Deskripsi Teriotik Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (Stad) Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas 5 Sd Negeri Jatiasih X Bekasi

lebih kecil. 9 Kelebihan dari jigsaw adalah : membuat siswa lebih bertangung jawab atas tugas yang diberikan yaitu memahami suatu sub pembahasan dan menginformasikannya kepada anggota kelompok lain, sedangkan kelemahan dari jigsaw adalah tidak semua siswa bisa bertanggung jawab penuh sebagai tim ahli. 3 Group Investigation GI Group Investigation atau investigasi kelompok menurut Ahmadi dkk, Investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. 10 Karena metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalu investigasi. 4 Number Head Together NHT Number Head Together menurut Ahmadi, adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok selanjutnya secara acak guru memanggil nomor dari siswa. 11 Metode NHT memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah: setiap siswa menjadi siap semua; dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh; dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Selain itu metode ini juga memiliki kekurangan diantaranya adalah: kemungkinan nomor yang telah dipanggil, dipanggil kembali oleh guru; Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. 5 Team Games Tournament TGT Pembelajaran kooperatif tipe TGT menurut Ahmadi dkk, adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dalam mengandung unsur permaian dan reinforcement. 12 Team Games Tournament TGT memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, menurut Khafi dalam Milati salah satu kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT diantaranya adalah : siswa menjadi semangat dalam proses 9 Iif Khoiru Ahmadi, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu : Pengaruhnya Terhadap Konsep Sekolah Swasta dan Negeri, Jakarta : PT. Prestadi Pustakarya, 2011, h. 62 10 Iif, Ibid, h. 60 11 Ibid, h. 59 12 Ibid, h. 63 belajar; pengetahuan yang diperoleh siswa bukan semata dari guru tetapi juga melalui kontruksi oleh siswa itu sendiri. Beberapa kekurangan dari TGT adalah: dalam penerapan pembelajaran TGT membutuhkan waktu yang cukup lama; membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai seperti persiapan soal turnamen; siswa terbiasa belajar dengan adanya hadiah. 13 b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Student Teams Achievement Division STAD adalah metode yang dikembangkan oleh Slavin, menurut Slavin dalam Rusman model STAD Student Teams Achievment Division merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkatan sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. 14 Menurut Miftahul, “Siswa dikelompokan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras dan etnis. Pertama-tama, siswa mempelajari materi bersama dengan teman-teman atau kelompoknya, kemudian mereka diuji secara individu melaui kuis-kuis .” 15 Pemaparan Slavin dalam Rusman “Gagasan utama dibelakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan saling membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru.” 16 Oleh karena itu pembelajaran kooperatif tipe STAD mendorong siswa untuk saling mendukung antar-siswa dengan cara yang telah memahami materi untuk mengajari anggota kelompok yang belum memahami materi, dan saling memotivasi untuk meningkatkan nilai individu. Dalam STAD keberhasilan kelompok tergantung pada keberhasilan setiap individu anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Rusman memiliki langkah- langkah pembelajaran sebagai berikut : 13 Nuril, Milati, 1 Januari 2014. Penerapan Pembelajaran Koopertif TGT Teams Games Tournament untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ar-Rahman. http:lib.uin-malang.ac.idfilesthesisfullchapter07140073.pdf 14 Rusman, op. cit., h. 213 15 Miftahul, op. cit., h. 116 16 Rusman, op. cit., h. 214 1 Penyampaian Tujuan dan Motivasi Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. 2 Pembagian Kelompok Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas keragaman kelas dalam prestasi akademik, genderjenis kelamin, ras atau etnik. 3 Presentasi dari Guru Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan dipelajari. Guru member motivasi siswa agar siswa dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pernyataan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya. 4 Kegiatan Belajar dalam Tim Kerja Tim Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai. Masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan, dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD. 5 Kuis Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kuis secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertangung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor atas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa. 6 Penghargaan Presentasi Tim Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. 17 Pembelajaran kooperatif memiliki ciri khusus dalam tahapan akhir pembelajaran yang ditandai dengan pemberian penghargaan, pada tipe STAD adalah sebagi berikut : 17 Rusman, op. cit., h. 215-216 1 Menghitung skor individu Menurut Slavin dalam Trianto, untuk memberikan skor perkembangan individu dihitung seperti pada Tabel 2.2. 18 Tabel 2.2 Perhitungan Skor Perkembangan Nilai Tes Skor Perkembangan Lebih dari 10 poin dibawah skor awal. 0 poin 10 poin dibawah sampai 1 poin dibawah skor awal. 10 poin Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal. 20 poin Lebih dari 10 poin diatas skor awal. 20 p0in Nilai sempurna tanpa memperhatikan skor awal. 30 oin 2 Menghitung skor kelompok Setalah menetapkan skor individu selanjutnya guru menghitung skor kelompok dengan cara menjumlah skor seluruh anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok yang kemudian menjadi skor kelompok. Skor kelompok dapat dilihat pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Tabel Perkembangan Kelompok NO Rata-rata Skor Predikat Tim 1. 2. 3. 4. 0 ≤ N ≤ 5 6 ≤ N ≤ 15 16 ≤ N ≤ 20 21 ≤ N ≤ 30 - Tim yang baik Good Team Tim yang baik sekali Great Team Tim yang istimewa Super Team 3 Pemberian hadiah Setelah setiap kelompok memperoleh predikat tim selanjutnya guru memberikan hadiahpenghargaan kepada kelompok terbaik. Hadiah atau penghargaan dapat berupa benda atau pujian. 18 Trianto, op. cit,. h. 72 c. Pembelajaran Matematika Di SD Matematika menurut Russefendi dalam Erna menyatakan bahwa Matematika terorganisir dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi- definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. 19 Sedangkan menurut Kline dalam Erna, Metematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. 20 Brounce dalam Fathani, memahami matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan menekankannya pada knowing how, yaitu siswa dipandang sebagai makhluk hidup yang aktif dalam mengontruksikan ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya. 21 Dari ketiga definisi yang dipaparkan para ahli diatas dapat disimpulan bahwa matematika adalah ilmu deduktif yang kebenarannya dibuktikan, berlaku secara umum dan matematika adalah ilmu pengetahuan yang terkait dengan ilmu pengetahuan lainnya serta dalam mempelajarinya siswa dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Sebelum membahas pembelajaran matematika di Sekolah Dasar SD, terlebih dahulu untuk mengetahui karakteristik kemampuan berfikir siswa SD. Anak usia SD adalah anak yang berada di usia 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget dalam Erna, Anak pada usia tersebut masih berada dalam masih berpikir pada tahap operasional konkrit, artinya siswa SD belum berpikir formal. 22 Seperti yang telah dipaparkan Piaget, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak SD masih pada ranah berfikir konkrit sedangkan konsep dalam matematika bersifat abstrak. Oleh karena itu guru dituntut memperhatikan tahapan perkembangan berfikir siswa SD dengan cara mengkonkritkan konsep matematika yang abstrak. Pembelajaran matematika di SD berbeda dengan pembelajaran matematika jenjang pendidikan 19 Erna Suwangsih, Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Bandung : UPI Press, 2006, Cet Ke- 1, h.4 20 Ibid 21 Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat Logika, Jogjakarta : Ar-RRuzz Media, 2009, Cet Ke-1, h. 19 22 Erna, Ibid,. h. 15 lebih tinggi, berikut ini adalah ciri-ciri pembelajaran matematika di SD menurut Erna: 1 Pembelajaran matematika mengunakan metode spiral Pendekatan spiral pada pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan atau menghubungan dengan topik sebelumnya. 2 Pebelajaran matematika bertahap Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap dan urut mulai dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sulit selain itu pembelajaran matematika dimulai dari konsep yang konkrit, ke semi konkrit dan akhirnya pada konsep abstrak. Untuk mempermudah pemahaman siswa maka dibutuhkan benda-benda konkrit. 3 Pembelajaran matematika mengunakan metode induktif Matematika merupakan ilmu deduktif, namun sesuai dengan tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif. 4 Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsisten Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan kepada pertanyaan-pertanyaan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya. Meskipun di SD pembelajaran matematika dilakukan dengan cara induktif tetapi pada jenjang selanjutnya generalisai suatu konsep harus secara deduktif. 5 Pembelajaran matematika hendaknya bermakna Pembelajaran bermakna memiliki ciri bahwa suatu aturan-aturan, sifat- sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat, serta dalil-dali ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya. 23 d. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Matematika Proses pembelajaran di sekolah dasar dalam pelaksanaannya mengunakan sistem klasikal. Sistem klasikal mengunakan kecepatan pembelajaran berdasarkan perkiraan kecepatan rata-rata siswa, dengan sistem yang demikian akan ada siswa yang akan merasa bahwa proses belajar atau guru mengajar terlalu cepat sehingga beberapa siswa yang lambat dalam belajar merasa belum mengerti dengan materi yang diajarkan. Sebaliknya pada siswa yang memiliki pemahaman belajar dengan cepat akan merasa guru terlalu lambat mengajar, dan pada akhirnya siswa yang lambat dalam belajar akan merasa bingung dan siswa yang cepat dalam belajar 23 Erna, Ibid,. h. 26 akan merasa bosan. Kedua siswa dengan tipe belajar yang demikian yaitu yang cepat dalam belajar matematika dan yang lambat dalam belajar matematika perlu mendapat perhatian. Siswa yang cepat dalam belajar matematika memerlukan kegiatan yang lebih dari kegiatan siswa umumnya, sebaliknya siswa yang lambat dalam belajar matematika membutuhkan bantuan dalam menuntaskan hasil belajarnya. Pembelajaran kooperatif-lah yang dapat mengatasi masalah tersebut. Dengan pembelajaran kooperatif siswa yang pandai diberi kesempatan untuk menghabiskan waktunya dengan cara membantu siswa yang kurang mengerti dengan materi yang diajarkan. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam sekolah dasar harus menyesuaikan dengan perkembangan siswa usia 7-12 tahun. Telah disebutkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD cocok digunakan untuk semua mata pelajaran termasuk matematika dan untuk semua jenjang pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Urutan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam matematika sama dengan urutan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada umumnya yaitu persiapan, kegiatan kelompok, tes individu, perhitungan skor individu, dan penghargaan kelompok. Namun pada tahap persiapan penyajian materi pada matematika SD harus disesuaikan dengan tahap berfikir anak yang masih konkrit yaitu dengan menghadirkan benda-benda konkrit untuk menjelaskan materi. 2. Belajar dan Hasil Belajar Matematika a. Belajar Belajar menurut Suyono, adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki prilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. 24 Definisi belajar menurut Gagne dalam Ratna adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. 25 Hal ini senada dengan yang diungkapkan slameto bahwa “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh 24 Suyono, dkk, Belajar dan Pembelajaran : Teori dan Konsep Dasar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012, Cet Ke-3, h. 9 25 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : PT. Erlangga, 2011, h. 2 suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. 26 b. Teori Belajar Pembelajaran kooperatif memiliki landasan-landaran teori yang membidani lahirnya metode ini. Jhonson Jhonson dalam bukunya yang diterjemahkan Yusron, mengungkapkan Setidaknya ada tiga tiga perspektif teoritis umum yang berkembang dalam hal ini-Social-Interdependance Theory, Cognitive Developmental Theory, dan Behavioral Learning Theory-yang telah menjadi pedoman riset tentang pembelajaran kooperatif. 27 Social-Interdependence Theory teori saling ketergantungan sosial merupakan teori yang paling berpengaruh dalam melandasi pembelajaran kooperatif. Tokoh dari teori ini adalah Kafka dan Lewin. Menurut Lewin dalam Jhonson Jhonson, esensi dari sebuah kelompok adalah interdependensi diantara para anggotanya yang diciptakan melalui tujuan bersama yang menjadikan kelompok menjadi sebuah kesatuan yang dinamis. 28 Jadi setiap anggota kelompok saling ketergantungan karena setiap anggota dalam kelompok diberi tugas masing- masing yang setiap tugas satu anggota dengan angota lain saling terkait erat. Cognitive developmental theory teori perkembangan kognitif dipopulerkan oleh Piaget. Tori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori belajar yang berbasis Kognitivisme : 1 Teori Belajar Medan Kognitif dari Lewin Menurut Suyono, Lewin mengembangkan teori belajar medan kognitif cognitive field dengan menaruh perhatian kepada kerpibadian dan psikologi sosial. 29 Lewin memandang bahwa setiap individu berada pada suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis yang disebut ruang hidup life space. Life 26 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2010, Cet Ke-5, h. 2 27 David W. Johnson, Roger T. Jhonson, Edythe Jhonson H, Colaborative Learning : Strategi Pembelajaran Untuk Sukses Bersama, Bandung : Nusa Media, 2010, h. 22 28 Jhonson, Ibid,. h. 23 29 Suyono, dkk, op. cit h. 81 space meliputi lingkungan hidup tempat manusia berinteraksi dengan individu lainnya. 2 Teori Perkembangan Kognitif Piaget Teori Piaget disebut juga teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental. Teori ini berhubungan dengan kesiapan anak untuk belajar sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan intelektual sejak lahir sampai dewasa. Menurut Piaget dalam Suyono, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang di dasarkan pada mekanisme biologis perkembangan syaraf. Dengan demikian semakin bertambahnya usia seseorang maka makin kompleks susunan sel syarafnya dan makin meningkat meningkat pula kemampuannya. 30 Anak melaui tahap-tahap perkembangan dalam berfikir, diantaranya dibagi dalam empat periode utama yaitu tahap sensor motor berlangsung sejak lahir sampai sekitar usia 2 tahun, tahap pra-operasional sekitar usia 2-7 tahun, tahap operasional konkret berlangsung sekitar 7-11 tahun, dan tahap operasional formal mulai usia 11 tahun dan seterusnya. Pengaruh teori ini pada pembelajaran adalah kita tidak bisa memaksakan anak- anak untuk berfikir yang tidak sesuai dengan tahapan atau kemampuan berfikir anak. Selain itu Piaget dalam Jhonson Jhonson, mengatakan bahwa apabila setiap individu bekerja sama dalam lingkungannya, maka akan muncul konflik- konflik sosio-kognitif yang memunculkan ketidakseimbangan kognitif, yang ada gilirannya akan memicu kemampuan pengambilan perspektif dan perkembangan kognitif mereka. 31 Dari pendapat Piaget dapat disimpulkan bahwa ketika individu mulai bekerjasama dalam lingkungan maka akan muncul perbedaan-perbedaan pandangan yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan dari beberapa pendapat. Behavioral Learning Theory Teori Pembelajaran Behavioral, menurut Suyono behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. 32 Aliran 30 Suyono, op. cit,. h. 83 31 David, op. cit hlm 24 32 Suyono,op. cit hlm 58 behaviorisme ini yang menjadi objek penelitiannya adalah hewan, oleh karena itu yang diperhatikan hanya fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek lainnya. Selain itu menurut Jhonson Jhonson teori ini memfokuskan pada dampak faktor penguatan kelompok dan imbalan terhadap pembelajaran. 33 Setiap tindakan yang dilakukan siswa dalam belajar didasarkan pada imbalan, karena setiap tindakan yang didasarkan pada imbalan maka akan diulang kembali. Berikut ini adalah beberapa teori-teori balajar dalam aliran behaviorisme : 1 Conectionism S-R Bond menurut Thorndike Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari aliran behaviorisme. Menurut Suyono, dalam teori ini tingkah laku manusia tidak lain merupakan hubungan antara stimulus perangsang merupakan respon jawaban, tanggapan, reaksi, diistilahkan S-R Bond. 34 Belajar adalah pembentukan antara stimulus dan respon, jika individu sering diberi stimulus dan dapat merespon dengan baik maka individu tersebut dinilai berhasil. Implikasi teori ini dalam pembelajaran adalah adanya ulangan. Beberapa hukum belajar Thorndike antara lain : a Law of Effect hukum efek, jika sebuah respon R, menghasilkan efek yang memuaskan, maka ikatan antara S stimulus dengan R respon akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang tidak dicapai melalui respon, maka semakin lemah pula ikatan yang terjadi antara S-R. Artinya belajar akan lebih semangat apa bila mengetahui akan mendapat hasil yang baik. b Law of Readiness hukum kesiapan, suatu kesiapan readiness terjadi berdasarkan asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar conduction unit, unit-unit inilah yang menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Pada implemetasinya, belajar akan lebih berhasil bila individu memiliki kesiapan untuk melakukannya. c Law of Experience hukum latihan, hubungan S dengan R akan semakin bertambah erat jika sering dilatih dan akan semakin berkurang jika jarang dilatih. Dengan demikian, belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan-ulangan. 35 33 David, op. cit,. h. 25 34 Suyono, op. cit,. h. 60 35 Suyono, op. cit,. h. 61 2 Classical Conditioning oleh Ivan Pavlov Teori pengkondisian klasik ini merupakan pengembangan dari teori koneksionisme, tokoh teori ini adalah Ivan Pavlov. Menurut Suyono dalam teori pengkondisian ini, Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu prilaku atau respon terhadap sesuatu. 36 Hukum belajar yang dikemukakan Pavlov : a Law of Respondent Conditioning, atau hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara serentak dengan salah satunya berfungsi sebagai Reinforcer maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. b Law of Respondent Extinction, atau hukum pemusnahan yang yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforce, maka kekuatan akan menurun. 37 3 Operation Conditioning menurut B.F Skiner Teori belajar ini didasari oleh penguatan, jika teori pengkondisian klasik yang diberi penghargaan adalah berupa stimulusnya, maka pada teori ini yang diberi kondisi adalah responnya. Hukum-hukum belajar yang dihasilkan dari penelitian Skiner adalah : a Law of Operant Conditioning, jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan prilaku tersebut akan meningkat. b Law of Operant Extinction, jika timbul perilaku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan prilaku tersebut akan menurun bahkan akan menghilang. 38 4 Teori Belajar Sosial Social Learning Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura. Berbeda dengan aliran teori behaviorisme sebelumnya. Menurut Suyono, Bandura memandang bahwa prilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis terhadap stimulus S-R Bond, melainkan juga akibat dari reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi 36 Ibid h. 62 37 Ibid 38 Suyono, op, cit,. h. 65 antara lingkungan dan skema kognitif individu itu sendiri. 39 Dalam belajar siswa melalui peniruan dan contoh prilaku yang disajikan lingkungan belajarnya, selain itu teori ini juga memandang pentingnya pemberian Hadiah reward dan hukuman punishment, agar siswa dapat memutuskan sikapprilaku yang dipilihnya. Berikut ini adalah sejumlah prinsip-prinsip panduan guiding principles yang melatarbelakangi teori pembelajaran sosial: a Pengamat akan mencontoh perilaku model jika model memiliki karakteristik seperti talenta, kecerdasan, kekuatan, penampilan yang baik, atau popularitas, yang diinginkan atau menarik perhatian siswa sebagai pengamat. b Pengamat akan bereaksi sesuai dengan cara model diperlakukan dan menirukan perilaku model. c Ada perbedaan dari perilaku yang didapat pengamat dengan perilaku yang dilakukan pengamat. Melalui observasi, pengamat dapat menerima perilaku tanpa harus melakukannya. d Atensi dan peningkatan berkaitan dengan penerimaan pembelajaran dari perilaku model, sedangkan produksi dan motivasi akan mengkontrol kinerja. e Perkembangan manusia merefleksikan interaksi kompleks antar pribadi, perilaku seseorang dan lingkungannya. Hubungan antar unsur-unsur ini disebut determinisme resiprokal, penentuan timbal balik reciprocal determinisme. Kecakapan kognitif seseorang, karakteristik fisik, kepribadian, kepercayaan, dan saling berpengaruh terhadap perilaku dan lingkungannya. 40 Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa teori ini memiliki dasar asumsi bahwa setiap prilaku yang diikuti dengan imbalan maka akan diulang. Maka pada pembelajaran kooperatif untuk menarik perhatian siswa dalam belajar maka pemberian imbalan atau penghargaan adalah ciri khusus dalam makanisme pembelajarannya. Imbalan atau penghargaan yang diberikan guru tidak selalu berupa benda namun dapat berupa pujian atau motivasi untuk siswa. c. Hasil Belajar Hasil belajar menurut Syaodih adalah merupakan realisasi atau pemakaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun 39 Ibid hlm 66 40 Suyono, op, cit,. h. 67 keterampilan motorik. 41 Secara keseluruhan, sebagian besar dari proses pembelajaran kegiatan siswa dan perilaku siswa merupakan hasil belajar. Sementara itu pada taksonomi Bloom hal-hal ada tiga ranah yang diamati ketika siswa belajar yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal senada juga diugkapkan Gagne dalam Ratna, ia menemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik. 42 Berikut ini adalah pemaparan tiga ranah yang diamati dalam pembelajaran : 1 Ranah Kognitif Cognitive Domain Penilaian pada ranah kognitif, yang diamati adalah aktifitas berfikir anak. Menurut Sudaryono, ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak. Artinya, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk dalam ranah kognitif. 43 Ranah kognitif memiliki tingkatan diantaranya adalah pengetahuan knowledge, pemahaman Comprehension, penerapan application, analisis analysis, Sintesis synthesis, evaluasi evaluation. 2 Ranah Afektif Affective Domain Hal yang dinilai pada ranah afektif ini adalah sikap dari siswa. Menurut Sudaryono ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, dan sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila ia telah memiliki penguasaan tingkat tinggi. 44 Sedangkan menurut Ratna, sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya. 45 Tingkatan pada ranah afektif adalah penerimaan receiving, partisipasi responding, penilaianpenentuan sikap valuing, organisasi organization, pembentukan pola hidup characterization by a value or value complex 41 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007, Cet ke-4. h. 102 42 Ratna, op. cit hlm. 118 43 Sudaryono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012, Cet. Ke-1. h. 43 44 Ibid, h. 46 45 Ratna, op.cit., hlm 123 3 Ranah Psikomotorik Psychomotoric Domain Ranah psikomotorik menurut Sudaryono adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan skill atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. 46 Hasil belajar psikomotor adalah kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan belajar afektif. Tahapan pada ranah psikomotor adalah : persepsi perception, kesiapan set, gerakan terbimbing guided response, gerakan yang terbiasa mechanical response, gerakan kompleks complex response, penyesuaian pola gerakan adjustment, kreativitas creativity. d. Bilangan Bilangan merupakan suatu sebutan untuk menyatakan banyaknya sesuatu, atau menyatakan suatu urutan atau suatu ukuran. 47 macam-macam bilangan terdapat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Bagan Macam-Macam Bilangan Materi bilangan dalam mata pelajaran matematika kelas 5 semester 1 adalah bilangan bulat diantaranya mempelajari sifat-sifat operasi hitung, 46 Sudaryono, Ibid., h 47 47 Wahyudin, Metematika Bilangan, Bandung : Epsilon Grup, 2007, h. 1 BILANGAN REAL BILANGAN RASIONAL BILANGAN IRASIONAL BILANGAN BULAT BILANGAN PECAHAN BILANGAN CACAH BILANGAN BULAT NEGATIF BILANGAN NOL BILANGAN ASLI BILANGAN BILANGAN PRIMA BILANGAN KOMPOSIT BILANGAN SATU penaksiran, faktor prima yang mencakup KPK dan FPB, operasi hitung campuran bilangan bulat, perpangkatan dan akar sederhana, menyelesaikan masalah dengan mengunakan operasi hitung KPK dan FPB. Bilangan bulat merupakan perluasan dari bilangan cacah, untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang tidak terjawab pada bilangan cacah. 48 Berdasarkan Gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa bilangan bulat terdiri dari bilangan cacah, bilangan nol,bilangan bulat negatif, dan bilangan bulat positif. Bilangan bulat positif atau disebut juga biangan asli terdiri dari bilangan prima, bilangan satu dan bilangan komposit. Bilangan prima adalah bilangan memiliki dua faktor dan habis dibagi oleh kedua faktornya yaitu bilangan satu dan bilangan itu sendiri, contoh dari bilang prima adalah 2, 3, 5, 7, 11, dan seterusnya. Bilangan komposit adalah bilangan yang memiliki faktor lebih dari 2 bilangan, contoh bilangan komposit adalah 4, 6, 8, 9, 10, dan seterusnya. Materi Bilangan bulat pada kelas 5 SD adalah sifat-sifat bilangan bulat, penaksiran, faktor prima, FPB, KPK, akar pangkat dan operasi hitung bilangan bulat. Bilangan bulat memiliki sifat-sifat operasi hitung yaitu komutatif, asosiatif, dan distributif. 1 Sifat komutatif adalah sifat pertukaran suatu letak suku pada operasi hitung 49 . dan Sifat komunitatif ini tidak berlaku pada operasi hitung pengurangan dan pembagian. 2 Sifat asosiatif adalah pengelompokan suku pada operasi hitung. dan Sifat asosiatif ini tidak berlaku pada operasi hitung pengurangan dan pembagian. 3 Sifat distributif penyebaran digunakan dalam operasi hitung untuk mempermudahkan perkalian. Dengan sifat ini perkalian disebar menjadi campuran antara perkalian dan penjumlahan atau pengurangan. 50 48 Sufyani Prabowanto, Puji Rahayu, Bilangan, Bandung : UPI Press, 2006, Ed-1, h.29 49 Lock. Cit. 50 Lock. Cit. a + b = b + a a × b = b × a a + b + c = a +b+c a × b × c = a ×b×c dan Dalam menaksir hasil operasi hitung bilangan bulat kita bisa mengunakan berbagai macam taksiran diantaranya taksiran rendah, taksiran tinggi dan taksiran sedang. Taksiran rendah adalah membulatkan semua suku dalam operasi hitung kedalam pembulatan tertentu yang ada dibawahnya baik kedalam puluhan, ratusan, atau ribuan. Contoh taksiran rendah : 24 + 37 taksiran rendah menjadi 20 + 30 = 50 235 + 477 taksiran rendah menjadi 200 + 400 = 600 Taksiran tinggi adalah membulatkan semua suku dalam operasi hitung ke dalam pembulatan tertentu yang ada di atasnya baik puluhan, ribuan atau ratusan. Contoh taksiran tinggi : 24 + 37 taksiran tinggi menjadi 30 + 40 = 70 235 + 477 taksiran tinggi menjadi 300 + 500 = 800 Taksiran sedang adalah taksiran yang sering digunakan karena taksiran ini mendekati hasil yang sebenarnya dengan cara membulatkan semua suku dalam operasi hitung ke dalam pembulatan tertentu yang paling dekat ada dibawah atau diatasnya, baik ke dalam puluhan, ratusan, dan ribuan. 24 + 37 taksiran sedang menjadi 20 + 40 = 60 235 + 477 taksiran sedang menjadi 200 + 500 = 700 Faktor prima adalah sebuah faktor perkalian dari suatu biangan dimana faktor tersebut berupa bilangan prima. 51 Bilangan prima adalah bilangan yang hanya memiliki tepat dua faktor yaitu 1 dan bilangan itu sendiri. 52 Faktorisasi prima adalah bilangan yang dinyatakan sebagai perkalian dari faktor prima berpangkat, ada dua cara yaitu : membagi bilangan prima dan pohon faktor. 53 Selanjutnya setelah mempelajari faktor prima siswa kelas 5 akan mempelajari KPK dan FPB. Ditinjau dari namanya, istilah kelipatan persekutuan 51 Aep Saepudin, Gemar Matematika 5 : Untuk Kelas V SDMI, Jakarta : Pusat Perbukuan Nasional Departemen Pendidikan Nasional, 2009, h. 23 52 Lusia Tri Astuti dan P. Sunardi, Matematika Untuk Sekolah Dasar Kelas V, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009, h. 16 53 Ibid h. 17 a ×b+c = a×b + a×c a ×b-c = a×b - a×c terkecil KPK dalam operasi hitung matematika merupakan kelipatan dari dua buah bilangan atau lebih. 54 Dari dua atau tiga bilangan di dapat dari perkalian faktor prima, jika ada faktor bersekutu maka dipilih pangkat terbesar. 55 Sedangkan FPB adalah singkatan dari faktor persekutuan terbesar, FPB dari dua atau tiga bilangan didapat dari perkalian faktor prima yang sama dengan pangkat terkecil. 56 Operasi hitung campuran bilangan bulat memiliki aturan yang sama dengan operasi hitung campuran bilangan cacah. Aturan tersebut sebagai berikut : 57 a Operasi hitung dalam tanda kurung didahulukan pengerjaannya. b Penjumlahan dan pengurangan adalah setingkat, sehingga pengerjaannya dilakukan secara urut dari kiri. c Perkalian dan pembagian adalah setingkat, sehingga pengerjaannya dilakukan secara urut dari kiri. d Perkalian da pembagian lebih tinggi tingkatnya dari penjumlahan dan pengurangan, sehingga perkalian atau pembagian didahulukan pengerjaannya. Bilangan pangkat adalah suatu bilangan yang memiliki pangkat apakah pangkat dua, tiga, empat, dan seterusnya. Pangkat suatu bilangan ditulis dengan angka kecil dan diletakan lebih tinggi dari posisi angka bilangan tersebut. 58 Dalam pelajaran kelas 5 perpangkatan mempelajari pangkat dua kuadrat. Bilangan kuadrat merupakan hasil suatu bilangan itu sendiri. 59 Sedangkan Akar sederhana adalah kebalikan dari bilangan kuadrat. e. Aplikasi Pembelajaran Kooperatif STAD dalam Materi Bilangan Aplikasi pembelajaran kooperatif STAD dalam materi bilangan, dengan sub materi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat, urutannya adalah sebagai berikut : 54 Aep , op.cit h. 26 55 Lusia, op. cit h. 19 56 Lusia, ibid., h. 20 57 Hardi, Mikan, Ngadiyono, Pandai Berhitung Matematika Untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Kelas V, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional,2009, h. 30 58 Aep Seapudin, op.cit h. 57 59 Dwi Priyo Utomo, Ida Arijanny, Matematika Untuk SDMI Kelas V, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009, h. 20 1 Guru mengkondisikan siswa untuk mulai belajar 2 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa. 3 Membagi siswa kedalam beberapa kelompok, kelompok bersifat heterogen yang terdiri dari siswa yang berbeda intelegensi, ras dan agama. 4 Guru menjelaskan materi tentang sifat-sifat operasi bilangan bulat, 5 Kegiatan belajar tim, guru memberikan lembar tugas kelompok untuk siswa yang harus dikerjakan bersama-sama, serta guru memastian bahwa siswa yang mengerti harus mengajarkan siswa yang belum mengerti. Selain itu guru bertugas untuk mengawasi, memberikan bimbingan, dorongan, dan bantuan bila dibutuhkan oleh siswa. 6 Guru memberika kuis individu untuk siswa. Pada kuis ini siswa sudah tidak diperkenankan untuk saling membantu. 7 Setelah siswa menyelesaikan kuis individunya yang nantinya akan menjadi nilai kelompok. Kemudian guru enilai dan memberikan penghargaan pada siswa.

B. Kerangka Berfikir

Matematika merupakan pelajaran yang dianggap siswa sebagai materi yang sulit dan rumit hal ini terlihat dari nilai ujian matematika yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil nilai ujian mata pelajaran lainnya. Pembelajaran di dalam kelas yang masih teacher center membuat siswa merasa jenuh dan pada akhirnya setengah hati dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga berdampak pada hasil belajar yang rendah. Guru di dalam kelas tidak hanya menjadi sorang pengajar melainkan juga sebagai pendidik yang mampu mencerdaskan pengetahuan siswa dan karakter siswa, karena dewasa ini rasa keperdulian dan mengerti kebutuhan orang lain sangat kurang tertanam pada diri siswa. Maka diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu mengoptimalkan pengetahuan siswa dan membentuk karakter siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang memacu siswa agar saling mendorong dan membantu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Sehingga pembelajaran ini dinilai sebagai peneliti mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan membentuk karakter siswa untuk mampu bekerja sama dan peduli pada kebutuhan orang lain. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa khususnya pada pelajaran matematika bilangan. Dengan demikian diduga bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD memepengaruhi hasil belajar siswa. C. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian dari saudari Firtiana dengan judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Siswa tentang operasi hitung campuran bilangan bulat kelas V SDN 36 Pontianak Selatan. Metode yang digunakan adalah eksperimen semu, berdasarkan perhitungan statistik nilai rata-rata post-test kelas kontrol sebesar 62.83 dan kelas eksperimen sebesar 80.5 diperoleh sebesar 3.77 dan α = 5 dan dk = 39 sebesar 2.023, berarti , maka Ha diterima . dari perhitungan effect size, diperoleh sebesar 1.13 kriteria tinggi. Hal ini berarti pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas 5 SDN 36 Pontianak Selatan. Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Ni Made Sunilawati, Nyoman Dantes, dan I Made Candiasa yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan Numerik Siswa Kelas 4 SD” yang diterbitkan e-jurnal program pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha jurusan pendidikan dasar vol.3 tahun 2013. Rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengunakan model pembelajaan kooperatif STAD adalah 78.38. rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengunakan model pembelajaran konvensional adalah 71,62. Rata-rata skor hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan numerik tinggi yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah 85,44. Rata-rata skor siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah yang mengunakan model pembelajran kooperatif tipe STAD adalah 71,62. Rata-rata skor hasil belajar siswa dengan kemampuan numerik tinggi dan mengunakan model pembelajaran konvensional adalah 67,65. Serta rata-rata skor hasil belajar siswa dengan kemampuan numerik rendah yang menggunakan model pembelajaran konvensional adalah 75,59. Kesimpulan yang sisapat dari penelitian tersebut adalah : 1 Terdapat perbedaan kemandirian belajar, dengan F A = 43,12 sedangkan F tabel = 3,99 ini berarti tolak H terima H 1 rata-rata siswa yang mengunakan pembelajaran kooperatif lebih tinggi dari siswa yang mengunakan pembelajaran konvensional 2 Terdapat perbedaan hasil belajar, dengan F AB = 114,65 sedangkan F tabel = 3,99. Hal ini menunjukan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang diterapkan guru mampu merangsang kemampuan numerik siswa. 3 Perbedaan hasil belajar matematika pada siswa dengan kemampuan numerik tinggi yang mengunakan pembelajaran kooperatif dengan siswa yang mengunakan pembelajaran konvensional, diperoleh Q hitung = 17,275 dan Q tabel = 4,02 berarti Q hitung Q tabel. Menunjukan hasil belajar siswa dengan kemampuan numerik tinggi yang mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari siswa dengan kemampuan numerik tinggi yang mengunakan pembelajaran kooperatif. 4 Perbedaan hasil belajar matematika pada siswa dengan kemampuan numerik rendah yang mengunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa dengan kemampuan numerik rendah yang mengunakan pembelajaran konvensional. Didapati hasil perhitungan Q hitung = 4,14 sedangkan Q tabel = 4,02 sehingga Q hitung Q tabel, jadi tolah H terima H 1. Hal ini menunjukan bahwa siswa dengan kemampuan numerik rendah yang mengunakan pembelajaran konvensional memiliki hasil belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan numerik rendah yang mengunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen Universitas Negeri Sebelas Maret yaitu Nova Silviani, Triyono, dan Tri Saputri Susiani. Judul penel itiannya adalah “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Peningkatan Pembelajaran Bilangan Pecahan Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Penelitian tersebut mengunakan metode penelitian tindakan kelas dengan mengunakan tiga siklus, pada pratindakan ketuntasan belajar siswa mencapai 41,67 , setelah diberi tindakan dengan mengunakan pembelajran kooperatif tipe STAD ketutasan belajar meningkat menjadi 87,5 , namun pada siklus ke kedua ketuntasan belajar siswa menurun menjadi 83,3 karena terdapat beberapa kendala dalam merapakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada siklus ketiga dengan perlakuan yang sama dengan siklus belajar sebelumnya, terjadi peningkatan hasil belajar pada siklus ketiga mencapai 95,83. Hal ini menunujkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meninkatkan hasil belajar siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Ha : Hasil belajar siswa yang mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa yang mengunakan pembelajaran konvensional.

BAB III Metodelogi Penelitian

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang akan dijadikan sebagai lapangan penelitian adalah SD Negeri Jatiasih X kelas 5 Tahun pelajaran 20132014. Penelitian dilakukan pada bulan april-september 2013.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Quasi Experimental Design. Menurut Sugiono quasi eksperimen mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya mengkontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. 60 Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Posttest-Only Control Design, menurut Sugiono dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random R. 61 Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen, sedangkan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Seperti yang dijabarkan sebelumnya bahwa desain ini mengunakan perbandingan kedua kelompok yaitu kelompok eksperimen yang diberi treatmen dan kelompok kontrol. Dalam true experiment, pengaruh treatmen dianalisis dengan uji beda, mengunakan statistik t-test. Jika digambarkan desain penelitian ini, seperti gambar 3.1 dibawah ini : Gambar 3.1 Gambar Rancangan Penelitian The Posttest-Only Control Group Design Berdasarkan gambar diatas, R 1 adalah kelompok eksperimen yaitu kelas 5B, sedangkan R 2 adalah kelompok kontrol yaitu kelas 5A. Pemberian perlakuan 60 Sugiono, Metodelogi Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan RD, Bandung : Alfabeta, 2012, cet ke-17, h. 77 61 Ibid, h.76 R 1 X O 2 R 2 O 4 33

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

Applying Student Teams Achievement Division (STAD) Technique to Improve Students’ Reading Comprehension in Discussion Text. (A Classroom Action Research in the Third Grade of SMA Fatahillah Jakarta)

5 42 142

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ditinjau dari

0 2 17