Gambaran Karakteristik Responden di SMPN 9 Depok

55

BAB VI PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, berikut uraian pembahasannya serta keterbatasan dari penelitian.

A. Gambaran Karakteristik Responden di SMPN 9 Depok

Karakteristik dari responden dalam penelitian ini terdiri dari umur, jenis kelamin, kelas, dan status orang tua. Gambaran umur dari 46 responden penelitian ini sebagian besar berusia 13 tahun yaitu sebesar 26 responden 56,5. Hal ini sesuai dengan teori tumbuh kembang menurut Harlock 1999 bahwa usia 13 tahun merupakan usia remaja awal yang mempunyai salah satu ciri khas membenarkan perbuatan-perbuatan yang mereka ketahui sebagai perbuatan yang salah termasuk perilaku agresif. Tugas perkembangan yang muncul pada masa remaja awal juga akan memicu pertahanan diri yang akan menstimulasi kemampuan beradaptasi yang baru untuk mengkopingnya atau akan mengarahkan kepada regresi dan koping yang maladaptif Stuart Laraia, 2005. Dari hasil penelitian berdasarkan distribusi jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki sebesar 34 responden 73,9. Hal ini dikarenakan anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial yang sulit dikontrol dibandingkan anak perempuan sehingga anak laki-laki lebih banyak melakukan tindakan kekerasan dan ditujukan ke luar misalnya merusak barang milik orang lain dan berkelahi Santrock, 2003. Ditambah lagi perilaku agresif pada anak laki-laki relatif tetap sejak masa prasekolah sampai masa remaja, dimana mereka meneruskan perilaku yang dialami sejak kecil hingga sampai remaja. Berbeda dengan perempuan yang kurang menunjukkan perilaku tersebut pada usia lebih tua Behrman et al, 2000. Hal ini juga didukung oleh penelitian Lestari 2008 bahwa anak laki-laki cenderung lebih agresif daripada anak perempuan seusianya. Kalaupun anak perempuan menunjukkan tindak agresi, kecenderungan adalah agresi verbal dan tidak langsung, sementara anak laki-laki lebih menunjukkan agresi fisik secara langsung. Berdasarkan distribusi kelas, responden yang paling banyak adalah kelas VII sebesar 36 responden 78,3. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Santrock 2007 bahwa transisi memasuki Sekolah Menengah Pertama dari Sekolah Dasar dapat menimbulkan stres karena transisi ini terjadi secara simultan dengan banyak perubahan lain, termasuk perubahan dari siswa paling tua, paling besar, dan paling kuat di SD menjadi siswa yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di SMP, yang disebut top-dog phenomenon. Stres yang meningkat tersebut dapat menimbulkan munculnya berbagai bentuk perilaku agresif. Berdasarkan distribusi status orang tua, responden terdiri dari status orang tua utuh sebesar 39 responden 84,8, orang tua bercerai sebesar 6 responden 13, dan orang tua meninggal sebesar 1 responden 2,2. Hal ini dapat dikarenakan SMPN 9 Depok termasuk sekolah yang memiliki peringkat baik di Depok sehingga siswa yang masuk ke sekolah ini memiliki kualitas baik dari segi kognitifnya. Menurut Haryanto 2011, salah satu dampak perceraian orang tua adalah sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun. Siswa di SMPN 9 Depok termasuk ke dalam siswa yang memiliki prestasi baik sehingga jarang yang latar belakang orang tuanya bercerai.

B. Gambaran strategi koping siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9