dimaksud adalah memformulasikan ukuran-ukuran yang dapat memperbaiki kondisi-kondisi kemiskinan dan ketidakadilan tersebut.
18
Menurut T. Mulya Lubis, konsep bantuan hukum yang struktural mencoba mengaitkan kegiatan bantuan hukum itu dengan upaya merombak tatanan sosial
yang tidak adil. Jadi sasarannya tidak lagi sekedar membantu individual dalam sengketa yang dihadapinya, tetapi lebih mengutamakan sengketa yang
mempunyai dampak struktural. Di sini bantuan hukum dijadikan sebagai kekuatan pendorong ke arah tercapainya perombakan tatanan sosial sehingga kita akan
memiliki pola hubungan yang lebih adil dalam masyarakat.
19
Bantuan hukum struktural erat kaitannya dengan pembangunan hukum. Pembangunan hukum adalah segala usaha yang dilakukan oleh berbagai
kelompok sosial dalam masyarakat untuk mempengaruhi pembentukan, konseptualisasi, penerapan dan pelembagaan hukum dalam suatu proses politik.
20
4. Penerima dan Pemberi Bantuan Hukum
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum menegaskan bahwa penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok
orang miskin. Penerima bantuan hukum menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum meliputi setiap orang atau kelompok
orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. Hak
18
Frans Hendra Winata, Advokat Indonesia – Citra, Idealisme, dan Keprihatinan,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 33.
19
T. Mulya Lubis, Op. cit., hlm. 68.
20
Mosgan Situmorang, dkk, Op. cit., hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
dasar tersebut meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, danatau perumahan.
Pasal 56 ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menggunakan istilah “pencari keadilan yang tidak
mampu” dimana dalam Penjelasan Pasal 56 disebutkan bahwa pencari keadilan yang tidak mampu adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara
ekonomis tidak mampu yang memerlukan jasa hukum untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum.
Lampiran A Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum menggunakan
istilah “pemohon bantuan hukum” yang diartikan dalam Pasal 1 angka 2 sebagai pencari keadilan yang terdiri dari orang perseorangan atau sekelompok orang
yang secara ekonomis tidak mampu atau memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik atau penetapan upah minimum regional atau
program jaring pengaman sosial lainnya, atau memenuhi syarat sebagaimana diatur lebih lanjut dalam pedoman, yang memerlukan bantuan untuk menangani
dan menyelesaikan masalah hukum di Pengadilan. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Lampiran A Surat Edaran Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010, Pos Bantuan Hukum adalah ruang yang disediakan oleh dan pada setiap Pengadilan Negeri Pengadilan TUN dan
Pengadilan Agama bagi Advokat Piket dalam memberikan layanan bantuan hukum kepada pemohon bantuan hukum untuk pengisian formulir permohonan
bantuan hukum, bantuan pembuatan dokumen hukum, advis atau konsultasi
Universitas Sumatera Utara
hukum, memberikan rujukan lebih lanjut tentang pembebasan biaya perkara, dan memberikan rujukan lebih lanjut tentang bantuan jasa advokat. Sedangkan yang
dimaksud dengan Advokat Piket berdasarkan Pasal 1 angka 4 adalah advokat yang bertugas di Pos Bantuan Hukum berdasarkan pengaturan yang diatur di
dalam kerjasama kelembagaan Pengadilan dengan Lembaga Penyedia Bantuan Hukum.
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang- Undang tersebut.
Lembaga Bantuan Hukum merupakan sebuah lembaga yang bersifat non- profit yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan bantuan hukum
kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum, terutama masyarakat yang tidak mampu, buta hukum, dan tertindas.
Pasal 1 angka 13 KUHAP menentukan bahwa penasihat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-
undang untuk memberikan bantuan hukum. Kata “advokat” berasal dari Bahasa Latin
advocare yang berarti, “to defend, to call to one’s aid, to vouch or to warrant.” Sedangkan dalam Bahasa
Inggris, advokat disebut advocate yang berarti, “to speak in favour of or defend by
argument, to support, indicate or recommend publicly.” Advokat merupakan orang yang berprofesi membela yang diartikan
sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
“ One who assists, defends, or pleads for another. One who renders
legal advice and aid and pleads the cause of another before a court or a tribunal, a counselor. A person learned in the law and duly
admitted to practice who assists his client with advice and pleads for him in open court. An assistant, adviser, a pleader of causes.”
21
Deklarasi Montreal merumuskan advokat sebagai, “ A person qualified and
authorized to practice before the courts and to advise and represent his clients in legal matters.”
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 disebutkan bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa danatau bantuan
hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pokrol pengacara praktek adalah mereka yang sebagai mata pencaharian beroep menyediakan diri sebagai pembela atau kuasawakil dari pihak-pihak
yang berperkara, akan tetapi tidak termasuk dalam golongan advokat. Pasal 1 Peraturan Menteri Kehakiman No. 1 Tahun 1965 tanggal 28 Mei
1965 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pokrol adalah mereka yang memberikan bantuan hukum sebagai mata pencaharian tanpa pengangkatan oleh
Menteri Kehakiman dan yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam Peraturan tersebut.
5. Perkara Pidana