pemberian bantuan hukum cuma-cuma dalam perkara pidana, khususnya di Kota Medan.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat luas, terutama bagi
masyarakat miskin yang berperkara yang kurang mengetahui fungsi dan manfaat dari pemberian bantuan hukum cuma-cuma sehingga mereka
dapat memanfaatkan pemberian bantuan hukum cuma-cuma guna mendapatkan jaminan perlindungan hukum terhadap hak asasi mereka
apabila mereka berperkara. b.
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kesadaran dan motivasi bagi pemberi bantuan hukum untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma
secara berkesinambungan sebagai bentuk pelayanan pada masyarakat. c.
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Republik Indonesia guna melakukan revisi yang diperlukan terhadap
peraturan perundang-undangan berkaitan dengan bantuan hukum sehingga dapat lebih mengakomodir kepentingan hukum masyarakat miskin.
E. Keaslian Penulisan
Penulisan yang berjudul Implementasi Pemberian Bantuan Hukum Cuma-
Cuma Pro Bono Publico dalam Perkara Pidana di Kota Medan Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum
Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan ini didasarkan oleh ide, gagasan, dan
Universitas Sumatera Utara
pemikiran penulis secara pribadi dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Berdasarkan pemeriksaan pada Perpustakaan Fakultas Hukum dan Perpustakaan
Pusat Universitas Sumatera Utara serta pada media online yang dilakukan oleh
penulis, maka diketahui bahwa judul skripsi ini belum pernah ditulis oleh orang lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di lingkungan
universitasperguruan tinggi lain dalam wilayah Republik Indonesia, dan walaupun ada, substansi pembahasannya berbeda dengan yang dipaparkan dalam
skripsi ini. Beberapa judul skripsi yang memiliki topik yang sama yang pernah ditulis,
antara lain: 1.
Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma Bagi Terdakwa yang Tidak Mampu Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo oleh Teguh
Triyanto, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008. 2.
Pelaksanaan Kewajiban Advokat dalam Pemberian Bantuan Hukum Cuma- Cuma Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma oleh Eka Purnama Sari, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, 2009.
3. Tinjauan Kewenangan Lembaga Bantuan Hukum dalam Melakukan Bantuan
Hukum Secara Cuma-Cuma Probono Terhadap Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum oleh Jonathan Marpaung, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012.
Penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena dilakukan dengan memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
ketentuan-ketentuan atau etika penulisan skripsi yang harus dijunjung tinggi bagi peneliti atau akademisi.
F. Tinjauan Pustaka
1. Bantuan Hukum
Istilah Bantuan Hukum diterjemahkan dari 3 tiga istilah, antara lain Legal Aid, Legal Assistance, dan Legal Service. Ketiga istilah tersebut memiliki
makna yang berbeda. Pertama,
Legal Aid, adalah pemberian jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu kasus atau perkara yang dilakukan secara
cuma-cuma. Bantuan hukum dalam Legal Aid lebih dikhususkan bagi yang tidak
mampu dalam masyarakat miskin. Dengan demikian, motivasi utama dalam konsep
Legal Aid adalah menegakkan hukum dengan jalan membela kepentingan dan hak asasi rakyat kecil yang miskin dan buta hukum.
Kedua, Legal Assistance, yang mengandung pengertian yang lebih luas
dari Legal Aid. Legal Assistance merupakan pemberian bantuan hukum, baik
kepada mereka yang tidak mampu secara cuma-cuma maupun kepada mereka yang mampu dengan menerima pembayaran honorarium.
Ketiga, Legal Service, yang lebih tepat diartikan sebagai pelayanan hukum
ketimbang bantuan hukum. Menurut M. Yahya Harahap, hal ini disebabkan karena pada konsep dan ide
Legal Service terkandung makna: a.
Memberikan bantuan kepada anggota masyarakat yang operasionalnya bertujuan menghapuskan kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam
Universitas Sumatera Utara
penegakan dan pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber
dana dan posisi kekuasaan; b.
Dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hukum itu sendiri oleh
aparat penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang dibenarkan hukum bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan
yang kaya dan miskin; c.
Di samping untuk menegakkan hukum dan penghormatan kepada hak yang diberikan hukum kepada setiap orang,
Legal Service dalam operasionalnya lebih cenderung untuk menyelesaikan setiap persengketaan
dengan jalan perdamaian.
14
Menurut Abdurrahman, pengertian pelayanan hukum mempunyai banyak aspek dan sifatnya jauh lebih luas daripada bantuan hukum. Pelayanan hukum
dapat diberikan oleh banyak orang, baik para ahli hukum maupun para penggerak masyarakat, politisi, pimpinan-pimpinan informal maupun formal. Pelayanan
hukum tidak hanya menyangkut penyelesaian suatu kasus, tetapi juga meliputi pemulihan hak yang dilanggar dan usaha-usaha untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan yang diambil oleh pihak penguasa untuk kepentingan golongan miskin.
15
14
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP – Penyidikan
dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 344.
15
Abdurrahman, Op. cit., hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
Bantuan hukum yang dimaksud dalam penulisan ini adalah bantuan hukum yang diterjemahkan dari istilah
Legal Aid, yaitu pemberian bantuan hukum kepada masyarakat miskin dan buta hukum secara cuma-cumagratis. Pemberian
bantuan hukum secara cuma-cuma ini kemudian disebut Pro Bono Publico dalam
Bahasa Inggris dan Prodeo dalam Bahasa Belanda.
2. Bantuan Hukum Cuma-Cuma Pro Bono PublicoProdeo
Bantuan hukum cuma-cuma Legal AidPro Bono PublicoProdeo
mempunyai beragam definisi. Black’s Law Dictionary mendefinisikan bantuan
hukum cuma-cuma sebagai “ country wide system administered locally by legal
services is rendered to those in financial need and who cannot afford private counsel.”
Di sisi lain, The International Legal Aid menyatakan sebagai berikut.
“ The legal aid work is an accepted plan under which the services of
the legal profession are made available to ensure that no one is deprived of the right to receive legal advice or, where necessary
legal representation before the courts or tribunals, especially by reason of his or her lack of financial resources.”
16
Menurut Clarence J. Dias, bantuan hukum adalah segala bentuk layanan oleh kaum profesi hukum guna menjamin agar tidak seorang pun dalam
masyarakat yang terampas haknya untuk menerima nasihat hukum atau
16
Frans Hendra Winata, Pro Bono Publico: Hak Konstitusional Fakir Miskin Untuk
Memperoleh Bantuan Hukum, Op. cit., hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
memperoleh wakilkuasa yang akan membela kepentingannya di muka pengadilan hanya karena tidak memiliki sumber daya finansial yang cukup miskin.
17
Penjelasan Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
bantuan hukum adalah pemberian jasa hukum secara cuma-cuma yang meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi,
membela, melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum menentukan bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan
oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.
3. Bantuan Hukum Struktural
Yayasan Lembaga Bantuan hukum Indonesia YLBHI memberikan definisi mengenai bantuan hukum struktural sebagai usaha-usaha pengembangan
dialog antara pekerja bantuan hukum di satu pihak dan masyarakat yang miskin dan tertindas yang harus diperlakukan sebagai mitra YLBHI di pihak lain agar
tercapai pengertian bersama tentang kenyataan adanya ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat miskin dan tertindas sebagai kelompok-kelompok yang terdapat
dalam konteks sosial politik masyarakat Indonesia dan turut serta dalam perbaikan terhadap keadaan yang tidak adil tersebut sehingga tujuan dari dialog yang
17
Clarence J. Dias, “ Research on Legal Services and Poverty: Its Relevance to the
Design of Legal Service Programs in Developing Countries”, dalam Washington University Law Review Issue 1: Symposium Legal Services to the Poor in Developing Countries, 1975, hlm. 147.
Universitas Sumatera Utara
dimaksud adalah memformulasikan ukuran-ukuran yang dapat memperbaiki kondisi-kondisi kemiskinan dan ketidakadilan tersebut.
18
Menurut T. Mulya Lubis, konsep bantuan hukum yang struktural mencoba mengaitkan kegiatan bantuan hukum itu dengan upaya merombak tatanan sosial
yang tidak adil. Jadi sasarannya tidak lagi sekedar membantu individual dalam sengketa yang dihadapinya, tetapi lebih mengutamakan sengketa yang
mempunyai dampak struktural. Di sini bantuan hukum dijadikan sebagai kekuatan pendorong ke arah tercapainya perombakan tatanan sosial sehingga kita akan
memiliki pola hubungan yang lebih adil dalam masyarakat.
19
Bantuan hukum struktural erat kaitannya dengan pembangunan hukum. Pembangunan hukum adalah segala usaha yang dilakukan oleh berbagai
kelompok sosial dalam masyarakat untuk mempengaruhi pembentukan, konseptualisasi, penerapan dan pelembagaan hukum dalam suatu proses politik.
20
4. Penerima dan Pemberi Bantuan Hukum
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum menegaskan bahwa penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok
orang miskin. Penerima bantuan hukum menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum meliputi setiap orang atau kelompok
orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. Hak
18
Frans Hendra Winata, Advokat Indonesia – Citra, Idealisme, dan Keprihatinan,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 33.
19
T. Mulya Lubis, Op. cit., hlm. 68.
20
Mosgan Situmorang, dkk, Op. cit., hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
dasar tersebut meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, danatau perumahan.
Pasal 56 ayat 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menggunakan istilah “pencari keadilan yang tidak
mampu” dimana dalam Penjelasan Pasal 56 disebutkan bahwa pencari keadilan yang tidak mampu adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara
ekonomis tidak mampu yang memerlukan jasa hukum untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum.
Lampiran A Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum menggunakan
istilah “pemohon bantuan hukum” yang diartikan dalam Pasal 1 angka 2 sebagai pencari keadilan yang terdiri dari orang perseorangan atau sekelompok orang
yang secara ekonomis tidak mampu atau memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik atau penetapan upah minimum regional atau
program jaring pengaman sosial lainnya, atau memenuhi syarat sebagaimana diatur lebih lanjut dalam pedoman, yang memerlukan bantuan untuk menangani
dan menyelesaikan masalah hukum di Pengadilan. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Lampiran A Surat Edaran Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010, Pos Bantuan Hukum adalah ruang yang disediakan oleh dan pada setiap Pengadilan Negeri Pengadilan TUN dan
Pengadilan Agama bagi Advokat Piket dalam memberikan layanan bantuan hukum kepada pemohon bantuan hukum untuk pengisian formulir permohonan
bantuan hukum, bantuan pembuatan dokumen hukum, advis atau konsultasi
Universitas Sumatera Utara
hukum, memberikan rujukan lebih lanjut tentang pembebasan biaya perkara, dan memberikan rujukan lebih lanjut tentang bantuan jasa advokat. Sedangkan yang
dimaksud dengan Advokat Piket berdasarkan Pasal 1 angka 4 adalah advokat yang bertugas di Pos Bantuan Hukum berdasarkan pengaturan yang diatur di
dalam kerjasama kelembagaan Pengadilan dengan Lembaga Penyedia Bantuan Hukum.
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang- Undang tersebut.
Lembaga Bantuan Hukum merupakan sebuah lembaga yang bersifat non- profit yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan bantuan hukum
kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum, terutama masyarakat yang tidak mampu, buta hukum, dan tertindas.
Pasal 1 angka 13 KUHAP menentukan bahwa penasihat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-
undang untuk memberikan bantuan hukum. Kata “advokat” berasal dari Bahasa Latin
advocare yang berarti, “to defend, to call to one’s aid, to vouch or to warrant.” Sedangkan dalam Bahasa
Inggris, advokat disebut advocate yang berarti, “to speak in favour of or defend by
argument, to support, indicate or recommend publicly.” Advokat merupakan orang yang berprofesi membela yang diartikan
sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
“ One who assists, defends, or pleads for another. One who renders
legal advice and aid and pleads the cause of another before a court or a tribunal, a counselor. A person learned in the law and duly
admitted to practice who assists his client with advice and pleads for him in open court. An assistant, adviser, a pleader of causes.”
21
Deklarasi Montreal merumuskan advokat sebagai, “ A person qualified and
authorized to practice before the courts and to advise and represent his clients in legal matters.”
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 disebutkan bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa danatau bantuan
hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pokrol pengacara praktek adalah mereka yang sebagai mata pencaharian beroep menyediakan diri sebagai pembela atau kuasawakil dari pihak-pihak
yang berperkara, akan tetapi tidak termasuk dalam golongan advokat. Pasal 1 Peraturan Menteri Kehakiman No. 1 Tahun 1965 tanggal 28 Mei
1965 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pokrol adalah mereka yang memberikan bantuan hukum sebagai mata pencaharian tanpa pengangkatan oleh
Menteri Kehakiman dan yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam Peraturan tersebut.
5. Perkara Pidana
Apabila terjadi suatu perbuatan pidana, maka berarti muncul perkara pidana sehingga terhadap orang yang melakukan perbuatan pidana tersebut harus
21
Frans Hendra Winata, Advokat Indonesia – Citra, Idealisme, dan Keprihatinan, Op.
cit., hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
dijatuhi sanksi pidana setelah diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan 2 jenis penelitian, antara lain: a.
Penelitian normatif, yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka sebagai bahan penelitiannya. Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali
hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan
law in books atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang
dianggap pantas;
22
b. Penelitian empiris, yaitu penelitian yang mendasarkan pada kenyataan-
kenyataan yang ada dalam masyarakat. dan
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 sumber data, antara lain: a.
Sumber data primer, yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat, dalam penulisan ini adalah wawancara.
b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak
langsung dalam bentuk dokumen atau literatur dan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
22
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004, hlm. 118.
Universitas Sumatera Utara
1 Bahan hukum primer.
Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai otoritas yang mengikat dan terdiri dari suatu norma atau kaidah dasar
yang mana yang digunakan dalam penulisan ini, antara lain Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan bantuan hukum.
2 Bahan hukum sekunder.
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum berupa publikasi hukum yang bukan bersifat dokumen resmi, meliputi buku teks, jurnal,
pendapat para ahli hukum, dan sumber elektronik. 3
Bahan hukum tersier. Merupakan bahan hukum penunjang yang pada dasarnya meliputi
bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti bibliografi hukum, direktori
pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum, dan sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka
library research, yaitu dengan meneliti sumber data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, serta sumber-
Universitas Sumatera Utara
sumber elektronik lainnya; observasi; dan field research berupa wawancara
dengan pihak-pihak yang berperan dalam pemberian bantuan hukum cuma-cuma.
4. Analisa Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian memasukkan pasal-
pasal ke dalam kategori-kategori atas pengertian dasar dari sistem hukum tersebut. Data yang berasal dari studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak LBH
Medan dan Pengadilan Tinggi Medan kemudian dianalisis berdasarkan metode kualitatif dengan melakukan:
a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum
konseptualisasi yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut;
b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis,
dalam hal ini yang berhubungan dengan bantuan hukum; c.
Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian diolah;
d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau
peraturan perundang-undangan dengan hasil wawancara kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga mengungkapkan hasil yang
diharapkan serta kesimpulan atas permasalahan.
Universitas Sumatera Utara
H. Sistematika Penulisan
Adapun skripsi ini terdiri dari bab-bab yang diuraikan secara terperinci dan disusun secara hierarki sehingga yang satu dengan yang lainnya saling
berkaitan. Adapun bab-bab tersebut ialah sebagai berikut: 1.
BAB I Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan dan
manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
2. BAB II
Bab ini membahas mengenai sejarah bantuan hukum di Indonesia, konsep dan perkembangan bantuan hukum, ruang lingkup dan jenis-jenis bantuan hukum,
tujuan dan fungsi bantuan hukum, pemberi bantuan hukum, serta pendanaan dan tata cara pemberian bantuan hukum.
3. BAB III
Bab ini membahas mengenai pengaturan bantuan hukum dalam beberapa peraturan yang pernah berlaku pada zaman Hindia-Belanda dan pengaturan
bantuan hukum dalam beberapa peraturan yang berlaku setelah kemerdekaan, termasuk di antaranya dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
KUHAP dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.
4. BAB IV
Bab ini membahas mengenai implementasi pemberian bantuan hukum cuma- cuma
pro bono publico dalam perkara pidana di Kota Medan ditinjau
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.
5. BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KEBERADAAN BANTUAN HUKUM DI INDONESIA
A. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia