2. Perkawinan di Bawah Umur Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974.
Dalam pasal 1 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan ialah, ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia atau kelak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi menurut undang-undang perkawinan itu adalah ikatan antara
seorang pria dengan seorang wanita, berarti perkawinan sama dengan perikatan Verbintenis. Pengertian perkawinan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 tersebut
perlu difahami benar-benar oleh masyarakat, oleh karena itu dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 maupun dalam peraturan lainya yang mengatur tentang
perkawinan. Apabila dianalisis lebih lanjut, kondisi perkawinan di Indonesia secara umum dapat di katagorikan mempunyai pola perkawinan muda. Usia muda secara
global dimulai sejak umur 12 dua belas tahun dan berakhir pada usia 21 dua puluh satu tahun.
66
Apabila dihubungkan antara Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dengan Pasal 7 ayat 1, maka pengertian tersebut dapat diuraikan
menjadi beberapa unsur: a.
Perkawinan merupakan ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita; b.
Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin;
66
Siti Rahayu Aditono, Psikologi Perkembangan dan Bagian-bagianya, Yogyakarta: Gaja Mada Press, 1989, h. 219.
c. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang
kekal dan bahagia; d.
Perkawinan harus berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; e.
Perkawinan baru dapat dilangsungkan setelah berusia 19 sembilan belas tahun bagi calon pria dan berusia 16 enam belas tahun bagi calon wanita;
f. Harus ada izin dari orang tua terhadap perkawinan yang belum sampai umur
21 dua puluh satu tahun; g.
Harus ada dispensasi kawin dari Pengadilan Agama atas permintaan orang tua bagi yang ingin melangsungkan perkawinan di bawah umur.
Dari unsur-unsur diatas dapat diambil pengertian bahwa perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh salah satu pihak atau kedua belah
pihak mempelai yang belum mencapai umur 16 enam belas tahun bagi calon mempelai wanita dan umur 19 sembilan belas tahun bagi calon mempelai pria,
sehingga diperlukan dispensasi kawin dari pengadilan. Yang dimaksud dari dispensasi kawin disini adalah adanya suatu penetapan hukum dari Pengadilan
Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri selain yang beragama Islam. Dengan adanya suatu penetapan tersebut maka perkawinan dibawah
umur dapat dilangsungkan. Adapun yang dapat dijadikan bahan pertimbangan hukum untuk mendapatkan
dispensasi kawin adalah sebagai berikut:
a. Kondisi yang sangat memaksa darurat, perkawinan di bawah umur batas
minimum sebagaimana yang ditentukan dalam UU Perkawinan tersebut dimungkinkan;
b. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, menyangkut susila yang
berlaku di masyarakat pada umumnya; c.
Adanya kepentingan yang mendesak, misalnya calon istri telah hamil lebih dahulu yang dibuktikan dengn keterangan dokter;
d. Persetujuan yang menyatakan bahwa atas dasar sukarela tanpa tekanan atau
paksaan dari pihak manapun dan setuju untuk melasungkan perkawinan, ditandatangani oleh kedua calon mempelai.
Adapun pelaksanaan perkawinan di bawah umur, prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Minta surat pengantar dari ketua RT rukun tetangga dimana calon mempelai
bertempat tinggal, yang ditujukan kepada kelurahan. Dan dari kelurahan itulah calon mempelai akan mendapatkan surat model PI yang berisi surat
pemberitahuan kepada Pegawai Pencatat Nikah, surat model NA yang berisi surat keterangan untuk kawin, surat model NH yang berisi surat keterangan
tentang orang tua, surat model NI yang berisi surat keterangan asal-usul dan surat persetujuan yang menyatakan bahwa atas dasar sukarela tanpa ada
tekanan dari pihak manapun dan setuju untuk melangsungkan perkawinan yang ditandatangani kedua calon mempelai;
67
b. Setelah mendapatkan surat-surat diatas kemudian mempelai mengajukan
permohonan dispensasi kawin kepada Ketua Pengadilan Agama yang di buat oleh orang tuawalinya atau wakilnya;
c. Sebelum diadakan sidang Pengadilan, calon mempelai terlebih dahulu
mendapat nasehat perkawinan dari BP-4; d.
Setelah Pengadilan mempelajari arti permohonan ini kemudian mengadakan sidang. Sidang dihadiri oleh kedua orang tuawalinya, calon mempelai dan
saksi-saksi; e.
Setelah mendapatkan penetapan dispensasi kawin dari Pengadilan Agama, kemudian ke Kantor Urusan Agama yang mewakili wilayah hukum dimana
tempat tinggal mempelai dengan membawa sekaligus menyerahkan surat- surat yang telah diisi oleh Kepala Desa, yang meliputi:
1. Surat keterangan untuk nikah Model N1
2. Surat keterangan asal-usul Model N2
3. Surat persetujuan mempelai Model N3
4. Surat tentang orang tua Model N4
5. Surat izin orang tua Model N5
6. Surat pemberitahuan kehendak untuk menika Model N7
67
KOWANI Kongres Wanita Indonesia Pedoman Penyuluhan Undang-undang Perkawinan
, Jakarta: 1983.
7. Setelah Kantor Urusan Agama menerima berkas-berkas itu kemudian
diadakan penelitian dan selanjutnya mengadakan pengumuman. 8.
Setelah hari kesepuluh waktu kerja, tidak ada halangan dan pencegahan perkawinan, maka pada hari yang telah ditentukan kemudian dilangsungkan
perkawinan sesuai dengan peraturan. Jika kita mengkaji lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan yang telah diuraikan
diatas, prinsip dasar dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 terdapat pelarangan untuk melangsungkan perkawinan kepada pihak-pihak yang belum cukup
umur, sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Pasal 7 ayat 1. Namun dalam kesempatan yang sama didalam Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Perkawinan pun
secara tersirat membolehkan dilangsungkanya praktek perkawinan dibawah umur, dengan adanya dispensasi nikah yang dikeluarkan oleh Pengadilan dengan ketentuan
dan syarat-syarat yang mengaturnya. Namun, disisi lain akibat adanya dispensasi kawin dalam perkawinan di
bawah umur, dampaknya telah terjadi peningkatan angka perceraian atau banyaknya kasus kematian ibu saat melahirkan, selain itu perceraian juga menjadi pintu bagi
masuknya tradisi baru yakni pelacuran. Dalam Kompilasi Hukum Islam, perkawinan bisa dibatalkan bila melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan pada
Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan. ā€¯Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 maka perkawinan di bawah umur masuk dalam kategori eksploatasi anak, karena seorang
anak yang masih dalam asuhan orang tuanya seharusnya mendapatkan kesempatan belajar. Perkawinan di bawah umur jelas merampas hak anak itu.
F. Praktek Perkawinan di Bawah Umur Menurut UU Perlindungan Anak