Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

2009 juga memberikan ketentuan yang lebih tegas sehubungan dengan pemberian bantuan hukum dimana bantuan hukum diberikan melalui pos bantuan hukum yang dibentuk pada setiap pengadilan negeri dan diberikan secara cuma-cuma pada setiap tingkat peradilan sampai putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana KUHAP Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menjamin hak setiap orang yang berperkara untuk memperoleh bantuan hukum masih memerlukan pengaturan dalam peraturan pelaksanaannya. Dalam menghadapi kekosongan tersebut, sudah banyak langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah, seperti misalnya dikeluarkannya Pernyataan Bersama Aparat Penegak Hukum Tertinggi 10 November 1978, Instruksi PANGKOPKAMTIB tanggal 27 November 1978 No. INS.03KOPKAMXI1978, dan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.02.UM.0908 Tahun 1980, namun nyatanya semua itu masih belum dapat memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan mengenai pelaksanaan bantuan hukum. Pada masa itu, undang-undang tentang bantuan hukum belum juga diundangkan oleh pemerintah. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, selanjutnya disebut KUHAP, jaminan terhadap pelaksanaan bantuan hukum mencapai titik yang baru. Walaupun KUHAP bukanlah undang-undang yang mengatur khusus mengenai bantuan Universitas Sumatera Utara hukum, namun di dalamnya dimuat ketentuan mengenai bantuan hukum yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. Dalam pasal-pasal KUHAP yang mengatur mengenai bantuan hukum tersebut diatur mengenai hak memperoleh bantuan hukum, saat memberikan bantuan hukum, pengawasan pelaksanaan bantuan hukum, dan wujud dari bantuan hukum, yang akan diuraikan sebagai berikut. a. Hak untuk memperoleh bantuan hukum terdapat dalam Pasal 54, 55, 56, 57, 59, 60, dan 114 KUHAP. Dalam pasal-pasal tersebut secara tegas memberikan jaminan mengenai hak memperoleh bantuan hukum bagi tersangkaterdakwa yang: 1 Melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih; 2 Tidak mampu secara ekonomi yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri. Dalam hal ini, sebelum dimulainya pemeriksaan pertama kali oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepada tersangka mengenai haknya untuk memperoleh bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum. Tidak hanya oleh penyidik, ketentuan ini harus dilaksanakan oleh aparat penegak hukum pada setiap tingkat pemeriksaan. b. Waktu pemberian bantuan hukum diatur dalam Pasal 69 dan 70 ayat 1 yang menentukan bahwa bantuan hukum kepada seseorang yang berperkara sudah diberikan sejak saat ia ditangkap atau ditahan. Dalam hal Universitas Sumatera Utara ini, penasihat hukum pemberi bantuan hukum berhak untuk menghubungi dan berbicara dengan tersangkaterdakwa pada setiap waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. c. Pengawasan pelaksanaan bantuan hukum diatur dalam Pasal 70 ayat 2 sampai ayat 4 dan Pasal 71. Ketentuan ini dimaksudkan agar penasihat hukum benar-benar memanfaatkan hubungan dengan tersangkaterdakwa untuk kepentingan pemeriksaan bukan untuk menyalahgunakan haknya sehingga dapat menimbulkan kesulitan dalam pemeriksaan. d. Wujud bantuan hukum, yang dimaksudkan sebagai tindakan atau perbuatan apa saja yang harus dilakukan oleh penasihat hukum dalam perkara yang dihadapi oleh tersangkaterdakwa, antara lain: 1 Pasal 115, penasihat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan terhadap tersangka oleh penyidik dengan melihat dan mendengarkan, kecuali dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara dimana penasihat hukum hanya dapat melihat tetapi tidak dapat mendengar; 2 Pasal 123, penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan; 3 Pasal 79 jo Pasal 124, penasihat hukum dapat mengajukan permohonan untuk diadakan pra-peradilan mengenai sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan terhadap tersangka; 4 Pasal 79 jo Pasal 95 dan 97, penasihat hukum dapat mengajukan penuntutan ganti kerugian danatau rehabilitasi bagi tersangkaterdakwa yang ditangkap, ditahan, dituntut, diadili atau Universitas Sumatera Utara dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan; 5 Pasal 156, penasihat hukum dapat mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan; 6 Pasal 182, penasihat hukum dapat mengajukan pembelaan; 7 Pasal 233, penasihat hukum dapat mengajukan banding; 8 Pasal 245, penasihat hukum dapat mengajukan kasasi. 118 Konsepsi bantuan hukum yang diatur dalam KUHAP sebenarnya berkembang dari suatu prinsip hukum acara pidana di Amerika Serikat yang dikenal sebagai Miranda Principles. Prinsip ini muncul sebagai respon terhadap kasus Miranda v. Arizona pada tahun 1966 yang menekankan pada perlindungan hak tersangkaterdakwa. Bagian terkhusus dari Miranda Principles, yakni Miranda Rule, mengharuskan dalam hal seorang tersangka tidak mampu menyediakan Penasihat Hukumnya sendiri, maka ia berhak untuk disediakan Penasihat Hukum oleh negara. Prinsip yang serupa kemudian diadopsi dalam KUHAP di Indonesia. 119 Seiring berjalannya waktu, kemudian disadari bahwa masih ada ketidaksempurnaan dalam ketentuan-ketentuan KUHAP. Misalnya, ketentuan Pasal 115 yang hanya memberikan hak yang bersifat fakultatif dan pasif kepada 118 Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Op. cit., hlm. 42, et seq. 119 Frans Hendra Winata, Bantuan Hukum – Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, Op. cit., hlm. 91. Universitas Sumatera Utara penasihat hukum dalam mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan di hadapan instansi penyidik. Selain itu, sebagaimana halnya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, KUHAP tidak memberikan definisi yang jelas mengenai bantuan hukum. Kekurangan lainnya, dalam KUHAP tidak dijelaskan siapakah penasihat hukum yang berhak memberi bantuan hukum, hanya disebutkan secara sepintas bahwa penasihat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang untuk memberikan bantuan hukum. Mengingat bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat belum diundangkan ketika itu, maka timbul pertanyaan apakah penasihat hukum harus berasal dari kalangan advokat atau pokrol dan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang yang manakah bagi penasihat hukum untuk dapat memberikan bantuan hukum karena pada masa itu belum ada pengaturan mengenai syarat-syarat menjadi seorang penasihat hukum sampai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Menurut M. Yahya Harahap, ketentuan KUHAP mengenai penasihat hukum secara harfiah lebih condong pada pengertian legal assistance. Dalam KUHAP sendiri, yang kira-kira mendekati ide pemberian bantuan hukum cuma-cuma kepada mereka yang tidak mampu hanya ditemukan dalam Pasal 56. Meskipun demikian, dalam prakteknya masih saja ada oknum penegak hukum yang mengabaikan ketentuan Pasal 56 KUHAP. Akibatnya, banyak tersangkaterdakwa yang dihukum tanpa proses hukum yang adil due process of law dan tidak mendapatkan penasihat hukum. Universitas Sumatera Utara Kekurangan-kekurangan tersebut menunjukkan bahwa KUHAP masih belum memadai dan belum dekat sekali dengan masyarakat miskin yang memerlukan pelayanan bantuan hukum. 120 Oleh karena itu, adalah hal yang sangat mendesak dan penting bagi pemerintah untuk mengadakan revisi terhadap KUHAP sehingga dapat melindungi kepentingan masyarakat, terutama yang miskin yang berhadapan dengan hukum.

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat jo Peraturan

Dokumen yang terkait

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

2 53 120

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

0 15 87

PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM KEPADA ORANG YANG TIDAK MAMPU SETELAH DIUNDANGKANNYA UNDANG-UNDANG BANTUAN HUKUM NOMOR 16 TAHUN 2011.

0 2 22

PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA TERHADAP PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA TERHADAP MASYARAKAT MISKIN PADA PERADILAN PIDANA.

0 2 11

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

0 0 9

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

0 0 1

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

0 0 28

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

0 0 26

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

0 0 2

PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM MAKASSAR DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

0 0 93