Makna Bias Jender dalam Penafsiran

1. Makna Bias Jender dalam Penafsiran

Kata jender berasal dari bahasa Inggris yang berarti “jenis kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, jender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa jender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan

perempuan yang berkembang dalam masyarakat. 1 Kata jender jika ditinjau secara terminologis merupakan kata serapan

yang diambil dari bahasa Inggris. 2 Kata jender ini jika dilihat posisinya dari segi

1 Helen Tierney (ed), Women’s Studies Encylopedia, vol. I (New York: Green Wood Press),

h.153.

2 Mengingat istilah jender masih sangat baru dipergunakan dalam blantika perbenda-haraan kata di Indonesia, maka kata tersebut tidak dijumpai dalam kamus-kamus bahasa Indonesia. Namun,

kata ini terus melakukan proses asimilasi dengan bahasa Indonesia. Pengaruh kuat dari sosialisasi dalam masyarakat maka kata tersebut tidak lagi ditulis dengan huruf italik karena sudah seakan-akan dianggap bagian dari bahasa Indonesia, demikian juga dalam penulisan sebagian telah menggunakan kata gender menjadi jender.

struktur bahasa (gramatikal) adalah bentuk nomina (noun) yang menunjuk kepada arti jenis kelamin, sex atau disebut dengan al-jins dalam bahasa Arab. Sehingga jika seseorang menyebut atau bertanya tentang jender maka yang dimaksud adalah jenis kelamin––dengan menggunakan pendekatan bahasa. Kata ini masih terbilang kosa kata baru yang masuk ke dalam khazanah perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Istilah ini menjadi sangat lazim digunakan dalam beberapa dekade terakhir.

Pengertian jender secara terminologis cukup banyak dikemukakan oleh para feminis dan pemerhati perempuan. Julia Cleves Musse dalam bukunya Half the World, Half a Chance mendefinisikan Jender sebagai sebuah peringkat peran yang bisa diibaratkan dengan kostum dan topeng pada sebuah acara pertunjukan

agar orang lain bisa mengidentifikasi bahwa kita adalah feminim atau maskulin. 3 Suke Silverius memberi pengertian tentang jender sebagai pola relasi

hubungan antara laki-laki dan wanita yang dipakai untuk menunjukkan perangkat sosial dalam rangka validitasi dan pelestarian himpunan hubungan-hubungan

4 dalam tatanan sosial. 5 Sedangkan Ivan Illich mendefinisikan jender dengan pembeda-bedaan tempat, waktu, alat-alat, tugas-tugas, bentuk pembicaraan,

tingkah laku dan persepsi yang dikaitkan dengan perempuan dalam budaya sosial. 6 Zaitunah Subhan juga mengemukakan bahwa, yang dimaksud dengan

jender adalah konsep analisis yang dipergunakan untuk menjelaskan sesuatu yang

3 Lihat Julia Cleves Mosse, Half the World, Half a Chance: an Introduction to Gender and Development, terjemahan Hartian Silawati dengan judul Gender dan Pembangunan, cet. I

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 3.

4 Lihat Suke Silberius, Gender dalam Budaya Dehumanisasi dari Proses Humanisasi, Kajian

Dikbud, No. 013, Tahun IV, Juni 1998, http://.www.gender.or.id

5 Illich dianggap sebagai orang yang pertama menggunakan istilah jender dalam analisis ilmiahnya untuk membedakan segala sesuatu di dalam masyarakat yang tidak hanya terbatas pada

penggunaan jenis kelamin semata. Lihat Siti Ruhaini Dzuhayatin, “Gender dalam Persfektif Islam: Studi terhadap Hal-hal yang Menguatkan dan Melemahkan Jender dalam Islam”, dalam Mansour Fakih et al, Membincang Feminisme: Diskursus Gender Perspektif Islam, cet. I (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 23.

6 Ivan Illich, Gender, diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi dengan judul Gender, cet. I

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 3.

didasarkan pada pembedaan laki-laki dan perempuan karena konstruksi sosial budaya. 7

Adapun Pengertian yang lebih kongkrit dan lebih operasioanal dikemukakan oleh Nasaruddin Umar. Ia mengemukakan bahwa jender adalah konsep kultural yang digunakan untuk memberi identifikasi perbedaan dalam hal peran, prilaku dan lain-lain antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di

dalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa sosial. 8 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa jender adalah sebuah konsep

yang dijadikan parameter dalam pengidentifikasian peran laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada pengaruh sosial budaya masyarakat (social contruction) dengan tidak melihat jenis biologis secara equality dan tidak menjadikannya sebagai alat pendiskriminasian salah satu pihak karena pertimbangan yang sifatnya biologis.

Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex & Gender: An Introduction mengartikan jender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki- laki dan perempuan (cultural expectations for women and men). Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat prihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian jender (What a given society defines as

masculine or feminim is a componen of gender). 9 Kata jender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa

Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dengan istilah “jender”. Jender diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin

7 Lihat Zaitunah Subhan, “Gender dalam Perspektif Islam”, dalam jurnal Akademika, vol. 06,

No. 2, Maret, h. 128.

8 Lihat Nasaruddin Umar, “Perspektif Gender dalam Islam”, jurnal Paramadina, Vol. I. No. 1,

Juli–Desember 1998, h. 99.

9 Linda L. Lindsey, Gender Roles a Sociological Perspective (New Jersey: Prentice Hall,

1990), h. 2.

yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tetap bagi laki-laki dan perempuan. 10

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Jender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social contructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati. Jender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih egaliter. Jadi, jender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri. Jender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki. Hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan jender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial, terutama di bidang pendidikan karena bidang inilah diharapkan dapat mendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai segmen kehidupan sosial.

Sedangkan pengertian bias salah satunya adalah: simpangan; atau menyimpang (tentang nilai, ukuran) dari yang sebenarnya. Selanjutnya kata bias adalah semacam prasangka, yakni pendapat yang terbentuk sebelum adanya alasan untuk itu, dalam penelitian ilmiah bias dapat menyelinap ke dalam pengamatan atau penafsiran data eksperimen. Bias ini dapat mengakibatkan kurangnya validitas dan nilai ilmiah dari hasil yang di peroleh.

Dari pengertian bias apabila dihubungkan dengan jender dan penafsiran akan memberikan pemahaman bahwa dalam penafsiran terjadi penyimpangan

10 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Buku III: Pengantar Teknik Analisa Jender,

1992, h. 3.

atau ketimpangan terhadap jenis kelamin perempuan. Dengan demikian, istilah "bias jender dalam penafsiran al-Qur`an", dapat dipahami sebagai suatu bentuk penyimpangan dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur`an, jika diukur berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan jender yang telah digariskan al-Qur`an.