di pengadilan. Apabila kita merujuk pada ketentuan HIR, maka seorang terdakwa yang berperkara di pengadilan dapat didampingi oleh seorang ahli hukum atau
sarjana hukum yang bersedia untuk itu. Pasal 1 ayat 1 Regeling van de Bijstand en
de Vertegenwordiging van Partijen in de Burgerlijke Zaken voor Landraden Stb. 1927 No. 496 menguatkan eksistensi pokrol yang tidak berlatar belakang
pendidikan tinggi hukum tapi bertindak sebagai pemberi bantuan hukum.
3.2 Peraturan yang Berlaku Setelah Kemerdekaan
Ketentuan mengenai bantuan hukum yang berlaku pada masa penjajahan sangat terbatas berlakunya sehingga dianggap kurang memuaskan dalam praktek
penyelenggaraan bantuan hukum di Indonesia terutama dalam kaitannya dengan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dalam proses
peradilan.
113
1. Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965
Oleh karena itu, muncullah usaha-usaha untuk membuat suatu peraturan baru yang dapat menjamin pemberian bantuan hukum sehingga dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat miskin sebagai bagian daripada hak asasi yang mereka miliki.
Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 1 Tahun 1965 tanggal 28 Mei 1965 dikeluarkan atas dasar pertimbangan bahwa sebelum undang-undang tentang
bantuan hukum terbentuk, perlu diadakan penertiban dalam pemberian bantuan hukum terutama oleh pokrol pengacara praktek.
113
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Op. cit., hlm. 33.
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan mengenai bantuan hukum dalam peraturan ini dijabarkan sebagai berikut.
“ Yang dimaksud dengan pokrol dalam peraturan ini adalah mereka
yang memberi bantuan hukum sebagai mata pencaharian tanpa pengangkatan oleh Menteri Kehakiman dan yang memenuhi syarat-
syarat termaktub adalam Pasal 3.” Pasal 1
“ Pokrol berkewajiban menegakkan hukum dengan jalan memberi
nasihat, mewakili, danatau membantu seseorang, sesuatu badan, atau sesuatu pihak di luar maupun di dalam pengadilan.”
Pasal 2
“ Untuk melaksanakan pekerjaan, Pokrol harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut: Pasal 3
1. Warga Negara Indonesia;
2. Lulus ujian yang diadakan oleh Kepala Pengadilan Negeri
tentang hukum acara perdata, hukum acara pidana, pokok- pokok perdata, dan hukum pidana;
3. Sudah mencapai umur 21 tahun dan belum mencapai umur 60
tahun; 4.
Bukan pegawai negeri atau yang disamakan dengan pegawai negeri.”
“ 1 Untuk melakukan pekerjaan pokrol di dalam suatu pengadilan
diperlukan pendaftaran pada Kepaniteraan Pengadilan tersebut setelah memenuhi syarat-syarat termaksud dalam
Pasal 3; Pasal 4
2 Panitera pengadilan memberi surat pendaftaran pokrol kepada pokrol yang telah didaftar dan mencatatnya dalam buku catat
pokrol; 3 Surat pendaftaran pokrol memberi hak untuk memberi bantuan
hukum dalam daerah wewenang pengadilan tempat pendaftaran.”
Universitas Sumatera Utara
Peraturan ini merupakan peraturan sementara sembari menunggu lahirnya undang-undang tentang bantuan hukum.
114
Hal ini berarti dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, maka istilah “pokrol” tidak lagi dipergunakan dan sebaliknya dipergunakan
istilah “advokat”. Demikian pula dengan tata cara pengangkatan serta persyaratannya disesuaikan dengan tata cara pengangkatan dan persyaratan untuk
menjadi advokat. Dengan demikian Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 1 Tahun 1965 tidak berlaku lagi.
Namun sewaktu diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, ditentukan dalam Pasal
32 ayat 1 dan 2 bahwa advokat, penasihat hukum, pengacara praktek pokrol dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang-Undang tersebut mulai
berlaku dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Khusus bagi pengangkatan sebagai pengacara praktek
yang pada saat Undang-Undang tersebut mulai berlaku masih dalam proses penyelesaian diberlakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003.
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan