempuan cenderung pada kedamaian dan keramahan. Lelaki lebih agresif dan suka ribut, sementara perempuan lebih tenang dan tenteram. Perempuan lebih cenderung untuk menghindari penggunaan kekerasan terhadap dirinya atau orang lain. Karena itu, jumlah perempuan yang bunuh diri lebih sedikit daripada jumlah lelaki, dan caranya pun berbeda. Biasanya lelaki menggunakan cara yang lebih keras—pistol, tali gantungan, atau meloncat dari ketinggian—sementara perempuan menggunakan obat tidur, racun, dan semacamnya.

Bukan hanya itu perbedaannya. Kebutuhan kalsium bagi perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Karena itu biasanya perempuan langsung jatuh pingsan bila terjadi kekurangan kadar gula atau kalsium yang mendadak. Kalsium yang lebih banyak itu, karena mereka membutuhkannya saat kehamilan dan sesudahnya agar dapat mennyuplai payudara dengan air susu. Ini berarti—kata ahlinya—perempuan dapat membutuhkan lebih banyak kalsium pada waktu- waktu tertentu dibanding dengan waktu yang lain, sehingga pada saat mereka

81 Quraish Shihab, Penganten al-Qur'ân, h. 13 81 Quraish Shihab, Penganten al-Qur'ân, h. 13

Di samping memiliki perbedaan, antara laki-laki dan perempuan juga mempunyai berbagai persamaan. Mereka sama dalam kemanusiaan, sama dalam asal kejadian yaitu dari Âdam, sama dalam hak-hak sipil mereka. Perempuan boleh menjual, membeli, kawin, mengawinkan (dirinya) sendiri, 82 menjadi hakim dan saksi, menjadi imam shalat, 83 dan masih banyak lainnya.

Laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki perasaan yang mereka upayakan untuk diperhatikan dan tidak dilukai. Laki-laki dan perempuan ingin dan berhak memperoleh penghormatan yang wajar, bahkan semua senang untuk mendapat penghargaan dan pujian dan enggan diperlakukan sebagai barang atau binatang. Masing-masing memiliki keinginan untuk menentukan dan meraih apa yang dianggapnya baik, dan untuk itu masing-masing memerlukan kebebasan yang bertanggungjawab untuk meraihnya.

Masing-masing membawa dalam dirinya potensi cinta sejati. Sehingga masing-masing dapat memberi dan menerima cinta sejati. Walaupun terdapat perbedaan kodrati dalam bidang seks, baik dan segi perhatian atau kegiatan seksual dan masanya, maupun dari segi respons dan dampak-dampaknya, namun harus diakui bahwa keduanya membutuhkannya. Kita sering melihat gembok (induk kunci) dengan kuncinya. Keduanya berbeda, tetapi masing-masing tidak dapat berdiri sendiri. Hanya kalau keduanya ada secara bersamaan dan bersesuaian baru ia dapat berfungsi. Jika keduanya ada, tetapi tidak bersesuaian, maka jangan harap dia berfungsi, sekalipun tersedia puluhan anak kunci dengan

82 Ini dalam pandangan madzhan Abû Hanîfah 83 Ini pendapat al-Thabarî (839-923 M/224-310 H), Abû Tsaur (w. 240 H) dan Imâm al-

Muzanî (175-264 H/792-878 M). Lihat Abû al-Walîd Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd al-Qurthubî al-Andalusî, Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtashid, jil. ke-1, h. 123; Lihat juga Syarafuddîn al-Nawâwî, al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, tt), jil ke-4, h. 125-126 Muzanî (175-264 H/792-878 M). Lihat Abû al-Walîd Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd al-Qurthubî al-Andalusî, Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtashid, jil. ke-1, h. 123; Lihat juga Syarafuddîn al-Nawâwî, al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, tt), jil ke-4, h. 125-126

Tetapi harus diingat bahwa saling membantu dan melengkapi seperti yang dikemukan di atas, bukan berarti bahwa perempuan mendesak lelaki sehingga mengambil alih porsi dan kewajibannya. Jika seorang suami bekerja, mencari nafkah dan berhasil meraihnya, dan istri juga bekerja maka dalam kondisi seperti ini istri tidak berkewajiban memberikan penghasilannya kepada suami, karena itu adalah tanggung jawab suami. Sebaliknya, jika suami bekerja mencari nafkah dan istri mengarahkan pandangan yang lebih banyak kepada rumah hingga dan pendidikan nnak-anaknya, maka apa yang dilakukannya ketika itu merupakan salah satu bentuk dari saling bantu dan saling melengkapi untuk satu fungsi yang harus diemban bersama.

Bantu-membantu dan saling melengkapi juga mengandung arti saling memerhatikan, dalam arti suami memerhatikan istrinya dan istri pun memerhatikan suaminya, sehingga terjalin kerjasama dalam mencapai hasil terbaik dengan memanfaatkan perbedaan itu. Jika seorang perempuan bekerja dan bersaing dengan seorang lelaki dalam bidang pekerjaan untuk mencapai sukses masing-masing, maka ketika mereka kawin, persaingan itu luluh digantikan oleh kerjasama tanpa persaingan, bukan demi mencapai sukses masing-masing, tetapi sukses bersama. Karena itu pula apa yang dikemukakan di atas, tidak menjadikan salah satu di antara suami atau istri, harus menjadi "pengikut" atau "penurut" tanpa alasan yang benar, baik alasan logika maupun alasan agama.

Meskipun antara laki-laki dan perempuan memiliki berbagai perbedaan, namun mereka tetap sama di hadapan Allah, hanya nilai ketaqwaan saja yang membedakannya. Adapun ayat yang menegaskan bahwa: "para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (isteri) (Q., S. al-Nisâ'/4: 34), namun kepemimpinan ini tidak boleh mengantarkannya kepada kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi al-Qur'ân memerintahkan untuk tolong-menolong antara laki- laki dan perempuan dan dari sisi lain al-Qur'ân juga memerintahkan supaya suami Meskipun antara laki-laki dan perempuan memiliki berbagai perbedaan, namun mereka tetap sama di hadapan Allah, hanya nilai ketaqwaan saja yang membedakannya. Adapun ayat yang menegaskan bahwa: "para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (isteri) (Q., S. al-Nisâ'/4: 34), namun kepemimpinan ini tidak boleh mengantarkannya kepada kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi al-Qur'ân memerintahkan untuk tolong-menolong antara laki- laki dan perempuan dan dari sisi lain al-Qur'ân juga memerintahkan supaya suami

Derajat tersebut adalah kelapangan dada suami terhadap isterinya untuk meringankan sebagian kewajiban isteri, karena itu ditulis oleh al-Thabarî (175- 264 H/792-878 M) bahwa meskipun ayat ini disusun dalam redaksi berita, namun maksudnya adalah anjuran bagi para suami untuk memperlakukan isterinya dengan sifat terpuji, agar mereka dapat memperoleh derajat itu. Keberhasilan perkawinan tidak tercapai kecuali jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Suami berkewajiban memperhatikan hak dan kepentingan isterinya, isteripun berkewajiban mendengar dan mengikutinya, tetapi di sisi lain isteri berhak mencari yang terbaik ketika melakukan diskusi. Demikian lebih kurang

tulis Fakhruddîn al-Râzî (544-606 H/1150-1210 M). 84 Al-Qur'ân secara tegas menyatakan bahwa laki-laki bertanggungjawab

untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena itu, laki-laki yang tidak memiliki kemampuan material dianjurkan untuk menangguhkan perkawinan. 85

Namun bila perkawinan telah terjalin dan penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan keluarga, maka atas dasar anjuran tolong-menolong yang dikemukakan di atas, isteri hendaknya dapat membantu suaminya untuk menambah penghasilan.

84 Abû 'Abdillah Fakhruddîn Muhammad ibn 'Umar ibn Hasan ibn al-Husain al-Tamîmî al- Râzî, Mafâtih al-Ghaib, jil- ke-, h.

85 Lihat Abû al-Qâsim Sulaiman ibn Ahmad al-Thabrânî, al-Mu'jam al-Ausath, ditahqîq oleh Thâriq ibn 'Iwadullah ibn Muhammad al-Hasanî(Cairo: Dâr al-Haramain, 1415 H), jil. ke-5, h. 103.

Hadîts tersebut antaralain berbunyi:

ﻦـﻋ ﺪﻳ ﺰ ﻳ ﻦﺑ ﻦﲪﺮ ﻟ ﺍ ﺪﺒ ﻋ ﻦﻋ ﲑﻤﻋ ﻦﺑ ﺓ ﺭ ﺎﻤﻋ ﻦﻋ ﺶﻤﻋﻻﺍ ﻦﻋ ﻥﺎﻴ ﻔ ﺳ ﺎﻨ ﺛ ﺪﺣ ﻝﺎﻗ ﺪﲪﺃ ﻮﺑ ﺃ ﺎﻨ ﺛ ﺪﺣ ﻝﺎﻗ ﻥﻼﻴ ﻏ ﻦﺑ ﺩﻮﻤﳏ ﺄ ﺒ ﻧ ﺃ ﻢﻜﻴ ـﻠ ﻋ ﺏ ﺎﺒ ﺸـﻟ ﺍ ﺮ ﺸﻌ ﻣ ﺎﻳ ] : ﻝﺎﻘ ﻓ ﺊﺷ ﻰﻠ ﻋﺭ ﺪﻘ ﻧ ﻻ ﺏ ﺎﺒ ﺷ ﻦﳓﻭ ﻢﻠ ﺳﻭ ﻪ ﻴ ﻠ ﻋ ﷲﺍ ﻰﻠ ﺻ ﷲﺍ ﻝﻮﺳﺭ ﻊﻣ ﺎﻨ ﺟﺮ ﺧ ﻝﺎﻗ ﷲﺍ ﺪﺒ ﻋ [ ﺀ ﺎﺟﻭ ﻪ ﻟ ﻪ ﻧ ﺈﻓ ﻡ ﻮﺼﻟ ﺎﺑ ﻪ ﻴ ﻠ ﻌ ﻓ ﻊﻄﺘ ﺴﻳ ﱂ ﻦﻤﻓ ﺝﺮ ﻔ ﻠ ﻟ ﻦﺼﺣﺃ ﻭﺮ ﺼﺒ ﻠ ﻟ ﺾﻏﺃ ﻪ ﻧ ﺈﻓ ﺓ ﺀ ﺎﺒ ﻟ ﺎﺑ

Jika demikian halnya, maka pada hakekatnya hubungan suami dan isteri, laki-laki dan perempuan adalah hubungan kemitraan. Dari dapat dimengerti mengapa ayat-ayat al-Qur'ân menggambarkan hubungan laki-laki dan perempuan suami dan isteri sebagai hubungan yang saling menyempurnakan yang tidak dapat terpenuhi kecuali atas dasar kemitraan. Hal ini diungkapkan al-Qur'ân dengan istilah "ba'dhukum min ba'dh", Sebahagian kamu (laki-laki) adalah sebagian dari yang lain (perempuan). Istilah ini atau semacamnya dikemukakan dalam al- Qur'ân baik dalam kontek uraiannya tentang asal kejadian laki-laki dan perempuan (Q., S. Âli 'Imrân/3: 195), maupun dalam kontek hubungan suami isteri (Q., S. al-Nisâ'/4: 21), serta kegiatan sosial (Q., S. al-Taubah/9: 71). Bahkan kemitraan dalam hubungan suami dinyatakannya sebagai kebutuhan timbal balik "Isteri-isteri kamu adalah pakaian untuk kami (para suami) dam kamu adalah pakaian untuk mereka" (Q., S. al-Baqarah/2: 187), sedangkan dalam kegiatan sosial digariskan al-Qur'ân: "Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'rûf, mencegah yang munkar" (Q., S. al-Taubah/9: 71).

Pengertian "menyuruh mengadakan yang ma'rûf" mencakup segala segi perbaikan dalam kehidupan, termasuk, memberi nasehat/saran kepada penguasa, sehingga dengan demikian, setiap laki-laki dan perempuan hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar mampu menjalankan fungsi tersebut atas dasar pengetahuan yang mantap. Mengingkari pesan ayat ini, bukan saja mengabaikan setengah potensi masyarakat, tetapi juga mengabaikan petunjuk Kitab suci.

Dalam Injil, laki-laki ciptakan menurut citra Allah. Hawa diciptakan untuk menjadi "pendamping" Âdam. Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Âdam, dan Allah-lah yang menamai Âdam, tetapi tidak dengan Hawa. Injil senantiasa menyebut Hawa sebagai "isterinya". Âdam-lah yang pertama kali yang mendefinisikan jenis kelamin Hawa sebagai "wanita" (2: 23), lalu memberinya Dalam Injil, laki-laki ciptakan menurut citra Allah. Hawa diciptakan untuk menjadi "pendamping" Âdam. Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Âdam, dan Allah-lah yang menamai Âdam, tetapi tidak dengan Hawa. Injil senantiasa menyebut Hawa sebagai "isterinya". Âdam-lah yang pertama kali yang mendefinisikan jenis kelamin Hawa sebagai "wanita" (2: 23), lalu memberinya

Berbeda dengan Injil, al-Qur'ân menegaskan bahwa tujuan penciptaan pasangan ini adalah agar keduanya dapat saling merasakan kasih sayang satu sama lain (Q., S. al-A'râf/7: 189; Q., S. al-Rûm/30: 21) dan, kenyataannya kebutuhan rasa cinta itu memang bersifat timbal balik (Q., S. al-Baqarah/2: 187). Dalam al-Qur'ân, Hawa tidak diberi nama diri mengingat hanya nabi-nabilah yang mempunyai nama, sebagaimana lazimnya. Satu-satunya wanita yang disebutkan namanya adalah Maryam, karena adanya kelahiran luar biasa Isa as. Dalam periwayatan al-Qur'ân tentang Âdam, Hawa disebutkan sebagai "pasanganmu".

Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang keadaan Âdam dan pasangannya di surga sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak dari pasangan ini secara aktif sebagai subyek dengan menggunakan kata ganti dalam bahasa Arab untuk menunjuk dua orang 'humâ', yakni kata ganti untuk Âdam dan Hawa, seperti dalam beberapa ayat berikut: (a) keduanya diciptakan di surga dan mendapatkan fasilitas surga (Q., S. al-Baqarah/2: 35); keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari Setan (Q., S. al-A'râf/7: 20); mereka sama-sama memakan buah Khuldi dan keduanya menerima akibatnya (Q., S. al-A'râf/7: 22); mereka sama-sama memohon ampun, dan sama-sama diperintahkan untuk turun ke bumi (Q., S. al-A'râf/7: 23-24).

Kisah pengusiran pasangan manusia di atas, secara filosofis berakhir dengan satu hikmah pelajaran, i'tibâr yang harus dipetik oleh umat Islam. Setiap manusia bisa saja membangkang karena lalai, kesombongan dan keserakahan. Hal ini adalah kelemahan manusia.

Allah yang menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, amat mengetahui hasil ciptaan-Nya dan atas dasar kekuasaan dan pengetahuan-Nya, Dia menetapkan tugas dan fungsi masing-masing serta menganugerahkan petunjuk dan batas-batas agar manusia dapat mencapai kebahagiaan dalam meme- nuhi tugas-tugasnya.

Memahami perbedaan-perbedaan dan menyadari kesamaan-kesamaan itulah yang mengantar sepasang lelaki dan perempuan menciptakan keluarga harmonis serta masyarakat sejahtera yang pada gilirannya menjadikan jenis manusia mampu mencapai tujuan penciptaannya, sebagai khalîfah di muka bumi sekaligus sebagai hamba Allah swt. []