Pengertian Tindak Pidana dan Sanksi Pidana

BAB II TINDAK PIDANA DAN SANKSI PIDANA MENURUT HUKUM POSITIF

DAN HUKUM ISLAM

A. Ketentuan Hukum Pidana Islam Mengenai Tindak Pidana dan Sanksi Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana dan Sanksi Pidana

Dalam ensiklopedi hukum Pidana Islam, tindak pidana jarimah diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak yang diancam oleh Allah SWT dengan hukuman hudud atau ta’zir. 8 Adapun menurut istilah syar’i, jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh syara, baik perkataan itu mengenai merugikan jiwa atau harta benda ataupun lain-lainya. 9 Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fiqih Islam memberikan pengertian jinayah adalah yang meliputi beberapa hukum, yaitu membunuh orang, melukai, memotong anggota badan, menghilangkan anggota badan, seperti salah satu panca indera. 10 Para Fuqaha sering memakai kata-kata ”jinayah” ini untuk ”jarimah”, bahkan kebanyakan Fuqaha memakai kata-kata jinayah hanya untuk perbuatan yang mengenai jiwa orang atau anggota badan, seperti membunuh, melukai, memukul, menggugurkan kandungan dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan jarimah adalah larangan-larangan syara yang diancam oleh Allah swt dengan hukuman had 8 Alie Yafie dkk, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, t.tp: PT. Kharisma Ilmu, 2007, h. 87. 9 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2005, h. 1. 10 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru, 1990, Cet Ke-23, h. 396. dan ta’zir. Kemudian Ahmad Hanafi mengkatagorikaan jarimah kepada tiga macam bentuk, yaitu: 11 a. Jarimah Hudud Jarimah Hudud, adalah jarimah yang diancamkan hukuman had yaitu hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya serta menjadi hak Tuhan. Dengan demikian, maka hukuman tersebut tidak mempunyai batas terendah atau batas tertinggi, dan pengertian hak Tuhan ialah bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan baik oleh perorangan yang menjadi korban jarimah, atau pun oleh masyarakat yang di wakili oleh negara sultan. b. Jarimah Qisas-diyat Jarimah Qisas-diyat adalah perbuatan-perbuatan yang diancamkan dengan hukuman qisas atau hukuman diyat kepada pelakunya. Baik qisas maupun diyat adalah hukuman-hukuman yang telah ditentukan batasannya, dan tidak mempunyai batas terendah atau batas tertinggi, tetapi menjadi hak perseorangan, dengan pengertian bahwa si korban bisa memaafkan si pembuat dan apabila dimaafkan, maka hukuman tersebut menjadi hapus. c. Jarimah Ta’zir Jarimah Ta’zir, yaitu perbuatan-perbuatan yang diancamkan dengan satu atau beberapa hukuman Ta’zir. Pengertian ta’zir itu sendiri ialah memberikan pengajaran at-ta’dib. Syara tidak menentukan macam-macamnya hukuman untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan- 11 Ahmad Hanafi, Asas – Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2005 h. 7-8 ringannya sampai kepada yang seberat-beratnya hukuman. Dalam hal ini hakim diberikan kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan macam jarimah ta’zir serta keadaan si pembuat juga. Jadi hukuman ta’zir tidak mempunyai batas tertentu. Sementara itu, hukum Islam memuat suatu aturan hukum yang sangat berat dan tegas, tetapi memiliki sesuatu keluwesan dalam menerapkan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan yang melanggar terhadap hak-hak masyarakat. Ketentuan tersebut menunjukan pada bagaimana hukum yang berlaku bagi pelaku kejahatan atau perbuatn yang dilakukan. Kata sanksi dalam pidana Islam disebut dengan istilah al- Uqubah yang berasal dari bahasa arab yang artinya adalah pembalasan dengan keburukan. Sedangkan Abdul Qadir’ Audah mendefinisikan sanksi atau hukuman adalah balasan yang telah ditentukan untuk kepentingan orang banyak atas perbuatannya melanggar perintah Allah SWT. 12 Ahmad Fathi Bahasi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Ratomi Zain dalam skripsinya memberikan definisi sanksi uqubah, adalah balasan berbentuk ancaman yang ditetapkaan syar’i Allah untuk mencegah terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarangnya dan perbuatan meninggalkan yang ia perintahkan. 13 Menurut A. Djazuli bahwa maksud pokok Hukuman sanksi adalah untuk memelihara dan menciptakan 12 Abdul Qadir’ Audah , al-Tassyri’ al- Jinai al-Islami, Bairut: Muassasah al- Risalah, 1992, Cet. Ke-II, Zuz I, h. 812. 13 Ahmad Ratomi Zain, Sanksi Atas Penyalagunaan Tanah Wakaf oleh Nazhir Dalam Perfektif Hukum Fiqh dan UU No. 41 Tahun 2004 , Studi Kasus Masjid Jami’ Al-Wahab Kampung Cantiga Cipondo Tangerang, Skripsi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. kemaslahatan manusia dan menjaga hal-hal dari mafsadat, serta memberi petunjuk dan pelajaran kepada manusia. 14 Begitu juga menurut A. Hanafi, bahwa tujuan dari pada penjatuhan hukuman sanksi menurut syariat Islam adalah pencegahan ar-radu waz-zajru dan pengajaran serta pendididkan al-islah wat taahdzib. 15 Tujuan sanksi pidana adalah pencegahan, maka besarnya hukuman harus sedemikian rupa yang cukup mewujudkan tujuan tersebut, tidak boleh kurang atau lebih dari batas yang diperlukannya, dan dengan demikian maka terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan hukuman. Selain mencegah dan menakut-nakuti, syariat Islam tidak lalai untuk memberikan perhatian terhadap diri pembuat. Bahkan memberikan pelajaran dan pengusahaan kebaikan kepada diri pembuat merupakan tujuan utama, sehingga menjauhkan manusia terhadap jarimah bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena kesadaran dalam diri sendiri dan kebenciannya terhadap melakukan jarimah kejahatan. Di samping segi kebaikan pribadi pembuat jarimah, syariat Islam dalam menjatuhkan hukuman juga bertujuan membentuk masyarakat yang baik dan yang dikuasai rasa saling menghormati dan mencintai antara sesama anggota masyarakat dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajibannya masing-masing. 16 Hukuman tanpa sanksi, suatu perintah atau larangan tidak punya konsekuensi apa-apa, dengan hukuman sanksi perintah atau larangan akan diperhitungkan dan 14 A. Djazuli, Fiqh Jinayah, Upaya Menaggulangi Kejahatan, Loc. Cit. 15 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Loc. Cit. 16 Ibid., h. 191-192 memiliki arti. Meskipun sanksi itu sendiri bukan merupakan suatu kebaikan, bahkan suatu perusakan bagi si pelaku kejahatan sekurang-kurangnya, namun sanksi tersebut diperlukan, sebab bisa membawa keuntungan yang nyata bagi masyarakat kepentingan publik. Syariat Islam menetapkan perbuatan-perbuatan sebagai kejahatan dan mengancam dengan hukuman tertentu untuk perbuatan-perbuatan tersebut dengan maksud melindungi kepentingan- kepentingan kolektif dan sistem yang di atasnya berdiri bangunan besar masyarakat, serta membuat masyarakat dapat menyelamatkan nilai-nilai moral dan kehidupan yang harmoni. Tuhan mengadakan larangan-larangan hukumansanksi tidak akan mendapatkan suatu keuntungan karena ketaatan manusia, sebagaimana juga tidak akan menderita karena kedurhakaan mereka terhadapnya.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Dalam Hukum Pidana Islam