Perkawinan di Bawah Umur Menurut Hukum Islam

dipikul kepadanya. Berdasarkan hal ini, maka kecakapan bertindak ada yang bersifat terbatas dan ada pula yang bersifat sempurna. Berdasarkan hubungan ini, yang dimaksud dengan perkawinan dibawah umur adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh salah satu calon mempelai atau keduanya belum memenuhi syarat umur yang ditentukan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sebagaimana ketentuan yang ditegaskan pada Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang ini: ”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 enam belas tahun”. Dan sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam KHI Pasal 15 ayat 1, ”Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974, yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.”

1. Perkawinan di Bawah Umur Menurut Hukum Islam

Diantara keistimewaan ajaran agama Islam adalah fleksibel, universal, rasional, sesuai dengan tempat dan zaman serta mudah diterima oleh khalayak, baik yang berkaitan dengan masalah ibadat, akhlak, muamalat, maupun yang berkaitan dengan hukum aturan pernikahan. Hukum Islam secara umum meliputi lima prinsip yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal. Dari kelima nilai universal Islam ini, satu diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan hifdzu al nasl. Oleh sebab itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al-Bajuri menuturkan bahwa agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari’atkan pernikahan, niscaya geneologi jalur keturunan akan semakin kabur. Pada dasarnya ketentuan tentang batas umur minimal perkawinan tidak ditentukan secara tegas dalam literatur hukum Islam. Mayoritas pakar hukum Islam melegalkan pernikahan dini mensahkanya. Pemahaman ini merupakan hasil interpretasi dari QS. Ath Thalaaq ayat 4. Disamping itu, sejarah telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi dalam usia sangat muda. Begitu pula pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat, sejumlah fakta pernikahan para sahabat dengan perempuan di bawah umur, seperti yang dilakukan oleh ‘Umar bin al- Khatthab ketika menikahi Ummu Kaltsum, putri ‘Ali bin Abi Thalib dan Qudamah bin Math’ghun yang menikahi putri Zubair. Bahkan dalam kitab-kitab fiqh memperbolehkan kawin antara laki-laki dan perempuan yang masih kecil, baik kebolehan tersebut dinyatakan secara jelas seperti ungkapan ”boleh terjadi perkawinan antara laki-laki yang masih kecil dan perempuan yang masih kecil” atau ”boleh menikahkan laki-laki yang masih kecil dan perempuan yang masih kecil” sebagaimana pendapat Ibnu al-Humam yang dikutip oleh Amir Syarufuddin dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara fiqih munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. 57 Begitu pula kebolehan itu disebutkan secara tidak langsung sebagaimana setiap kitab fiqh menyebutkan kewenangan wali 57 Amir Syarufuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara fiqih munakahat dan Undang-Undang Perkawinan , Jakarta: Kencana, 2006 h. 66. mujbir mengawinkan anak-anak yang masih kecil atau perawan. Bahkan dalam literatur fiqh kontemporer ditemukan ungkapan bila seorang laki-laki mengawini seorang perempuan yang masih kecil, kemudian si istri disusukan oleh ibu si suami, maka istrinya itu menjadi haram baginya. dari ungkapan ini dapat dipahami bahwa istri berumur dua tahun kebawah, karena susuan yang menyebabkan hukum haram itu ialah bila berlangsung selagi yang menyusu masih berumur dua tahun kurang. Hal ini berarti boleh melangsungkan perkawinan selagi pengantin perempuan masih bayi. 58 Sebagian ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah umur sudah menjadi konsensus pakar hukum Islam. 59 Menikahi atau menikahkan perempuan di bawah umur, sebelum haid atau usia 15 tahun, dalam pandangan Islam sah. Dalam hal ini, tidak ada ikhtilaf di kalangan ulama. Demikian, penjelasan Ibn Mundzir, sebagaimana yang dikutip oleh Ibn Qudamah. Dalam penjelasannya, Ibn Mundzir menyatakan: “Semua ahli ilmu, yang pandangannya kami hapal, telah sepakat, bahwa seorang ayah yang menikahkan anak gadisnya yang masih kecil hukumnya mubah sah. 60 Salah satu argumentasi yang digunakan adalah firman Allah SWT yang menyatakan dalam QS. Ath Thalaaq 65: 4. C ;, 4 G‰N Š‹TF = 4 - W3 gG?v… ? 58 Ibid., h. 66-67. 59 Yusuf Fatawie, Pernikahan Dini Dalam Perspektif Agama dan Negara. http:dovesmotion.blog.friendster.com200811fikih-perkawinan-di-bawahumur . 60 Ibn Qudamah, al-Mughni, Bait al-Afkar ad-Duwaliyyah, Yordania, juz II, h. 1600. E9-•-C 4 ‡m Y vi, E :D J C ;, 4 E D[ • P ,Ž •J •‘ ’M96 4 : h J J K[N : ’ M P 5wdN 3 4 :• “J3 D Z ”-• J 4QˆD– OPD Artinya: ”Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi monopause di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu tentang masa iddahnya, Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu pula perempuan- perempuan yang tidak haid, dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”. Selain itu, juga hadits yang dituturkan oleh Aisyah yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim. Q 2 R S+T 0- U:-ﺹ 1 ﺱ H:ﺕ XQ ,:-ﺱ 0 ﺱ Fﺕ Q ﻥ6 U 0 ﺱ ,- K 61 Artinya: ”Diriwayatkan dari Aisyah r.a bahwa ia telah berkata: Rasulullah SAW telah mengawini aku ketika aku berumur 6 enam tahun, dan tinggal bersamaku pada waktu aku berusia 9 sembilan tahun. H.R. Muslim. Selain dari mayoritas ulama fiqih yang membolehkan perkawinan dalam usia muda, ada juga yang mengatakan bahwa perkawinan gadis di usia muda itu tidak sah atau dilarang. Seperti pendapat dari Ibnu Syubrumah, beliau menyatakan beberapa alasanya, di antaranya hadist Abu Hurairah yang di riwayatkan oleh Muslim. 61 Imam Abi Al-Husaini Muslim, Sahih Muslim, juz 2 Beirut Libanon: T.tp h. 1038. Y 6 : ,:-ﺱ 0- U:-ﺹ 1 ﺱ :Z6 2 [Z\]?ﺕ U:? B B ﺕ _ []?ﺕ U:? ,X` B ﺕ_ 1 2 1 2 a Rﻥ\b c0d 1 ﺱ Z6 QBﺕ ,- K 62 Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. Sesungguhnya Rasulullah SAW berkata: Janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuannya, dan perawan tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai restunya, para sahabat bertanya, wahai Rasulullah, bagaimana tanda restu seorang perawan? Beliau menjawab: ”yaitu jika diam”. H.R. Muslim. Hadist ini mewajibkan wali termasuk bapak untuk meminta izin dari anak gadisnya sebelum berlangsung akad nikahnya. Oleh karena sahnya akad nikah tergantung pada izin sedangkan izin dari orang tua atau gadis yang belum dewasa tidak dianggap, maka wajiblah atas wali menunggu sampai anak gadisnya dewasa untuk mendapatkan izinnya. Dalil ini kita kemukakan sebagai alasan dari pendirian Ibnu Syubrumah menurut riwayat Ibnu Hazam. Sedangkan pendirian Ibnu Syubrumah sendiri menurut riwayat at-tahawi, dalil yang harus kita kemukakan adalah sebagai berikut: tujuan utama dari pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan dan memelihara diri dari kemaksiatan. Cara mendapatkan keturunan dan memelihara tentulah dengan jalan persetubuhan, sedangkan maksud utama ini hanya dapat dilakukan terhadap gadis yang usianya telah memungkinkan untuk disetubuhi. Lebih lanjut Ibnu Syubrumah dan al-Batti berpendapat sebagaimana yang dikutip oleh Peunoh Daly dalam bukunya yang berjudul Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-Negara Islam, 62 Ibid,. h. 1056. bahwa tidak sah sama sekali mengawinkan anak yang masih kecil. Akad nikah yang dilakukan oleh wali sebagai ganti dari anak yang masih kecil itu dianggap batal. Penulis menyatakan bahwa hikmah hukum perkawinan dalam Islam memperkuat pandangan Ibnu Syubrumah itu, karena tidak ada kemaslahatan bagi anak kecil dalam perkawinan yang serupa itu perkawinan dibawah umur, bahkan akan mendatangkan kemudharatan. 63 Selain dari pada pendapat dari Ibnu Syubrumah, di atas yang tidak memperkenankan perkawinan dalam usia muda, ada juga dalil-dalil syar’i lainya yang dapat menunjukan isyarat untuk kedewasaan seseorang sebelum lakukan suatu perkawinan itu diharuskan adanya suatu kedewasaan. Dalil-dalil hukum itu diantaranya: 1. Sadd Adz-Dzari’ah, artinya melaksanakan suatu perbuatan yang semula mengandung kemaslahatan menuju pada suatu kerusakan kemafsadatan, dimana menutup jalan yang bisa membawa malapetaka, karena kawin di bawah umur bisa membawa malapetaka bagi keluarga dan akibat-akibat lainya yang negatif maka wajib menghindari dengan jalan menunda perkawinannya. 64 63 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-Negara Islam, h. 131. 64 Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet. Ke-1. h. 132. 2. Kaidah-kaidah dalam Fiqihiyah antara lain: 65 a 1 e Artinya: ”Mudharat atau malapetaka itu harus dihilangkan”. Karena kawin di bawah umur membawa mudharat baik kepada dirinya, keluarga maupun kepada masyarakat, maka seharusnya kawin di bawah umur harus dihindari. b 5f g-H GI:h ﺱ 4f Artinya: ”Menghindari mafsadat atau kerusakan harus didahulukan dari pada mencari maslahat atau kebaikan”. Kawin di bawah umur mungkin adapula manfatnya atau maslahatnya, namun mudharat atau resiko jauh lebih besar dari pada manfaat atau kebaikanya. Oleh karena itu, sudah seharusnya kawin di bawah usia muda itu ditunda sampai orang itu cukup dewasa dan matang pisik, pikis dan mentalnya. Dengan memperlihatkan argumen-argumen yang telah disampaikan oleh para ulama tersebut diatas, baik yang memperbolehkan perkawinan seorang gadis yang belum dewasa usia muda dan yang tidak memperbolehkannya, maka penulis lebih condong pada pendapat Ibnu Syubrumah dan dengan disertai landasan atas kaidah- kaidah fiqh untuk tidak memperkenankan perkawinan usia muda dengan alasan bahwa perkawinan usia muda dapat mengarah kepada kegagalan dalam membina 65 Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh, Jakarta: Kalam Mulia, 2001, Cet. Ke-2. h. 9. keluarga yang bahagia dan sejahtera. Dimana kegagalan tersebut bertentangan dengan tujuan untuk mencapai kemaslahatan sebagaimana yang didambakan oleh keluarga dari kedua belah pihak suami istri disebabkan persiapan mental kedua pihak belum cukup matang. Kemudian persoalan yang paling krusial tentang kawin muda adalah dalam pandangan para ahli fiqh, adalah faktor ada tidaknya unsur kemaslahatan didalamnya terutama untuk pihak istri, karena dikhawatirkan dalam perkawinan usia muda itu dapat menimbulkaan kemudharatan, kerusakaan atau keburukan, terutama kepada pihak istri. Dengan demikian maka perkawinan antara laki-laki dan perempuan di maksudkan sebagai upaya memelihara kehormatan diri hifdz al-’irdh agar tidak terjerumus kedalam perbuatan terlarang, melangsungkan kehidupan manusia atau keturunan hifdz al-nasl yang sehat mendirikan kehidupan rumah tangga yang di penuhi kasih sayang antara suami istri dan saling membantu antara keduanya untuk kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, maka pengaturan keluarga dan usaha-usaha menjaga kesehatan reproduksi menjadi suatu ikhtiar yang harus mendapat perhatian yang serius dari semua pihak, termasuk di dalamnya adalah pengaturan tentang batas usia perkawinan yang dapat menjamin terpenuhinya kesehatan reproduksi calon wanita demi kemaslahatan bersama.

2. Perkawinan di Bawah Umur Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1