71
Gambar 4.4 Perkembangan jumlah pengangguran propinsi Jawa Tengah
tahun 2000-2012
Sumber: BPS, Propinsi Jawa tengah
Gambar 4.4 diatas menunjukan perkembangan jumlah penduduk Jawa Tengah yang menganggur pada tahun 2000 hingga 2012. Jumlah pengagguran
cenderung fluktuatif. Pada 2001 jumlah pengagguran 578.190 jiwa menurun dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2002 hingga 2004 jumlah
pengagguran Jawa Tengah mengalami peningkatan. Namun kembali menurun pada tahun 2005 sejumlah 978.952 jiwa. Pada 2007 pengangguran kembali
meningkat menjadi 1.360.219 jiwa. Dan pada tahun 2009 hingga 2012 jumlah pengagguran terus menurun menjadi 962.141 jiwa pada 2012.
200,000 400,000
600,000 800,000
1,000,000 1,200,000
1,400,000 1,600,000
20 00
20 01
20 02
20 03
20 04
20 05
20 06
20 07
20 08
20 09
20 10
20 11
20 12
pengangguran
pengangguran
72
C. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Untuk menguji adakah variabel pengganggu atau residual terdistribusi normal dalam model regresi dilakukan dengan uji normalitas. Bila dilihat dari
probabilitasnya lebih besar dari 5 maka data terdistribusi normal.Winarno,
2011 : 5.37-5.39 Gambar 4.5
Uji Normalitas
Gambar 4.5 menunjukan nilai probabilitas Jarque-Bera yaitu 0.519915
yang lebih besar dari α = 5 , maka dapat diketahui bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi normal.
1 2
3 4
5 6
-3999990 -1999990
10 2000010
4000010
Series: Residuals Sample 2000S1 2012S2
Observations 26
Mean -8.27e-09
Median 270199.4
Maximum 3447198.
Minimum -4198529.
Std. Dev. 2049304.
Skewness -0.347593
Kurtosis 2.148962
Jarque-Bera 1.308179
Probability 0.519915
73
2. Uji Multikoliniearitas
Tabel 4.1 Correlation Matrix
FDI ELC
UEM FDI
1.000000 -0.096782
0.192324 ELC
-0.096782 1.000000
0.452107 UEM
0.192324 0.452107
1.000000 Multikoliniearitas adalah kondisi adanya hubungan linier antar
variabel independen. Masalah multikoliniearitas biasanya ditemukan jika matriks korelasi dari semua variabel lebih dari 0,8. Dari tabel 4.1 dapat
diketahui bahwa tidak terdapat masalah multikoliniearitas, karena tidak ada nilai matrik korelasi antar variabel independen yang diatas 0,8. Menurut
Winarno 2007 : 5.8 model yang terdapat gejala multikoliniearitas dapat dibiarkan saja karena estimator yang digunakan masih dapat bersifat BLUE.
Sifat BLUE tidak terpengaruh oleh ada tidaknya korelasi antar variabel independen. Meskipun multikoliniearitas dapat menyebabkan standard error
yang besar.
3. Uji Heterokedastisitas
Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengidentifikasikan ada tidaknya masalah heterokedastisitas seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Dalam pengujian heterokedastisitas penelitian ini menggunakan uji white. Masalah heterokedastisitas pada data dapat dilihat dari nilai ObsR-
74 Squared pada output. Jika nilai probabilitasnya lebih kecil dari α = 5 maka
data yang digunakan bersifat heterokedastisitas.
Gambar 4.6 Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic
3.169351 Prob. F9,16 0.0214
ObsR-squared 16.65676 Prob. Chi-Square9 0.0544
Scaled explained SS 6.851170 Prob. Chi-Square9 0.6526
Pada gambar 4.6 diperoleh nilai probabilitas ObsR-Squared yaitu 0.0544
lebih besar dari α = 5 , sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini bebas dari masalah heterokedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Dalam mengidentifikasi autokorelasi dapat
diketahui dengan melakukan uji Durbin-Watson. Uji D-W merupakan uji yang banyak dipakai untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi pada model
yang digunakan. Pada uji D-W adanya autokorelasi positif jika nilai D-W berada diantara 0 sampai dengan 1,10, serta autokorelasi negative jika nilai D-
W berada diatas 2,90. Sedangkan jika model terbebas dari masalah autokorelasi, nilai D-W berada diantara 1,54 sampai dengan 2,46. Model tidak
dapat diputuskan terdapat autokorelasi jika nilai D-W berada diantara 1,10 sampai dengan 1,54, dan 2,46 sampai dengan 2,90. Winarno, 2009 : 5.28