2. Hubungan Hukum antara Petani dengan Perusahaan
Hubungan hukum yang terjadi dalam kontrak pemasaran marketing contract, pihak perusahaan agroindustri berjanji membeli hasil produksi petani dalam jumlah dan
kualitas tertentu, tanpa terlibat dalam proses produksi. Selain itu, kontrak ini tidak mengharuskan pihak perusahaan agroindustri untuk menyelesaikan masukan-masukan
seperti bibit, makanan atau peralatan. Contract farming dalam bentuk kontrak pemasaran, pihak perusahaan hanya
menemukan jenis dan jumlah produksi pertanian yang akan diserahkan petani produsen. Biasanya dalam kontrak model ini pihak perusahaan inti tidak menawarkan
sarana produksi dan fasilitas lainnya. Pada contract farming tersebut hubungan hukum jual beli. Pihak perusahaan membeli produk hasil panen petani sebagai bahan
baku. Sebelumnya telah dilakukan perjanjian mengenai hasil panen tersebut. Jual beli sebagai suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk
menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Yang harus diserahkan oleh penjual kepada pembeli adalah hak
milik atas barangnya, jadi bukan sekedar kekuasaan atas barang.
102
Selanjutnya dalam kontrak produksi production contract, pihak perusahaan agroindustri terlibat intensif dalam proses produksi seperti penentuan jumlah, kualitas
dan ukuran hasil produksi, varitas bibit, manajemen usaha dan teknologi produksi.
102
R. Subekti, Aspek-Aspek Perikatan Nasional, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 79
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
Kemudian dalam kontrak integrasi vertical vertical integration
103
, pihak perusahaan agroindustri menguasai semua tahap dan hasil produksi, pasar tidak berperan dalam
pengkoordinasian berbagai tahapan produksi. Dalam hal ini petani bukan pemilik bahan baku, sarana produksi. Petani lebih berperan sebagai manajer atau pengawas upahan,
atau seorang pekerja borongan.
104
Hubungan antara petani plasma dengan perusahaan agroindustri tersebut diatur dalam satu kontrak tertulis. Kontrak tersebut secara spesifik menjabar hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Secara umum perusahaan memiliki kewajiban untuk : 1.
Menyediakan dan menyalurkan sarana produksi kepada plasma; 2.
Membina dan membimbing petani plasma; 3.
Mengusahakan pinjaman kredit untuk petani plasma; 4.
Mengolah hasil plasma; 5.
Meminjam dan menampung hasil plasma sesuai dengan kesepakatan 6.
Memiliki dan menguasai usaha tani. Pihak petani plasma berkewajiban, secara umum untuk mengikuti petunjuk
perusahaan inti dan menjual hasil produksinya kepada perusahaan inti. Kewajiban pihak perusahaan inti merupakan hak yang harus diterima pihak petani plasma,
demikian pula kewajiban petani merupakan hak perusahaan inti. Uraian di atas
103
Dalam Pasal 14 UU Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk
dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat”.
104
John Wilson, The Political Economy of Contract Farming, dalam Review of Radical Political Economics No. 18, 1996, hlm 50-51 Dapat pula dilihat dalam Djatianto Krestosastro,
Optimalisasi Kemitraan dalam Agrobisnis, News Letter Agribisnis, Mei – Desember 1993, hlm 4.
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
menunjukkan bahwa perjanjian tersebut telah dirancang sedemikian rupa oleh pihak perusahaan inti dalam bentuk baku. Perjanjian tersebut di dalamnya telah dibakukan
syarat eksenorasi, yang disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan dalam sejumlah klausul tidak terbatas, yang sifatnya tertentu dan dituangkan dalam
bentuk formulir.
105
3. Hubungan Hukum antara Koperasi dengan Perusahaan