dampak  perceraian  orang  tua  adalah  sulit  berkonsentrasi  dan  tidak  berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun. Siswa di
SMPN  9  Depok  termasuk  ke  dalam  siswa  yang  memiliki  prestasi  baik sehingga jarang yang latar belakang orang tuanya bercerai.
B. Gambaran  strategi  koping  siswa  dengan  perilaku  agresif  di  SMPN  9
Depok
Untuk mendapatkan hasil strategi koping siswa dengan perilaku agresif, sebelumnya  peneliti  memastikan  bahwa  responden  yang  berpartisipasi
memang  diduga  memiliki  perilaku  agresif.  Peneliti  terlebih  dahulu  melihat buku  catatan  pelanggaran  sekolah  yang  dimiliki  guru  BK  SMPN  9  Depok,
kemudian  melakukan  wawancara  kepada  beberapa  siswa  yang  tercatat  di dalam  buku catatan pelanggaran sekolah.
Berdasarkan  distribusi  frekuensi,  strategi  koping  yang  paling  banyak digunakan siswa dengan perilaku agresif di  SMPN 9 Depok  adalah  problem
focused  coping  sebesar  27  responden  58,7.  Problem  focused  coping adalah usaha mengatasi  stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah
yang  dihadapi  dan  lingkungan  sekitarnya  yang  menyebabkan  terjadinya tekanan,  yang  terbagi  menjadi  confrontative  coping,  seeking  social  support,
dan planful problem solving Lazarus dan Folkman, 1984 dalam Nasir, 2011. Seorang remaja yang cenderung menggunakan problem focused coping
dalam mengatasi permasalahan yang dialaminya, akan cenderung lebih fokus terhadap  masalah  yang  dihadapi  dan  berusaha  mencari  berbagai  cara  untuk
memecahkan  masalah  yang  dialaminya,  termasuk  dengan  cara-cara  yang
agresif. Seseorang  yang  menggunakan  problem focused coping  yakin  bahwa hal-hal  yang  menjadi  sumber  masalah  masih  dapat  diubah,  tetapi  apabila
remaja  tersebut  tidak  menemukan  pemecahan  masalah  yang  efektif  akan memunculkan  berbagai  respon  perilaku  yang  negatif  di  dalam  dirinya
sehingga  ini  akan  mempengaruhi  tingkah  lakunya  dan  menjadi  lebih  agresif Lestari, 2008.
Sedangkan  hasil  manifestasi  strategi  koping  berdasarkan  umur menunjukkan bahwa remaja usia 12 tahun yang menggunakan strategi koping
berfokus pada masalah dan strategi koping  yang  berfokus pada emosi sama, yaitu sebanyak 4 responden. Pada remaja usia 13 dan 14 tahun, lebih banyak
menggunakan  strategi  koping  berfokus  pada  masalah.  Pada  remaja  usia  15 tahun,  lebih  banyak  menggunakan  strategi  koping  berfokus  pada  emosi.
Menurut Wong 2008, pada masa remaja awal terjadi peningkatan kehidupan emosi dimana remaja sangat peka dan perasaan mudah tersinggung. Pada saat
muncul  ketegangan,  remaja  akan  berespon  dengan  emosi  yang  tinggi  dan berusaha untuk mengatasi ketegangan tersebut dengan cara yang agresif. Hal
ini disebabkan oleh kurangnya kematangan emosi sehingga remaja cenderung menggunakan strategi koping yang berfokus pada masalah.
Remaja  usia  15  tahun  termasuk  ke  dalam  masa  remaja  pertengahan yang  memiliki  kematangan  emosi  lebih  baik.  Remaja  pertengahan  memiliki
tingkat emosi yang terkontrol, sehingga pada saat muncul ketegangan mereka akan  berespon  dengan  mengatur  emosinya  self  control.  Hal  tersebut  yang
menyebabkan  remaja  pertengahan  cenderung  menggunakan  strategi  koping berfokus  pada  emosi  emotion  focused  coping,  yaitu  usaha  mengatasi  stres
dengan  cara  mengatur  respon  emosional  dalam  rangka  menyesuaikan  diri dengan  dampak  yang  akan  ditimbulkan  oleh  suatu  kondisi  atau  situasi  yang
dianggap  penuh  tekanan.  Emotion  Focused  Coping  ini  terbagi  menjadi  self control,  distancing,  positive  reappraisal,  accepting  responsibility,  dan
escapeavoidance Lazarus dan Folkman, 1984 dalam Nasir, 2011. Hasil  manifestasi  strategi  koping  berdasarkan  jenis  kelamin
menunjukkan  bahwa  baik  laki-laki  maupun  perempuan  lebih  banyak menggunakan strategi koping berfokus pada masalah, yaitu laki-laki sebanyak
52,9  dan  perempuan  sebanyak  75.  Hal  ini  didukung  oleh  penelitian Lestarianita  2008  yang  menyebutkan  bahwa  tidak  ada  perbedaan  yang
signifikan  penggunaan  problem-focused  coping  dan  emotion-focused  coping antara  laki-laki  dan  perempuan.  Hal  ini  sesuai  dengan  pendapat  dari
Pargament 1997 dalam penelitiannya mengenai pemilihan pola coping yang menyatakan  bahwa  persepsi  subjek  terhadap  kemampuannya  akan
mempengaruhi  pola  coping  yang  ia  pilih  sebagai  cara  penyelesaian  masalah sehingga tidak menutup kemungkinan pada perawat pria dan perawat wanita
menggunakan coping stres yang sama. Penelitian  Lestari  2008  menunjukkan  bahwa  ada  perbedaan  yang
sangat  signifikan  antara  laki-laki  dan  perempuan  dalam  melakukan  coping yang berorientasi pada pemecahan masalah, dimana perempuan lebih efektif
bila  dibandingkan  dengan  laki-laki.  Sedangkan  penelitian yang  dilakukan
oleh  Rubin  dalam  Weiten  dan  Llyod,  1997  pria  lebih  cenderung  untuk memilih  problem-focused  coping,  sedangkan  wanita  cenderung  untuk
memilih  emotion-focused  coping
.
Pria  cenderung  menggunakan  problem-
focused coping karena pria biasanya menggunakan rasio atau logika sehingga mereka lebih memilih untuk langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi
atau  langsung  menghadapi  sumber  stres.  Sedangkan  wanita  dikatakan  lebih cenderung  menggunakan  emotion-focused  coping  karena  mereka  lebih
menggunakan  perasaan  atau  lebih  emosional  sehingga  mereka  cenderung untuk mengatur emosi mereka dalam menghadapi sumber stres.
Hasil  manifestasi  strategi  koping  berdasarkan  status  orang  tua menunjukkan bahwa remaja yang memiliki orang tua yang utuh lebih banyak
menggunakan strategi koping berfokus pada masalah, yaitu sebanyak 64,1. Sedangkan  remaja  yang  memiliki  orang  tua  bercerai  lebih  banyak
menggunakan  strategi  koping  berfokus  pada  emosi,  yaitu  sebanyak  83,3. Menurut  Mutaddin  2002,  salah  satu  faktor  yang  mempengaruhi  strategi
koping  adalah  dukungan  sosial  yang  meliputi  dukungan  pemenuhan kebutuhan  informasi  dan  emosional  pada  diri  individu  yang  diberikan  oleh
orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, rekan kerja, dan lingkungan masyarakat  sekitarnya.  Pada  remaja  dengan  orang  tua  yang  utuh  memiliki
dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang  diberikan  oleh  orang  tua  sehingga  saat  menghadapi  stres  mereka  bisa
mendapatkan  kenyamanan  dan  solusi  dari  orang  terdekat  mereka  seeking social  support.  Hal  ini  yang  menyebabkan  remaja  dengan  orang  tua  yang
utuh lebih cenderung menggunakan problem focused coping. Namun apabila pemecahan  masalah  yang  tepat  tidak  ditemukan,  maka  strategi  koping  ini
tetap  dapat  menimbulkan  perilaku  agresif.  Selain  itu,  faktor  komunikasi dalam keluarga juga mempengaruhi strategi koping. Menurut hasil penelitian
Sholikhah 2007, terdapat hubungan yang signifikan antara pola komunikasi remaja terhadap orang tua dengan perilaku agresif remaja. Pada penelitian ini
peneliti tidak mengkaji pola komunikasi dalam keluarga responden. Pada  remaja  dengan  orang  tua  yang  mengalami  perceraian  merasa
bahwa  dukungan  pemenuhan  kebutuhan  informasi  dan  emosional  pada  diri individu yang diberikan oleh orang tua sangat kurang. Saat menghadapi stres,
mereka  berpikir  bahwa  tempat  untuk  mendapat  kenyamanan  dan  solusi kurang  bahkan  tidak  ada  sehingga  mereka  cenderung  lari  dan  menghindari
masalah  tersebut.  Hal  ini  yang  menyebabkan  remaja  dengan  orang  tua  yang mengalami  perceraian  lebih  banyak  menggunakan  emotion  focused  coping.
Jika  respon  emosional  baik,  maka  yang  timbul  adalah  positive  reappraisal dan  accepting  responsibility  pada  diri  individu  tersebut.  Akan  tetapi,  jika
respon  emosional  buruk,  maka  mereka  cenderung  lari  dari  situasi  yang menekan  dan  beralih  kepada  hal-hal  seperti  merokok,  penggunaan  alkohol,
dan  lain-lain.  Hal  ini  juga  didukung  oleh  hasil  penelitian  Rahmayati  2010 yang  menunjukkan  remaja  dengan  orang  tua  bercerai  lebih  condong
menggunakan emotion focused coping.
C. Keterbatasan Penelitian