mengubah pola hubungan poleksos yang sama sekali tidak menguntungkan mayoritas miskin, bahkan konflik-konflik spasial.”
61
Konsep bantuan hukum yang bersifat struktural, walaupun sampai saat ini masih tetap aktual dan berlaku, masih memerlukan perombakan agar dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat yang bersifat dinamis. Sebagaimana yang dikatakan oleh T. Mulya Lubis, bantuan hukum saja tidaklah cukup. Malah
bantuan hukum struktural pun tidaklah cukup. Ini barulah suatu kerja awal daari serangkaian pekerjaan yang harus dilakukan secara simultan di segala bidang.
Yang penting yang harus diingat dan diperjuangkan di sini adalah agar kepada rakyat miskin mayoritas yang berada di Pinggiran harus dikembalikan hak-hak
dasar mereka akan sumber-sumber daya politik, ekonomi, teknologi, informasi, dan sebagainya agar mereka bisa menentukan masyarakat bagaimana yang
mereka kehendaki.
62
C. Ruang Lingkup dan Jenis-Jenis Bantuan Hukum
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, sebelum berkembangnya konsep bantuan hukum struktural, konsep bantuan hukum yang ada belum mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat miskin yang ada di Indonesia. Dengan demikian, ruang lingkup pemberian bantuan hukum yang tercakup ketika itu juga
terbatas, yakni hanya pada kegiatan yuridis semata sebagaimana yang dianggap oleh beberapa praktisi dan teoritisi hukum di Indonesia.
61
Mulyana W. Kusumah, “ Beberapa Masalah Sekitar Bantuan Hukum Struktural” oleh
Mulyana W. Kusumah, sebagaimana dimuat dalam Abdul Hakim dan Mulyana W. Kusumah, Op.
cit., hlm. 39.
62
T. Mulya Lubis, Op. cit., hlm. 52.
Universitas Sumatera Utara
Soerjono Soekanto, sebagai contoh, mengemukakan bahwa pemberian bantuan hukum mencakup kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut.
1. Pemberian informasi hukum, misalnya, memberitahukan kepada seorang
pegawai negeri tentang hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai pegawai negeri;
2. Pemberian nasihat hukum, misalnya, menjelaskan apa yang harus dilakukan
seseorang yang akan membeli rumah atau tanah; 3.
Pemberian jasa hukum, misalnya, membantu seseorang untuk menyusun surat gugatan;
4. Bimbingan, yaitu pemberian jasa secara kontinyu;
5. Memberikan jasa perantara, misalnya menghubungkan warga masyarakat
dengan instansi-instansi tertentu yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum yang dihadapinya;
6. Menjadi kuasa warga masyarakat di dalam atau di luar pengadilan.
63
Seiring dengan berkembangnya konsep bantuan hukum struktural, ruang lingkup bantuan hukum yang berkembang dan dianggap tepat untuk mencapai
keadilan dan persamaan di muka hukum adalah bantuan hukum dalam arti luas. Dalam sebuah lokakarya yang diselenggarakan oleh LKBH Fakultas
Hukum Universitas Indonesia dan Lembaga Bantuan Hukum DKI Jaya bulan November 1978, ruang lingkup kegiatan bantuan hukum disepakati bukan semata-
mata terbatas pada pembelaan di dalam proses peradilan saja, akan tetapi juga mencakup pembelaan di luar pengadilan, konsultasi, penyuluhan dan pendidikan
63
Soerjono Soekanto, Op. cit., hlm. 48.
Universitas Sumatera Utara
hukum, penelitian, rekomendasi dan penyebaran gagasan-gagasan, serta upaya- upaya
law reform. Akan halnya penerima bantuan hukum, kriterianya adalah meliputi perorangan, badan, atau kelompok-kelompok sosial yang tidak mampu.
Bantuan hukum dalam pengertian demikian diungkapkan oleh Prof. Earl Johnson akan mencakup kegiatan-kegiatan, antara lain sebagai berikut.
1. Social rescue, dalam arti bantuan hukum yang mencakup partisipasi dalam
usaha-usaha pelayanan sosial yang terkoordinir guna menyelamatkan unit-unti keluarga yang berpendapatan rendah dari kemiskinan;
2. Pengembangan ekonomi, yakni usaha-usaha guna menciptakan sarana-sarana
yang dapat menambah penghasilan masyarakat berpendapatan rendah; 3.
Pengorganisasian komunitas, yakni usaha-usaha dan pengarahan untuk mengorganisir masyarakat miskin menjadi kelompok-kelompok yang mampu
bicara dalam bidang politik dan ekonomi; 4.
Pembaharuan hukum, pengujian perundang-undangan, dan cara-cara serta usaha-usaha lain untuk melakukan pelbagai pembaharuan ataupun perubahan
perundang-undangan.
64
Lebih jauh lagi, Seton Pollock memasukkan ke dalam ruang lingkup bantuan hukum ini bentuk-bentuk pelayanan hukum
legal services yang diartikannya sebagai pelayanan hukum yang dilakukan dalam rangka
pemberantasan kemiskinan dimana tujuan pokok dan konsep kemiskinan itu sendiri diperluas sehingga mencakup bentuk-bentuk hambatan sosial yang
biasanya tidak dimasukkan dalam kategori kemiskinan struktural.
64
Ibid, hlm. 50.
Universitas Sumatera Utara
Selain daripada ruang lingkup kegiatan pemberian bantuan hukum di atas, ruang lingkup pemberian bantuan hukum juga dapat ditinjau dari segi bidang tata
hukum yang dapat diberikan bantuan hukum. Menurut Soerjono Soekanto, bidang-bidang tata hukum yang menjadi ruang lingkup dari bantuan hukum,
antara lain Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, Hukum Privat, Hukum Acara, dan Hukum Internasional.
65
Sedangkan berdasarkan Pasal 4 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, ditentukan bahwa bantuan hukum yang diberikan oleh pemberi
bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara, baik litigasi maupun non-litigasi.
Bantuan hukum tersebut meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, danatau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum
penerima bantuan hukum. Mengenai pelayanan hukum bagi kaum miskin melalui suatu basis
tergorganisir, menurut James L. Magavern mencakup tahap-tahap sebagai berikut. 1.
Assignment of counsel to defendants accused of serious crimes; 2.
Formation of small –scale legal clinics as private charitable operations, serving clients with private– law problems in such areas as domestic
relations, a wage claims, and poverty disputes; 3.
Staff representation of potential beneficiaries of social reform program in areas such as agrarian and industrial labour realtions;
65
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
4. Government or other institutional sponsorship of general legal aid programs
designed to enforce existing legal rights and to seek to inform, motivate, and defend the poor against the abusive exercise of both private power and official
authority; and 5.
Attempts through legal representation, to employ legal and political processes to organize the poor to create and give effect to new legal rights to the poor.
66
Dengan demikian, dalam pengertian bantuan hukum yang diperluas atau diredefinisikan ini terkandung sifat aktif dari bantuan hukum tersebut dan juga
merupakan suatu bentuk bantuan hukum struktural. Berangkat dari ide bantuan hukum seperti itu, maka jelas sasaran perhatian
utama kegiatan bantuan hukum adalah kelompok-kelompok miskin, baik ke kota urban poor maupun di desa rural poor dengan permasalahan-permasalahan
dalam konteks struktural yang telah dibahas sebelumnya. Dalam artikel yang berjudul
Legal Aid – Modern Themes and Variations, Cappelleti dan Gordley mengembangkan jenis bantuan hukum berikut ini.
67
1. Bantuan hukum yuridis-individual: bantuan hukum merupakan hak yang
diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan- kepentingan individual;
2. Bantuan hukum kesejahteraan: bantuan hukum merupakan hak akan
kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka perlindungan sosial yang diberikan oleh
welfare state.
66
Mulyana W. Kusumah, “ Arti Penting Bantuan Hukum Struktural” dalam Abdul Hakim
dan Mulyana W. Kusumah, Op. cit., hlm. 56, et seq.
67
Ibid, hlm. 59.
Universitas Sumatera Utara
Konsep tersebut berbeda dengan konsep yang dikemukakan oleh Schuyt, Groenendijk, dan Sloot, yang membedakan 5 lima jenis bantuan hukum, antara
lain: 1.
Bantuan hukum preventif: pemberian keterangan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat sehingga mereka mengerti hak dan kewajiban mereka
sebagai warga negara; 2.
Bantuan hukum diagnostik: pemberian nasihat-nasihat hukum atau dikenal dengan konsultasi hukum.
3. Bantuan hukum pengendalian konflik: mengatasi secara aktif masalah-
masalah hukum konkrit yang terjadi di masyarakat; 4.
Bantuan hukum pembentukan hukum: untuk memancing yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas, dan benar;
5. Bantuan hukum pembaruan hukum: untuk mengadakan pembaruan hukum,
baik melalui hakim maupun pembentuk undang-undang dalam arti materiil.
68
Kedua jenis konsep bantuan hukum tersebut berkembang sesuai kebutuhan dan tujuan masyarakat. Di Indonesia, YLBHI pada masa Orde Baru berusaha
memenuhi kebutuhan masyarakat pada masa itu, yaitu memerangi kemiskinan dan pelanggaran hak asasi manusia. Melalui pendekatan struktural, YLBHI
memberikan penyuluhan dan menggerakkan masyarakat untuk menuntut keadilan, perbaikan hukum, dan penyelesaian perkara secara adil.
68
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Di era reformasi, konsep bantuan hukum responsif sebagaimana yang dikemukakan oleh Schuyt, Groenendijk, dan Sloot paling tepat diterapkan di
Indonesia. Hal ini disebabkan masing-masing wilayah di Indonesia membutuhkan jenis bantuan hukum yang berbeda karena sifat majemuk masyarakatnya.
69
D. Fungsi dan Tujuan Bantuan Hukum