Perjanjian Kemitraan Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

b. Masalah-masalah yang bertalian dengan masyarakat dan kemajuan pada umumnya bersifat netral dilihat dari sudut kebudayaan. Bidang- bidang hukum yang netral lebih mudah dibina dan ditangani dan ini harus didahulukan.

b. Perjanjian Kemitraan

Perkebunan besar sebagai lembaga agraris yang mempunyai peranan dinamis untuk mendukung proses pembangunan, disarankan untuk dapat diterapkan pada usaha sektor pertanian lainnya, termasuk pada tanaman pangan. 50 Kelompok ahli pembangunan berpendapat bahwa pembangunan perkebunan besar justru bersifat anti pembangunan dan menyebabkan kemiskinan kronis di pedesaan. Secara mikro sistem ini tidak atau kurang memberikan kesejahteraan yang sebanding dengan keuntungan dan nilai tambah yang diperoleh, terutama bagi para buruhnya. Kelompok ini berpendapat bahwa perkebunan besar menyebabkan proses pemiskinan yang terus-menerus, karena sifatnya yang self contained dan enclave. Sifat ini dimungkinkan terjadi karena dalam bentuknya yang klasik, perkebunan besar ditandai dengan tingkat upah rendah yang tidak menumbuhkan konsumsi dan permintaan berarti pada sektor-sektor lainnya. Sistem produksi dan pengolahan 50 Benjamin White, Peranan Agrobisnis Dalam Industrialisasi Perkebunan dalam Rimbo Gunawan, Dilema Petani Plasma, Pengalamam PIR-BUN Jawa Barat, Bandung: Yayasan Akatiga, 1995, hlm. 7 Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 terintegrasi secara vertikal yang dikembangkan perkebunan besar, tidak memerlukan masukan dari masyarakat disekitarnya. 51 Pandangan ini muncul berbagai upaya perbaikan sistem pengelolaan di sektor perkebunan besar, agar dampak buruknya dapat dikurangi atau dihilangkan. Sekarang terdapat kecenderungan berkembangnya bentuk-bentuk khas organisasi yang mengkaitkan secara vertikal satuan-satuan usaha kecilrakyat dengan pengusaha besar agroindustri. Menurut Freeman dan Karen, tipe hubungan transaksi yang menjanjikan adalah hubungan antara sattelite farming di sekeliling corporate core, yaitu petani sebagai satelit dengan perusahaan agroindustri sebagai inti. Bentuk hubungan tersebut selanjutnya disebut usaha tani kontrak contract farming yang dirumuskan Colin Kirk, sebagai berikut: 52 Contract farming adalah suatu cara mengatur produksi pertanian, dengan cara itu petani kecil atau outgrower dikontrak oleh suatu badan sentral untuk memasok hasil pertanian sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam sebuah kontrak atau perjanjian. Badan sentral yang membeli hasil tersebut dapat menyediakan nasehat teknis, kredit dan masukkan-masukkan lainnya, serta menangani pengolahan dan pemasaran. Sistem ini juga disebut model inti satelit, di mana badan pusat sebagai inti membeli hasil pertanian dari petani satelit yang telah dikontrak itu. Dalam varian khusus yang dikembangkan oleh The Commonwealth Development Corporation CDC, inti umumnya sebuah nucleus estate, yaitu perkebunan kecil beserta unit pengolahannya dan kepadanyalah petani dikontrak untuk memberikan hasil pertaniannya. Selanjutnya Rimbo Gunawan mengatakan, model yang dikembangkan oleh Commonwealth Development Corporation DCD, ini secara internasional disebut 51 Rimbo Gunawan, Ibid 52 Ibid, hlm. 8 Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 NES System Nucleus Estate and Smallholders system, di Indonesia sistem ini diterjemahkan dalam bentuk PIR Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan. Dengan demikian contract farming dalam arti ini mencakup berbagai bentuk PIR Perusahaan Inti Rakyat, seperti: PIR-BUN Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan, TIR Tebu Inti Rakyat, PIR-unggas Perusahaan Inti Rakyat Unggas. 53 Selanjutnya, agar dapat memberikan pengertian apa yang dimaksudkan dengan perjanjian inti plasma, maka haruss dilihat terlebih dahulu awal timbulnya perjanjian inti plasma tersebut. Perjanjian inti plasma berawal dari contract farming. Lebih jelasnya perlu di lihat terlebih dahulu definisi yang baku tentang contract farming. Menurut Sompop Manarungsan and Suebskum Suwanjindar, definisi dari contract farming adalah: 54 Contract Farming is a way of coordinating the flows of goods through a vertical chain of production and marketing. In Contract farming, the firm exercises considerable control over raw material production without ownership of the production units. In contract farming arrangements, a central processing or exporting unit purchase are arranged ini advance through contract which are generally signed at planting time and which speedy the quantity the company will buy and the price it will pay. The firm often provides credit, production inputs, farm machinery rental, and technical assistance, and it retains the right to reject substandard produce. Adapun maksudnya sebagai berikut: contract farming adalah cara mengkoordinir arus barang melalui mata rantai produksi dan pemasaran yang vertikal. Dalam contract farming, perusahaan banyak mengendalikan bahan mentah tanpa, memiliki unit-unit produksi dalam pengaturannya. Contract farming merupakan unit pengolahan pusat atau unit ekspor yang melaksanakan pembelian hasil panen dan para petani yang independen. Pembelian-pembelian ini dapat melengkapi atau menggantikan produksi oleh unit pusat itu sendiri. Syarat-syarat pembelian 53 Ibid 54 Sampop Manrungsang and Suesbskun Suwanjidar, Contract Farming and Outgrower Schemes in Thailand, dalam contract farming in Southeast Asia, Three Country Studies, Institute for advances Studies University Malaka, Kuala Limpur, 1992,hlm. 2 Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 diatur sebelumnya melalui kontrak yang umumnya ditanda tangani pada waktu penanaman dan menentukan kuantitas yang akan dibeli perusahaan dengan harga yang akan dibayarnya. Perusahaan sering memberikan kredit. masukkan produksi, sewa mesin pertanian, dan bantuan teknis dan perusahaan dapat juga menolak produksi yang substandard. Di Indonesia contract farming ini, lebih banyak dikenal dengan usaha pertanian kontrak. yang memiliki berbagai macam model atau pola. Pola-pola tersebut dapat berbentuk PIR-BUN Perusahaan Inti Rakyat-Perkebunan, TIR Tebu Inti Rakyat, PIR-unggas Perusahaan Inti Rakyat-unggas dan lain-lain. Dengan demikian perjanjian inti plasma adalah perjanjian yang dibuat antara perusahaan inti dengan petani plasma, yang di dalamnya mengatur tentang jual beli hasil produksi dan pemasaran hasil produksi, termasuk golongan perjanjian bernama. Oleh karena itu perjanjian ini, sesuai dengan Pasal 1319 KUHPerdata. Dengan demikian asas-asas perjanjian dalam KUHPerdata akan berlaku, kecuali apabila para pihak memperjanjikan lain. Pasal 27 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 sebelum diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, 55 menyebutkan bahwa inti plasma adalah salah satu pola kemitraan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 27 Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, yang menyatakan: 55 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah perihal menimbang menyatakan bahwa sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan usaha. Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 Pola inti plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan usaha besar, yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis sampai dengan pemasaran hasil produksi. Sedangkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 menyatakan bahwa: “Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang menjadi plasmanya dalam: a. penyediaan dan penyiapan lahan; b. penyediaan sarana produksi; c. pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha; d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan; e. pembiayaan; f. pemasaran; g. penjaminan; h. pemberian informasi; dan i. pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efesiensi dan peroduktivitas dan wawasan usaha”. Selanjutnya Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa: “Kemitraan dilaksanakan dengan pola: a. inti-plasma; b. subkontrak; c. waralaba; d. perdagangan umum; e. distribusi dan keagenan; dan f. bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional,usaha patungan joint venture, dan penyumberluaran outsourcing. Dengan demikian, kemitraan yang terjadi antara perusahaan inti dengan petani plasma tersebut, diikat oleh suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian inti Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 plasma. Perjanjian inti plasma tersebut diklasifikasikan ke dalam perjanjian bernama, karena perjanjian inti plasma tersebut terdapat dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Oleh karena perjanjian inti plasma adalah merupakan bagian dari contract farming, maka jenis kontrak yang terdapat dalam contract fanning sama dengan jenis kontrak yang ada dalam perjanjian inti plasma. Menurut Goldsmith, tipologi contract farming, digolongkan berdasarkan intensitas keterlibatan perusahaan inti dan petani, proses produksi, jenis kontrak, karakteristik dan skala usaha inti, serta adanya tidaknya perjanjian tertulis. Adapun intensitas keterlibatan perusahaan inti sebagai berikut: 56 1. Tipologi Berdasarkan Keterlibatan Inti Dalam Proses Produksi. Tipologi ini berawal dari pikiran Goldsmith, yang melihat seberapa jauh peran dan intervensi pihak perusahaaninti terhadap aktivitas petani dalam berbagai hubungan yang mempertemukan keduaanya. 2. Tipologi Berdasarkan Jenis Kontrak Tipologi berdasarkan jenis kontrak ini merupakan rumusan dari John Wilson yang melihat jenis kontrak tersebut berpengaruh terhadap hak dan kewajiban petani. Wilson melihat bahwa setiap jenis kontrak yang disebut di bawah ini, mengikat dan mengatur petani secara berbeda-beda. a. Kontrak pemasaran. Dalam kontrak ini perusahaan inti hanya menentukan jenis dan jumlah produksi pertanian yang harus diserahkan. Kontrak ini biasanya pihak inti tidak memperkenalkan cara atau teknik tertentu dalam proses produksi, disamping itu pihak inti tidak harus memberikan sarana penunjang bagi petani. Kontrak ini lebih merupakan perjanjian untuk membeli hasil produksi petani kelak Dalam kontrak seperti ini petani lebih bebas bekerja sesuai dengan keinginannya. Dengan demikian tidak berarti tidak ada kontrol dari pihak inti derajat kontrol bervariasi tergantung dari jenis komoditas yang diusahakan. b. Kontrak produksi 56 Goldsmith dalam Frida Rustiani, Mengenal Usaha Pertanian Kontrak, Bandung: Yayasan Akatiga, 1997, hlm. 12 Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 Dalam kontrak ini pihak inti lebih jauh berperan dalam proses produksi, selain menentukan jenis dan komoditas yang harus diberikan, pihak inti juga menentukan jenis varietas dan proses produksi. Untuk itu inti pemberi kontrak biasanya memberi bantuan teknis dan menyediakan sarana produksi saprodi. Kontrak seperti ini akan mempengaruhi berbagai aspek pertanian yang menguntungkan pihak inti, diantaranya inti dapat mengontrol keputusan untuk pemakaian sarana produksi operasional dan pemasaran. Dalam kontrak model ini, posisi petani tampak kurang bebas menggunakan sumber daya-sumber daya yang diperlukannya. Pada dasarnya perjanjian inti plasma yang dibuat oleh perusahaan inti dengan petani plasma dalam proyek PIR-BUN Kelapa Sawit menggunakan tipe kontrak produksi, artinya pihak menentukan jenis varietas dari Kelapa Sawit yang akan di oleh petani plasma, di samping itu pihak inti juga menyediakan sarana produksi saprodi, berupa pupuk dan obat-obatan pengawasan.lihat lampiran perjanjian produksi dan jual beli TBS . c. Kontrak Integrasi vertikal. Dalam kontrak jenis ini semua proses produksi berada dalam kendali perusahaan inti. Perusahaan inti menguasai seluruh alat produksi dan hasil produksi, kecuali tenaga kerja. Posisi petani setara dengan pekerja pengawas sewaan atau bahkan hanya sebagai pekerja borongan. 3. Tipologi Berdasarkan Karakteristik dan Skala Usaha Tani Berdasarkan tipologi ini dapat dibedakan beberapa model Usaha Pertanian Kontrak UPK, yang berintikan perusahaan milik negara dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara BUMN, Swasta besar dan kecil, baik nasional, asing maupun patungan, serta koperasi. Menurut White dalam penggolongan. Usaha Pertanian Kontrak UPK berdasarkan, karakteristik dan skala usaha tani, terdapat perbedaan sifat dan implikasi dari jenis intinya. 57 Dengan demikian karakteristik dalam usaha pertanian kontrak yang berintikan koperasi, secara teoritis inti dimiliki bersama, sehingga pembagian nilai tambah tidaklah menjadi masalah utama, karena keuntungan yang diperoleh inti pada dasarnya dimiliki bersama dan akan dikembalikan kepada anggota baik langsung maupun tidak langsung. 4. Tipologi Berdasarkan Ada Tidaknya Perjanjian Tertulis. Kontrak tertulis umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar dan perusahaan pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara 57 White dalam Frida Rastiani, Ibid, hlm. 15 Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 BUMN. Akan, tetapi karena pihak inti yang mengatur dan merancang sendiri kontraknya beserta seluruh perangkatnya, seringkali kontrak di dominasi oleh kepentingan pihak inti. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak tetap ada dalam perjanjian inti plasma, meskipun perjanjian inti plasma dibuat dalam bentuk standar baku. Dalam hai ini, kepentingan pihak inti lebih mendominasi suatu perjanjian dibandingkan dengan kepentingan pihak plasma, sehingga terkesan pihak plasma semacam terpaksa dalam menyetujui perjanjian tersebut. Artinya kebebasan berkontraknya hanya dalam hal menyetujui atau menolak perjanjian tersebut take it or live it. Menurut Richad Borton Simatupang, dalam sebuah perjanjian standar kontrak standar, secara umum pasti memiliki standar yang sama, yaitu adanya judul kontrak heading, subyek dan obyek, tujuan pembuatan kontrak, dan susunan pengurus, akan tetapi tidak semua kontrak berlaku demikian. Sebagai contoh pada kontrak tidak tertulis. kesepakatan terjadi biasanya berdasarkan kepercayaan saja, sehingga beberapa kesulitan seringkali muncul dalam menyelesaikan masalah, bila salah satu pihak melanggar janji. 58 Asas konsensual, merupakan asas yang sangat penting untuk menentukan, saat lahirnya suatu perjanjian. oleh karena itu, setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak hendaknya mengetahui dan memahami betul tentang asas konsensualisme ini. Perjanjian inti plasma yang dibuat antara petani plasma dan perusahaan inti tersebut, lahir sejak tercapainya kata sepakat antara petani plasma dengan perusahaan inti. Keberadaan contract farming, merupakan suatu realita dari perkembangan ilmu sosial ekonomi pertanian yang merupakan bagian dari sebuah gelombang besar yang dikenal dengan istilah ekonomi dunia atau globalisasi ekonomi. Dalam globalisasi ekonomi semua sistem ekonomi di dunia ini didorong untuk diintegrasikan ke dalam satu sistem besar. Sistem ekonomi petani disebuah desa terpencil di Indonesia, misalnya dijadikan sebuah bagian dari sebuah industri 58 Richard Borton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta: Rineka Cipta, 1996, hlm. 42 Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 manufaktur besar di Amerika, melalui berbagai macam saluran baik saluran input maupun output produksinya. 59 Akibat dari pengintegrasian ini, relasi petani menjadi luas. Dalam saluran input. Misalnya, petani yang dulunya melakukan hubungan barter dengan petani lain untuk mendapatkan pupuk kandang, sekarang bersentuhan dengan sebuah sistem pasar yang sangat kompleks melalui rantai pemasaran dari sebuah pabrik penghasil pupuk. Dalam pengintegrasian ini muncul berbagai model pelibatan petani dalam sistem ekonomi lain. Salah-satu bentuk pelibatan petani itu ada yang dituangkan dalam kesepakatan-kesepakatan tertentu antara petani dan pihak lain sebagai akibat dari perluasan relasi petani. Kesepakatan-kesepakatan inilah yang juga menjadi bagian dari bahasan dalam perjanjian inti plasma. Dengan demikian perjanjian inti plasama lahir sebagai respons terhadap perkembangan situasi perekonomian, baik skala nasional maupun internasional. 60 Dengan terjadinya kesepakatan-kesepakatan antara perusahaan inti dengan petani plasma, maka perjanjian inti plasma tersebut telah terjadi timbul. Hal ini sesuai dengan pendapat R. Setiawan, yang mengatakan sesuai dengan asas kosensualisme. bahwa perjanjian dan perikatan timbul sejak detik tercapainya kesepakatan. 61 Sebagaimana diketahui hubungan antara perjanjian dengan perikatan, bahwa perjanjian menerbitkan perikatan, maka dengan demikian para pihak yang membuat perjanjian inti plasma tersebut menjadi terikat. Pasal 1338 ayat 1 59 Frida Rustiani, Op.cit, hlm. 5 60 Ibid, hlm. 6 61 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bina Cipta, 1977, hlm. 65 Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 KUHPerdata menyatakan, Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini berarti setiap perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya. Bentuk dari keterikatan petani plasma dan perusahaan inti tersebut, dituangkan ke dalam suatu perjanjian yang disebut perjanjian inti plasma. Dengan adanya perjanjian inti plasma tersebut, petani plasma menjadi terikat untuk menjual hasil panen Kelapa Sawitnya kepada perusahaan inti, dari hasil penjualan Kelapa Sawit tersebut petani plasma memperoleh pendapatan yang sangat berarti untuk mencukupi kehidupannya, serta dapat mengembangkan usaha kecil yang ada padanya.

2. Kerangka Konsepsional

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

4 112 105

Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai

6 129 121

PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA USAHA (HGU) PERKEBUNAN Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Hak Guna Usaha (Hgu) Perkebunan Di Jawa Tengah (Studi Analisis Terhadap Tanah Terlantar).

0 1 14

Analisis Yuridis Perubahan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 0 14

Analisis Yuridis Perubahan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 0 2

Analisis Yuridis Perubahan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 0 25

Analisis Yuridis Perubahan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 0 67

Analisis Yuridis Perubahan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 0 5

BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN MASYARAKAT A. Tinjauan Umum Pola Kemitraan Perkebunan - Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Denga

0 0 33

KETIMPANGAN DALAM KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN Variasi dan Perkembangan Sistem Kemitraan

0 0 15